SHOPPING CART

close

Apakah Mazhab Syafi’i Menggunakan al-Qur’an dan Hadits?

Pandangan Dasar

Orang beribadah itu harus berdasarkan Al-Qur’an dan hadits. Bukan berdasarkan Mazhab. Apalagi ikut-ikutan. Harus ada dalilnya.

Itulah pandangan saya pribadi ketika masih di pesantren.

Maka saya sangat senang membaca kitab Bulughul Maram. Itu kitab kebanggaan saya. Gerakan dan bacaan shalat pun saya sesuaikan dgn terjemahan kitab itu.

Kemudian saya beranggapan, bahwa shalat orang lain yg tidak sama dengan saya pasti salah.

Shalat saya adalah yg paling tepat sesuai contoh Rasulullah. Maka shalat orang lain yg tidak sama dengan saya berarti tidak sama dgn shalat Rasulullah. Jadi pasti salah.

Selama di pesantren itu saya belum belajar Mazhab.

Belajar Mazhab

Ketika kuliah dan masuk fakultas syari’ah, barulah saya belajar Mazhab Syafi’i…

Di situ saya baru paham, ternyata Imam Syafi’i itu juga pakai dalil, yaitu al-Qur’an dan hadits.

Padahal dulu saya kira Imam Syafi’i itu tidak pakai dalil. Ternyata perkiraan saya itu salah.

Selain belajar Mazhab Syafi’i, saya juga belajar perbandingan Mazhab. Ada Mazhab Maliki, Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali, Mazhab Thabari, Mazhab Zhahiri, dst…

Dan ternyata, semua Mazhab itu pun pakai dalil Al-Qur’an dan hadits…

Mengapa ketika di pesantren itu saya tidak belajar Mazhab Syafi’i?

Jawabannya:

Pertama, karena tidak ada pelajaran Mazhab. Sehingga sama sekali belum kenal dgn kitab-kitab Mazhab.

Kedua, saya sendiri juga tidak tertarik belajar Mazhab. Bahkan saya anti Mazhab.

Ketiga, karena kitab-kitab Mazhab Syafi’i yg induk itu belum ada terjemahannya. Misalnya: Al-Umm, Al-Majmu’, Raudhatut Thalibin. Maklum waktu itu saya masih terlalu mengandalkan terjemahan.

Barulah setelah kuliah, saya ketemu kitab-kitab Mazhab. Harus baca dan harus paham. Karena ada ujiannya.

Jadi ala bisa karena terpaksa hehehe…

Baca pula:  Bahasa Arab Bahasa Al-Qur’an Kunci Ilmu Keislaman

Mengapa hal seperti ini saya ceritakan?

Yah biar kita semua paham, bahwa sikap dan pemikiran itu juga berproses sesuai dgn kesempatan belajar.

Tidak bisa instan. Apalagi dipaksakan…

Jadi insya Allah saya pribadi bisa memahami jalan pikiran kita yg anti Mazhab.

Karena dulu saya juga anti Mazhab. Hehehe…

Dalam mata kuliah perbandingan Mazhab itulah kita juga diajari bagaimana melakukan tarjih. Yaitu memilih pendapat yg paling kuat dalilnya.

Iya kita semua pasti penasaran kan dari sekian pendapat itu mana yg dalilnya paling kuat.

Ternyata untuk mengetahui pendapat yg paling kuat itu benar-benar tidak mudah.

Bikin capek, pusing, kadang juga mual-mual, hehehe…

Itupun belum tentu berhasil memilih pendapat yg paling kuat. Istilahnya tawaqquf. Artinya menunda pilihan. Alias masih bingung dhewe hehehe…

Contoh paling gampang dalam hal tawaqquf ini adalah Qunut Shubuh.

Coba aja kita cek masing-masing dalil yg digunakan tiap Mazhab.

Pakai cara yg ilmiah beneran lho ya. Bukan pura-pura ilmiah…

Wuah bikin kita mabuk tujuh turunan itu hehehe…

Cara ilmiah itu gini:

Pertama, cek pendapat Mazhab ke kitab-kitab induknya. Kalau Mazhab Syafi’i berarti cek ke al-Umm, Al-Majmu’, I’anatuth Thalibin. Itu baru satu Mazhab.

Lain Mazhab lain kitabnya.

Satu Mazhab bisa tiga empat kitab atau lebih.

Kedua, tulis dalilnya masing-masing Mazhab.

Dalam hal qunut Subuh ini pastilah dalilnya hadits.

Ketiga, kita cek kesahihan haditsnya.

Lalu kita bandingkan penilaian para ulama hadits tentang kesahihan hadits tersebut.

Kalau dibilang dhaif apa alasannya. Lalu juga dicek apakah ada bantahan dari pihak yg berseberangan.

Keempat, mengecek makna hadits.

Apakah sungguh-sungguh ada ta’arudh alias pertentangan hadits di situ.

Atau masih mungkin ditemukan jalan tengahnya.

Yah kalau baca artikel orang lain, berarti kita sudah ikut pendapat orang. Meskipun ada dalil yg disebutkan.

Tidak Mudah Seperti Teorinya

Dari situlah kita baru paham, memilih pendapat yg paling kuat itu bukan perkara mudah.

Ini kalau mau bener-bener ilmiah lho ya…

Kalau mau ilmiah dan serius itulah jalannya.

Cobalah kita lakukan cek ulang terhadap setiap gerakan dan bacaan shalat.

Kalau mau lebih serius lagi, cek juga tata cara wudhu yg ilmiah seperti langkah-langkah di atas.

Lalu syarat-syarat sahnya shalat.

Jangan sampai kita sudah merasa paling ilmiah dgn cara membaca hasil riset orang lain.

Meskipun orang lain itu adalah guru kita sendiri yg selama ini selalu benar dan tidak pernah salah, tentu saja menurut perkiraan kita sendiri.
Cara ilmiah itu adalah melakukan riset sendiri.

Jadi membaca artikel atau buku orang lain itu baru langkah pertama.

Selanjutnya kita harus menguji sendiri akan validitas dalil yg digunakan oleh orang lain itu.

Masalahnya: Apakah kita punya kitab-kitab Mazhab? Apakah kita bisa baca? Apakah kita punya waktu?

Yah itulah bedanya antara pemain dan penonton.

Di mana-mana penonton lebih hebat kasih komentar juga saran bahkan seringkali juga makian. Tentu saja kecuali penonton yg saleh….

Allahu a’lam.

Tags:

One thought on “Apakah Mazhab Syafi’i Menggunakan al-Qur’an dan Hadits?

Tinggalkan Balasan ke Adanya Mazhab dan Beda Pendapat Itu Merupakan SunnatullahBatalkan balasan

Your email address will not be published.