SHOPPING CART

close

Cara Menumbuhkan dan Merawat Sifat Fathanah

Berikut ini kami sampaikan beberapa tips yang bisa kita lakukan untuk menjaga dan meningkatkan sifat fathanah. Tips ini kami tulis ulang beserta beberapa tambahan dari bahan ajar penulis sendiri yang berjudul Islam dan Ilmu Pengetahuan.

1. Niat Yang Tulus

Secara khusus, Nabi Muhammad Saw. mengingatkan kita untuk menjaga niat yang benar dalam belajar. Beliau bersabda:

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْماً مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضاً مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الجَنَّةِ يَوْمَ القِيَامَة.

Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang seharusnya untuk mencapai ridha Allah ‘Azza wa Jalla, namun dia mempelajarinya untuk mencapai keuntungan duniawi, maka kelak di hari kiamat dia tidak akan mendapati aroma surga. (HR. Abu Dawud)

Dalam usaha menambah sifat fathanah, niat kita yang utama adalah semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt.. Boleh jadi di antara kita ada memiliki tujuan selain itu, seperti menambah rasa percaya diri, mempermudah untuk mendapatkan pekerjaan, atau untuk mengembangkan usaha. Namun hendaknya semua tujuan itu tidak kita jadikan sebagai tujuan utama.

Tujuan utama kita dalam usaha menambah sifat fathanah adalah ridha Allah Swt.. Adapun selain itu, kita jadikan sebagai tujuan antara, yaitu tujuan yang akan mempermudah kita untuk beribadah dalam arti yang luas.

Baca Juga: 

Fathanah: Pengertian dan Urgensinya dalam al-Qur’an-Hadits

***

2. Memohon kepada Allah

Semua ilmu sesungguhnya bersumber kepada Allah yang Maha Mengetahui. Dalam al-Qur’an, Allah tidak pernah memerintahkan Nabi Muhammad Saw. untuk menambah sesuatu selain menambah ilmu.

وَقُلْ: رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا.

Dan berdoalah, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (Thaha: 114)

Kesadaran bahwa semua ilmu itu bersumber kepada Allah adalah amat penting. Dengan kesadaran ini, kita tidak menjadi sombong dengan bertambahnya ilmu, dan tidak berkecil hati apabila belum berhasil menguasai suatu pengetahuan. Sebaliknya, tanpa kesadaran ini, kita menjadi mudah sombong ketika ilmu bertambah, dan menjadi kecil hati ketika belum juga berhasil menguasainya.

Selain itu, berdoa juga menambah berkah ilmu yang kita peroleh. Dengan diawali doa, ilmu yang didapat bisa tersambung dengan amal-amal kebajikan yang bernilai ibadah, baik ibadah ritual maupun ibadah sosial. Oleh karena itulah, ilmu dan ibadah dalam Islam itu tidak pernah berpisah, apalagi beradu kekuatan. Justru dengan bertambahnya ilmu, iman pun semakin kuat.

Baca Juga:

Apakah Ada Seorang Nabi Yang Bodoh Alias Dungu?

***

3. Menjauhi Maksiat

Bila kita ingin serius belajar dengan baik, sudah sepantasnya kita pun berusaha sekuat tenaga untuk menghindari perbuatan maksiat. Memang di zaman sekarang bukan perkara mudah menghindari maksiat yang setiap saat bisa kita temui dengan mudah.

Mengenai kesungguhan orang yang bersifat fathanah dalam menghindari maksiat itu, al-Qur’an menyebutkan, bahwa orang yang pandai itu amat takut kepada Allah.

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ.

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (Fathir: 28)

Dengan ilmu pengetahuan yang luas, orang yang banyak itu semakin memahami kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan begitu, dia pun semakin takut kepada Allah. Apabila kita kepada sesuatu, pada umumnya kita akan lari darinya. Seperti kita takut kepada seekor harimau, kita pun berusaha untuk menjauhinya. Sementara kita takut kepada Allah, justru kita berusaha mendekati-Nya. Cara mendekati-Nya adalah dengan menjauhi setiap larangan-Nya, baik yang berupa dosa besar maupun dosa kecil. Inilah yang disebut dengan orang yang berilmu pengetahuan yang sebenar-benarnya. Ilmu dan pengetahuannya semakin mendekatkannya kepada Allah. Ilmu dan pengetahuannya semakin membuatnya takut kepada Allah.

Baca Juga: 

Nabi Sulaiman: Raja Yang Fathanah dan Penuh Hikmah

***

4. Tidak Pernah Merasa Puas dengan Ilmu

Salah satu ciri orang yang fathanah adalah dia tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang sudah didapatnya. Dia selalu berusaha menambah ilmunya, tanpa pernah merasa cukup. Hal ini karena ilmu merupakan lautan yang amat luas, tanpa dasar dan tepian. Allah Swt. berfirman:

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا.

Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (al-Isra’: 85)

Secara umum, hasad atau iri itu dilarang, alias haram. Namun untuk ilmu, apalagi ilmu yang bermanfaat, hasad itu diperbolehkan. Nabi Muhammad saw. bersabda:

لا حَسَدَ إِلاَّ في اثْنَتَيْنِ : رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً ، فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ الحِكْمَةَ ، فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا.

Hasad itu tidak diperkenankan, kecuali dalam dua hal. Pertama, hasad pada seseorang yang diberi oleh Allah akan harta yang melimpah, lalu ia menghabiskan harta itu di jalan kebenaran. Kedua, hasad pada seseorang yang diberi oleh Allah akan ilmu, lalu ia menggunakan ilmu itu untuk memutuskan perkara dan mengajarkannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Sufyan bin ‘Uyainah, salah seorang ulama besar, ditanya, “Siapakah orang yang paling berkepentingan untuk terus menambah ilmu?”

Ia menjawab, “Orang yang paling banyak ilmunya, karena kesalahan yang dia lakukan adalah lebih fatal.”

Baca Juga: 

Contoh Sifat Fathanah dalam Kehidupan Sehari-hari

***

5. Bersedia Belajar dari Siapa pun

Juga di antara ciri orang yang fathanah, dia bersedia menerima ilmu dari siapa pun. Seperti yang telah penulis sampaikan sebelumnya, bahwa Nabi Musa yang lebih mulia, bersedia berguru kepada Nabi Khidhir. Allah berfirman:

فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آَتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا. قَالَ لَهُ مُوسَى: هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا.

Lalu mereka (Musa dan muridnya) bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami (Khidhir), yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidhir, “Bolehkan aku mengikutimu, supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (al-Kahfi: 65)

Bila kita bertanya, siapakah nabi yang lebih mulia antara Nabi Musa dan Nabi Khidhir? Jawabannya sudah jelas, Nabi Musa as lebih mulia daripada Nabi Khidhir as, mengingat Nabi Musa as termasuk salah satu nabi yang bergelar Ulul Azmi bersama empat nabi yang lain, yaitu: Nabi Nuh as, Nabi Ibrahim as, Nabi Isa as, dan Nabi Muhammad saw. Namun hal itu tidak menghalangi Nabi Musa as untuk menemui Nabi Khidhir as dengan tujuan belajar darinya.

Kedudukan yang lebih terhormat tidak menghalangi Nabi Musa untuk menimba ilmu dari Nabi Khidhir, bahkan dengan rendah hati meminta izin kepadanya. Bahkan dalam banyak kesempatan, Nabi Muhammad pun mengajak para shahabat untuk bermusyawarah untuk memutuskan berbagai strategi menghadapi musuh.

Baca Juga: 

Bukti Sifat Fathanah Nabi Ibrahim vs Raja Namrud (2)

***

6. Belajar kepada Ahlinya

Juga di antara ciri orang yang fathanah adalah belajar kepada orang yang mumpuni di bidangnya. Apabila hendak belajar ilmu tafsir, dia berguru kepada orang yang ahli tafsir, bukan kepada ahli filsafat atau matematika. Demikian pula apabila hendak belajar ilmu hadits, hendaknya juga berguru kepada ahli hadits, bukan kepada seorang insinyur ataupun sosiolog.

Allah Swt. berfirman:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ.

Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berilmu, bila engkau tidak mengetahui ilmunya. (al-Nahl: 43 dan al-Anbiya’: 7).

Sebagaimana Allah berpesan:

وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ.

Seseorang tidaklah akan mampu memberimu ilmu, selain orang yang benar-benar ahlinya. (Fathir: 14)

Baca Juga: 

Baca Kitab Online: Kegiatan Setiap Hari Silakan Bergabung

***

7. Bertanya dengan Tepat

Juga di antara ciri seseorang yang bersifat fathanah yaitu bertanya sesuai dengan keperluan, bertanya pada waktu yang tepat, dan tidak bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan mubadzir.

Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah, Allah Swt. mengisahkan Bani Israel yang suka menanyakan hal-hal yang sebenarnya sederhana menjadi amat rumit, karena pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri.

Bila kita perhatikan, dalam al-Qur’an disebutkan beberapa macam pertanyaan. Pertama, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang musyrik, seperti kapan terjadinya hari kiamat. Sebuah pertanyaan yang jawabannya hanya Allah yang mengetahuinya. Sebuah pertanyaan yang jawabannya hanya akan membuat manusia amat ketakutan. Jangankan mengetahui kapan akan terjadinya kiamat, mengetahui kapan akan mati saja akan membuat kita menjadi amat ketakutan setengah mati.

Kedua, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang Yahudi, atau pertanyaan-pertanyaan yang berasal dari mereka dan disampaikan kepada orang-orang Quraisy, seperti pertanyaan tentang ruh dan Dzulqarnain. Pertanyaan-pertanyaan itu diajukan hanya untuk menguji, apakah Nabi Muhammad Saw. benar-benar seorang nabi. Meskipun Nabi Muhammad sudah terbukti bisa menjawab setiap pertanyaan mereka dengan tepat, tetap saja mereka tidak beriman.

Ketiga, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para shahabat. Bila kita perhatikan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para shahabat itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang praktis, sesuai dengan keperluan nyata sehari-hari. Seperti pertanyaan tentang hilal, apa yang perlu disedekahkan, hukum khamer dan perjudian, dan darah haidh. Inilah contoh pertanyaan-pertanyaan terbaik.

Baca Juga: 

Tips Mahir Baca Kitab Arab Gundul: Beberapa Catatan Praktis

***

8. Memiliki Catatan Yang Tertib

Di antara ciri seorang yang bersifat fathanah adalah rajin mencatat ilmu dan pengetahuan yang telah dipahaminya dengan baik. Atau setidaknya dia memiliki buku-buku yang berkaitan dengan ilmu yang sedang dia tekuni dan minati. Mengisyaratkan pentingnya memiliki catatan yang tertib ini, Allah Swt. berfirman:

الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ.

Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. (al-‘Alaq: 4)

Yang demikian ini karena daya ingat manusia itu amat terbatas, bagaimana pun cerdasnya dia.

Orang-orang Arab di waktu turunnya wahyu al-Qur’an terkenal dengan daya ingatnya yang luar biasa, bahkan hingga saat ini. Namun Nabi Muhammad Saw. tidak ingin mengambil resiko. Beliau memberikan perintah kepada para shahabat untuk menuliskan setiap ayat yang baru saja beliau terima, selain beliau sendiri juga berusaha dan memberikan perintah kepada para shahabat untuk menghafalnya dengan baik.

_____________

Sumber dan Bacaan: 

– Buku ar-Rusul war-Risalat‘, Syeikh Umar Sulaiman al-Asyqat.

– Artikel Shifat al-Anbiya’ war RusulSyeikh Batul ad-Daghim. mawdoo3.com

– Buku Dahsyatnya 4 Sifat NabiAhda Bina A. Lc. 

 

Tags:

One thought on “Cara Menumbuhkan dan Merawat Sifat Fathanah

Tinggalkan Balasan ke Buku: Dahsyatnya 4 Sifat Utama Yang Dimiliki Setiap NabiBatalkan balasan

Your email address will not be published.