SHOPPING CART

close

Ya Allah Selamatkan Bahtera Kami Yang Hampir Tenggelam

Baru-baru ini kita disuguhi berita yang seharusnya menggembirakan bila dipandang dari sudut dakwah, tapi malah jadi perdebatan yang menyedihkan. Banyak yang menyanjung, namun juga tidak sedikit yang memberikan tanggapan negatif.

Video viral Bapak Presiden Joko Widodo yang jadi imam shalat jahar di sebuah masjid kecil. Entah shalat Maghrib atau shalat Isya’. Entah setelah beliau jadi presiden atau belum.

Waktu itu sepertinya kamera sudah disetel menghadap Pak Jokowi yang jadi makmum. Namun tiba-tiba bapak yang biasa jadi imam mempersilakan Pak Jokowi untuk jadi imam. Dan ternyata Pak Jokowi bersedia, dan maju jadi imam. Sehingga kamera tidak merekam gerakan Pak Jokowi, melainkan hanya merekam suaranya. Dan video pun terputus, hanya menampilkan bacaan surat al-Fatihah.

Lalu banyak sekali tanggapan dari netizen tentang bacaan al-Fatihah Bapak Presiden. Ada yang memuji, dan menilainya sangat merdu. Namun juga ada yang mencemoohnya, dengan tanggapan yang memerahkan telinga.

Pada awalnya saya pun tidak ambil pusing dengan perdebatan mereka. Namun setelah saya pikir dan renungkan, saya malah benar-benar jadi kepikiran.

***

Pertama: Bacaan al-Fatihah 

Lha iya, Bapak Presiden Jokowi itu kan memang bukan tamatan pesantren. Apa harus bacaannya dibandingkan dengan imam Masjidil Haram.

Bacaan yang bagus dan sesuai tajwid itu memang tidak mudah. Saya pun sampai sekarang juga masih membuka kesempatan bagi diri saya sendiri menimba ilmu dari orang lain tentang tata cara membaca al-Qur’an. Meskipun saya sudah tamat pesantren lebih dari 20 tahun yang lalu.

Artinya, hampir semua orang kalau benar-benar diperhatikan, pasti ada sisi bacaan al-Qur’an-nya yang kurang pas. Lha wong yang tamatan pesantren saja belum tentu bisa sempurna, apalagi yang bukan tamatan pesantren. (Seperti kata Cak Lontong: Mikiir…)

***

Kedua: Akhlak Pemimpin 

Imam harian di sebuah masjid merupakan orang yang paling berhak menjadi imam, meskipun hadir kepala daerah maupun kepala negara, juga meskipun datang orang yang jauh lebih fasih bacaannya.

Kepala daerah, kepala negara, ataupun orang yang lebih fasih bacaannya itu hanya boleh jadi imam di masjid tersebut, hanya bila dipersilakan oleh imam harian.

Subhanallah, entah mengetahui hal itu ataupun tidak, Bapak Presiden sudah mempraktekkan akhlak tersebut dengan baik.

Silakan baca pula:

Puisi Konde Jawa dan Cadar Arab oleh Ibu Sukmawati

***

Jokowi dan Prabowo

Terus terang pada pilpres yang lalu saya tidak pilih Jokowi. Saya pilih Prabowo. Hal ini saya sampaikan, supaya orang tidak menuduh saya termasuk pendukung Jokowi. Meskipun sebagai orang awam di bidang politik, saya bisa menilai kepemimpinan Jokowi itu lemah. Sangat jauh bila dibandingkan Prabowo.

Tapi dalam masalah bacaan shalat ini, marilah kita bersikap adil dan proporsional.

Anggap saja Bapak Jokowi itu memang keturunan PKI seperti yang dituduhkan banyak pihak. Namun bila sudah mau shalat, apalagi jadi imam shalat, bukankah ini kemajuan yang luar biasa? Lagian mana ada komunis yang benar-benar komunis mau shalat?  (Sekali lagi seperti kata Cak Lontong: Mikiir…)

***

Pura-pura Shalat

Mungkin saja ada yang mau menyanggah: Bagaimana kalau orang komunis pura-pura shalat? Bisa saja kan orang pura-pura?

Jawabannya:

Pertama, biarpun misalnya benar orang pura-pura shalat, itu kan urusan dia sendiri. Urusan dia dengan Allah. Kita tidak perlu ngurusi ibadah orang lain, meskipun orang lain itu publik figur. Karena niat itu sudah merupakan urusan yang benar-benar individual yang akan kita pertanggungjawabkan sendiri-sendiri di hadapan Allah Swt.

Kedua, adanya pihak yang merekam Presiden shalat, meskipun misalnya tujuannya adalah kampanye, merupakan bukti kemenangan politik Islam maupun Islam politik (buat sementara anggap saja istilah ini benar). Hal itu menunjukkan betapa pentingnya pemimpin menunjukkan dirinya sebagai seorang muslim yang baik. Berarti masyarakat kita masih mendambakan pemimpin yang religius. Sesuatu yang tetap patut kita syukuri.

***

Persatuan

Menyaksikan perkembangan berita akhir-akhir ini, saya pun makin yakin, bahwa bangsa kita sedang dipecah-belah. Ada kekuatan dahsyat yang hendak menceraiberaikan seluruh potensi baik di negeri yang sangat kita cintai ini. Saat ini bangsa kita jauh lebih membutuhkan persatuan, dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Bangsa kita sekarang menghadapi permasalahan nasional yang hampir tak tertanggungkan. Lalu mengapa kita malah memperkeruh suasana. Di mana semangat kita sebagai juru dakwah sekaligus perekat umat yang selama ini menjadi semboyan kita semua?

Ya Allah, hanya kepada-Mu kami memohon. Kami mengaku lemah dan salah. Selamatkanlah bahtera bangsa kami yang hampir tenggelam ini.

Amin amin amin.

Tags:

One thought on “Ya Allah Selamatkan Bahtera Kami Yang Hampir Tenggelam

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.