SHOPPING CART

close

Perceraian: Hukum Asal dan Untung-Ruginya

Jawaban singkatnya:

Bercerai itu hukumnya makruh. Sebisa mungkin kita dianjurkan untuk menghindarinya.

Namun hukum tersebut bisa berubah, sesuai dengan keadaan yang dihadapi masing-masing individu. Artinya bisa menjadi haram, juga bisa menjadi wajib.

Kemudian berikut ini penjelasannya:

Menikah Itu Niatnya Abadi

Orang Islam itu menikah niatnya untuk sepanjang usia, bahkan sampai ke akhirat. Abadi selama-lamanya. Oleh karenanya, nikah kontrak itu sangat dilarang, hukumnya haram, dan tidak sah.

Memang nikah mut’ah atau nikah kontrak itu pernah diperbolehkan pada zaman Nabi Muhammad Saw. Diperbolehkannya terbatas dalam kondisi super gawat darurat, yaitu dalam kondisi perang. Itu pun hanya sesekali dengan izin khusus dari beliau, dan langsung berakhir ketika perang sudah selesai. Kemudian beliau mengharamkannya secara mutlak hingga hari kiamat.

Dengan demikian, bila ada orang Islam yang mau menikah dengan cara nikah mut’ah, maka dia wajib menunggu datangnya hari kiamat dahulu. Karena haramnya nikah mut’ah itu berlaku hingga hari kiamat.

Mengharap Yang Terbaik dan Bersiap dengan Yang Terburuk

Dalam Islam, menikah itu diniatkan untuk selamanya. Namun ada kalanya pasangan suami-istri menghadapi masalah yang sangat rumit, dan tidak ada penyelesaian selain perceraian.

Islam merupakan agama dengan aturan yang sempurna, namun sekaligus realistis. Ada hukum asal yang sifatnya idealis, namun kemudian bisa berubah sesuai dengan kondisi individu yang bermacam-macam.

Hukum itu disiapkan untuk kondisi normal, dengan harapan seluruh anggota masyarakat bisa hidup dengan aman dan sejahtera. Oleh karena sudah bahagia, untuk apa pasangan suami-istri bercerai?

Namun pada praktiknya orang hidup itu makin lama makin banyak masalah. Inilah di antara perbedaan manusia dan binatang. Manusia ketemu manusia awalnya rukun, tapi lama-lama bertengkar. Sedangkan binatang ketemu binatang awalnya bertarung, namun lama-lama jadi rukun.

Ketika suami-istri punya konflik yang tidak kunjung selesai, atau malah semakin runyam, pada saat itulah hukum perceraian yang semula makruh itu bisa menjadi mubah, sunnah, atau bahkan wajib.

Perceraian dalam Agama Lain

Bila kita bandingkan dengan agama lain, ternyata ada agama yang benar-benar mengharamkan perceraian itu secara mutlak. Mereka punya dalih, bahwa yang mempertemukan dua hati itu adalah Tuhan. Oleh karena itu, tidak ada yang boleh memisahkan keduanya, kecuali kematian.

Namun anehnya, karena desakan para pemeluknya, terpaksa kemudian agama tersebut memperbolehkan terjadinya perceraian. Dan celakanya, angka perceraian dalam agama tersebut sangat tinggi, mengalahkan prosentase perceraian dalam agama Islam yang memang “hanya” memakruhkannya sejak awal.

Baca pula:

Perceraian, Hak Asuh Anak dan Nafkah Bagi Anak Tersebut

Mengapa Perceraian Itu Makruh?

Perceraian itu hukumnya makruh, karena ada pernyataan dari Nabi Muhammad Saw., bahwa perceraian itu hukumnya adalah halal alias mubah, namun dengan catatan: halal yang paling dibenci oleh Allah Swt.

Memang halal, namun halal yang paling dibenci. Dibenci oleh Dzat Yang Maha Kasih.

Maka kesimpulannya adalah makruh. Tidak berdosa, namun bila mampu mempertahankan pernikahan, maka disediakan pahala dan kemuliaan di sana.

Itulah dalil dan hukum perceraian. Setelah itu marilah kita bicara perceraian dari sudut logika dan akal sehat.

Untung dan Ruginya Perceraian

Bagi keluarga yang aman dan sejahtera, apa gunanya bercerai? Jawabannya pasti tidak ada. Malah kerugian, baik bagi pribadi suami-istri, anak-anak, maupun keluarga besar mereka.

Lalu mengapa pasangan suami-istri hendak bercerai? Pasti ada masalah yang serius, dan sangat susah untuk dipecahkan dengan cara baik-baik, sehingga terpaksa mengambil langkah yang sangat menyakitkan itu.

Perceraian itu ibarat tindakan amputasi untuk menyelamatkan bagian tubuh yang masih sehat. Yang hanya dilakukan karena adanya keperluan yang amat mendesak, yang berkaitan dengan keselamatan.

Perceraian juga bisa diibaratkan perang. Kedua belah pihak sebenarnya tidak ada yang untung. Semuanya rugi. Yang menang jadi arang, yang kalah jadi abu.

Korban sesungguhnya dari perceraian adalah anak-anak. Mereka adalah pihak yang seringkali tidak ada sangkut-pautnya dengan sebab-musabab perceraian, namun ironisnya justru mereka menjadi korban utama.

Berubahnya Hukum Perceraian

Hukum perceraian yang asalnya makruh itu bisa menjadi haram, apabila diniatkan untuk menyakiti pasangan, atau membuatnya sengsara dan menderita.

Sebaliknya, perceraian bisa menjadi wajib, apabila salah satu pasangan meninggalkan agama Islam secara sadar dan tanpa paksaan, alias murtad.

Perceraian bisa menjadi sunnah, apabila salah satu pasangan suka melakukan perzinahan.

Perceraian bisa menjadi mubah, apabila tidak ada yang memberatkan maupun mendorong terjadinya perceraian. Misalnya pasangan suami-istri yang sama-sama memiliki penghasilan besar, dan tidak punya anak. Tidak ada yang rugi dengan perceraian mereka, juga tidak ada yang ingin dikejar dari perceraian tersebut. Maka hukumnya adalah mubah.

Penutup

Demikian, semoga ada manfaatnya. Terima kasih.

Tags:

0 thoughts on “Perceraian: Hukum Asal dan Untung-Ruginya

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.