SHOPPING CART

close

Contoh Sifat Amanah dalam Kehidupan Sehari-hari

Sebagai salah satu sifat mulia, amanah merupakan sifat yang tetap relevan hingga saat ini. Amanah diperlukan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan kita sehari-hari. Sifat amanah bukan saja diperlukan dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah dan kuliah, namun juga diperlukan untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam bekerja, berumah tangga, dan berdakwah.

1. Amanah dalam Belajar-Mengajar

Belajar merupakan salah satu kewajiban yang bersifat fardhu kifayah. Artinya, harus ada sekelompok kaum muslimin yang mempelajari berbagai bidang ilmu, sehingga kaum muslimin mampu hidup secara mandiri, dan tidak menggantungkan nasib pada umat lain. Hal ini bukan berarti kaum muslimin tidak bersedia bekerja sama dengan umat lain, namun semata-mata demi kemandirian.

Tidak semua remaja maupun pemuda dalam usia belajar memiliki kesempatan untuk bersekolah dengan baik. Meskipun pemerintah sudah berusaha keras untuk memberikan pendidikan murah bahkan gratis kepada semua lapisan masyarakat, namun nyatanya masih banyak anggota masyarakat yang tidak bisa menikmati bangku sekolah, apalagi kuliah.

Sesungguhnya semua kemudahan dan fasilitas hidup yang bisa kita nikmati sehari-hari merupakan anugerah dari Allah Sang Maha Pencipta dan Maha Berkehendak. Tidak ada satu pun kesempatan yang berhasil singgah dalam hidup kita, melainkan semata-mata karena kasih dan sayang-Nya. Termasuk kesempatan untuk menikmati pendidikan di semua tingkatan sekolah dan kuliah.

Malas belajar merupakan sifat khianat

Oleh karena itu, seorang pelajar maupun mahasiswa yang belajar secara ogah-ogahan sesungguhnya merupakan bentuk pengkhianatan atas amanah yang diberikan Allah kepadanya. Seorang pelajar apalagi mahasiswa yang tidak masuk kelas hanya karena perasaan malas dan bosan merupakan perbuatan yang tidak amanah.

Apalagi pelajar dan mahasiswa yang suka bolos sekolah atau kuliah, lalu melakukan tawuran antar sekolah atau antar kampus, jelas pelajar dan mahasiswa yang benar-benar tidak amanah. Apa pun alasannya, perbuatan mereka ini harus memperoleh tindakan yang tegas, baik dari orang tua, sekolah dan kampus, maupun aparat keamanan. Mereka bukan saja berkhianat kepada tata-tertib sekolah, tapi mereka juga telah berkhianat kepada amanah yang telah diberikan orang tua, meresahkan masyarakat secara keseluruhan, sekaligus melawan perintah dan larangan agama.

Guru dan dosen adalah teladan nyata

Sebagaimana pelajar dan mahasiswa, seorang guru dan dosen yang tidak menjalankan peranannya dengan benar, juga termasuk kategori orang yang mengkhianati amanah. Boleh jadi maraknya tawuran antarpelajar dan mahasiswa merupakan akibat dari sikap guru dan dosen yang tidak amanah dalam melaksanakan kewajibannya, yaitu memberikan pendidikan dan teladan kepada anak didik mereka.

Tugas seorang guru dan dosen bukan sekedar menyampaikan dan menerangkan materi pelajaran, tapi juga memberikan teladan yang baik kepada para siswa dan mahasiswa.

Ada pepatah lama, “Guru… berdiri, murid… berlari.” Banyak orang mungkin menganggap petuah ini sebagai nasehat kuno, tapi nyatanya tetap relevan hingga saat ini.

Setiap gerak-gerik guru dan dosen memiliki pengaruh yang amat kuat kepada pribadi anak didiknya. Gaya berbicara, cara menjelaskan pelajaran, bahkan termasuk gaya berjalan dan duduk, banyak siswa dan mahasiswa meniru dari guru dan dosen mereka. Dan berbagai gaya tiruan itu mereka pertahankan hingga puluhan tahun kemudian, bahkan hingga akhir hayat mereka. Boleh jadi banyak guru dan dosen tidak menyadari hal ini, tapi inilah yang terjadi.

Ketika seorang guru dan dosen tidak masuk kelas tanpa alasan, mereka telah mengajarkan kepada anak didiknya untuk tidak masuk kelas pula tanpa alasan. Ketika guru dan dosen menjelaskan pelajaran dengan asal-asalan, mereka telah memberikan alasan kepada siswa dan mahasiswa untuk belajar secara asal-asalan pula. Demikian pula ketika guru dan dosen tidak menegur dan memberikan hukuman yang tegas bagi siswa dan mahasiswa yang mencontek, mereka telah mengajarkan sikap tidak peduli kepada maksiat yang dilakukan oleh orang lain.

Baca Juga:  Apakah Mungkin Seorang Nabi Berlaku Khianat?

***

2. Amanah dalam Bekerja

Orang bilang, sistem tata negara kita ini dalam keadaan kacau-balau di tangan para politikus, hukum negara kita dalam keadaan amburadul di tangan para ahli hukum, dan ekonomi kita dalam keadaan compang-camping di tangan para ekonom. Artinya, bahwa sesungguhnya kita tidak sedang kekurangan orang pintar. Kita pun tidak pernah kekurangan sumber daya alam. Kita “hanya” sedang kekurangan pribadi-pribadi yang amanah, para pegawai yang amanah, para politikus yang amanah, para ekonom yang amanah, para ahli hukum yang amanah. Dan tidak lupa, rakyat yang amanah.

Siapakah di antara kita yang tidak pernah kena tilang bapak polisi? Kiranya hampir semua orang pernah kena tilang di jalan raya. Pada saat itulah, tanpa sadar banyak di antara kita turut merusak mental aparat penegak hukum. Boleh jadi pada awalnya bapak polisi benar-benar ingin menjalankan tugas dengan amanah. Tapi karena ada kesempatan yang disodorkan, mereka pun bisa tergoda dan terbiasa.

Amanah merupakan tanggung jawab bersama, baik sebagai aparat maupun rakyat. Amanah tidak bisa hanya dibebankan kepada para penguasa, namun juga menjadi tugas setiap warga negara.

Contoh sifat amanah dalam bekerja ini dicontohkan oleh salah seorang bawahan Nabi Sulaiman ‘alaihis salam. Marilah kita perhatikan dialog yang diabadikan dalam al-Qur’an ini, di mana Allah berfirman:

قَالَ يَا أَيُّهَا المَلأ أيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَنْ يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ قَالَ عِفْريتٌ مِنْ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ.

Berkata Sulaiman, “Wahai pembesar-pembesar, siapakah di antara kalian yang sanggup membawa singgasana Balqis kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri?”

Berkata ‘Ifrit dari golongan jin, “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu. Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya, lagi amanah.” (an-Naml: 38-39)

Baca Juga: 

Amanah: Pengertian dan Fadhilah dalam al-Qur’an-Hadits

***

3. Amanah dalam Hidup Berumah Tangga

Keluarga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat. Apabila setiap keluarga dalam keadaan tertib, maka masyarakat pun berada dalam keadaan yang tertib pula. Sebaliknya, apabila keluarga dalam keadaan berantakan, maka masyarakat pun dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Oleh karena itu, kita mendapati banyak ayat dalam al-Qur’an yang memberikan tuntunan kepada umat Islam tentang bagaimana membina rumah tangga yang baik, dan mempertahankan keharmonisan suami-isteri.

Sebagai salah satu sifat utama para nabi, amanah amat diperlukan dalam kehidupan rumah tangga. Rumah tangga yang menjadi berantakan, bisa dipastikan karena suami-isteri yang tidak amanah dalam menjalankan peranan masing-masing.

Suami harus amanah

Seorang suami yang mampu membeli satu bungkus rokok, tapi tidak mampu membayar iuran SPP anak-anaknya, tentu bukan suami yang amanah dalam mengelola keuangan rumah tangga. Suami yang bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol bersama teman-temannya, tapi tidak punya waktu untuk bersenda-gurau dengan isterinya, juga bukan suami yang amanah dalam mengelola waktu.

Rasulullah Saw. bersabda:

اليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأ بِمَنْ تَعُولُ.

“Tangan yang di atas lebih mulia daripada tangan yang di bawah, dan mulailah dari orang-orang yang menjadi tanggunganmu.” (HR. Bukhari)

Rasulullah Saw. juga bersabda:

دِينَارٌ أنْفَقْتَهُ في سَبيلِ اللهِ، وَدِينار أنْفَقْتَهُ في رَقَبَةٍ، وَدِينارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أنْفَقْتَهُ عَلَى أهْلِكَ، أعْظَمُهَا أجْراً الَّذِي أنْفَقْتَهُ عَلَى أهْلِكَ.

“Di antara satu dinar yang engkau gunakan untuk perjuangan fi sabilillah, satu dinar yang engkau gunakan untuk membantu memerdekakan seorang budak, satu dinar yang engkau gunakan untuk membantu orang miskin, dan satu dinar yang engkau gunakan untuk menafkahi keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah yang engkau gunakan untuk menafkahi keluargamu.” (HR. Muslim)

Istri wajib amanah

Seorang isteri yang mampu menyisihkan sekian persen keuangan keluarga untuk membeli perabot dapur, tapi tidak mampu menyisihkan seperser pun uang untuk infaq, juga bukan tipe isteri yang amanah.

Dalam hal amanah dalam rumah tangga ini, secara khusus Nabi Muhammad Saw. memberikan sebuah pesan yang amat penting. Beliau bersabda:

إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الأَمَانَةِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِى إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِى إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا.

“Sesungguhnya di antara amanah yang besar di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang berduaan dengan isterinya, lalu lelaki itu mengungkapkan rahasia isterinya.” (HR. Muslim)

Baca Juga:  Cara Menumbuhkan dan Merawat Sifat Amanah

***

4. Amanah dalam Berdakwah

Dakwah merupakan salah satu lahan amal kebajikan yang berlimpah pahala. Rasulullah Saw. bersabda:

فَوَاللَّهِ لأَنْ يَهْدِىَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ.

“Demi Allah, bila Allah memberikan hidayah kepada seseorang dengan perantaraan dirimu, maka itu lebih baik bagimu daripada engkau memiliki seekor unta merah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Persamaan dai dan nabi

Demikian mulianya kedudukan seorang dai di tengah masyarakat, ada beberapa sisi kesamaan antara kedudukan seorang dai dan seorang nabi.

Pertama, baik nabi maupun dai memiliki tugas menyampaikan dakwah Islam kepada umat manusia. Bedanya, nabi memiliki wilayah dakwah yang jauh lebih luas daripada dai. Dalam satu masa jumlah nabi hanya ada satu atau dua orang saja, sedangkan jumlah dai bisa amat banyak.

Kedua, baik nabi maupun dai akan menjadi panutan dalam bidang agama bagi masyarakat. Bedanya, setiap nabi itu bersifat maksum. Artinya, apabila berbuat kesalahan, nabi akan memperoleh teguran langsung dari Allah Swt. Oleh karena itu, setiap yang dikatakan dan diperbuat oleh nabi menjadi rujukan agama secara sah.

Setiap nabi merupakan panutan yang bersifat mutlak. Adapun seorang dai tidaklah maksum. Ia bisa saja berbuat salah, tetapi tidak memperoleh teguran secara langsung dari Allah. Oleh karena itu, apabila perkataan dan perbuatan bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits, orang lain berkewajiban untuk menegurnya. Dalam hal ini, seorang dai hanya boleh dijadikan panutan apabila perkataan dan perbuatannya tidak bersesuaian dengan al-Qur’an dan hadits.

Mengingat demikian agung kedudukan seorang dai, maka sudah sepantasnya seorang dai wajib memiliki sifat amanah. Seorang dai yang bersifat khianat bukan hanya membuat orang tidak percaya kepada dai yang bersangkutan. Apabila orang awam mendapati seorang dai tidak bersifat amanah, ia akan menuduh agama Islam sebagai agama yang tidak amanah pula. Memang penilaian ini sudah tentu tidak bisa dibenarkan, tapi inilah yang terjadi. Oleh karena itu, seorang dai harus bersifat amanah.

Baca Juga: 

Fathanah: Pengertian dan Urgensinya dalam al-Qur’an-Hadits

***

5. Amanah sebagai Pemimpin

Pemimpin merupakan panutan bagi warga masyarakat. Apabila seorang pemimpin bersikap amanah, maka warga masyarakat pun akan termotivasi untuk bersikap amanah pula. Sebaliknya, apabila pemimpin bersikap khianat, maka masyarakat pun akan memiliki alasan untuk bersikap khianat pula.

Oleh karena itu, dalam surat-surat yang dikirimkan kepada para pemimpin berbagai wilayah Jazirah Arab dan sekitarnya, Nabi Muhammad Saw. memberikan pesan, bahwa apabila para pemimpin itu masuk agama Islam, maka mereka akan mendapatkan pahala dua kali lipat. Sebaliknya, apabila mereka menolak agama Islam, maka mereka juga akan mendapatkan dosa dua kali lipat.

Selain sebagai panutan, keputusan seorang pemimpin akan memberikan dampak yang amat luas. Dalam hal inilah, seorang pemimpin harus bersifat dan bersikap amanah. Nabi Muhammad pun berpesan:

إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.

Bila urusan diserahkan kepada orang yang tidak tepat, maka tunggulah kiamat. (HR. Bukhari)

***

6. Amanah sebagai Rakyat Biasa

Banyak orang beranggapan, bahwa yang harus bersifat amanah itu cukup pemimpin saja. Adapun rakyat boleh-boleh saja bersifat tidak amanah, alias khianat. Anggapan demikian jelas merupakan anggapan yang tidak bisa dibenarkan.

Dialektika pemimpin dan rakyat

Setiap pemimpin yang baik pastilah sebelumnya merupakan rakyat yang baik. Dalam kampanye banyak calon kepala daerah berjanji, bahwa bila kelak menjadi pemimpin, maka dia akan merubah seluruh perilakunya, dari buruk menjadi baik. Tapi akan terbukti, bahwa janji akan tinggal janji, dan tidak pernah menjadi kenyataan. Sebelum menjadi pemimpin, hendaknya setiap calon pemimpin telah memberikan bukti, bahwa selama menjadi rakyat biasa, dia telah menjadi rakyat yang amanah.

Di antara bentuk sifat rakyat yang amanah, hendaknya kita menerapkan sifat amanah itu dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi (hamba Allah), pelajar, pekerja, kepala/ibu rumah tangga, dan seterusnya. Termasuk amanah ketika kita masuk ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), baik pada acara pemilihan presiden, kepala daerah, maupun pemilihan anggota DPR/DPRD.

Pemimpin lahir dari rakyat

Seringkali kita sebagai rakyat berlaku tidak amanah ketika di TPS, sehingga kita memilih calon presiden, kepala daerah, maupun anggora DPR secara asal-asalan. Atau bahkan banyak di antara kita yang bersikap golput. Tapi kita tetap mengharapkan hadirnya para pemimpin yang amanah. Tentu saja sikap yang demikian tidaklah fair, tidak adil. Kita sendiri tidak bersifat amanah, tapi mengharapkan orang lain bersifat amanah.

Bila kita bersedia bersikap adil, sebagai rakyat kita harus berusaha bersifat amanah lebih dahulu, sebelum kita mengharapkan para pemimpin bersifat amanah pula. Karena sesunggunyalah, para pemimpin itu merupakan cermin dari keadaan rakyat yang dipimpinnya. Seorang pemimpin tidak mungkin menduduki jabatan sebagai pemimpin, tanpa dipilih oleh rakyat. Rakyat yang amanah akan melahirkan pemimpin yang amanah, dan sebaliknya, rakyat yang tidak amanah juga akan melahirkan pemimpin yang tidak amanah.

Kisah Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib

Pada masa Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib terjadi banyak kekacauan. Ada seseorang bertanya kepada beliau, “Wahai ‘Ali… Ketika Abu Bakar, Umar dan Utsman memimpin kami, negara dalam keadaan aman. Tapi mengapa ketika engkau yang memimpin kami, negara dalam keadaan kacau-balau?”

Khalifah ‘Ali menjawab, “Ketika Abu Bakar, Umar dan Utsman memimpin, semua rakyat memiliki sifat seperti aku. Oleh karena itu negara dalam keadaan aman. Sedangkan ketika aku memimpin, semua rakyat memiliki sifat seperti kamu. Oleh karena itu negara dalam keadaan kacau-balau.”

Sebuah jawaban yang sangat cerdas dan demikian cermat. Oleh karena itu, sebagai rakyat biasa hendaknya kita berusaha sekuat tenaga untuk menjadi rakyat yang bersifat amanah. Dengan izin Allah, pada gilirannya, kita pun akan memiliki para pemimpin yang juga bersifat amanah.

Baca Juga:  Contoh Sifat Fathanah dalam Kehidupan Sehari-hari

***

7. Amanah dalam Interaksi Sosial Secara Umum

Islam merupakan agama yang unik. Agama Islam tidak sama dengan agama-agama yang lain. Apabila agama selain Islam hanya mengurusi masalah ibadah ritual, agama Islam mengurusi ibadah ritual sekaligus sosial. Bila agama selain Islam hanya memberikan perintah berbuat baik, agama Islam memberikan perintah berbuat baik sekaligus menjelaskan tentang bagaimana berbuat yang baik dan benar. Apabila agama selain Islam hanya mengatur bagaimana hidup bermasyarakat secara amat umum, agama Islam mengatur tentang bagaimana hidup bermasyarakat itu dengan amat detail.

Oleh karena itulah, dalam Islam kita mengenal adanya istilah Hukum Islam. Dalam agama lain, kita belum pernah mendengar istilah Hukum Kristen, Hukum Katolik, Hukum Hindu, Hukum Budha, Hukum Konghuchu, Hukum Shinto, atau Hukum Yahudi. Kemudian belakangan ini kita juga mengenal istilah Bank Islam, Bank Syari’ah, Ekonomi Islam, Politik Islam, Psikologi Islam, dan seterusnya.

Semua itu menjadi bukti bahwa agama Islam tidak hanya mengatur urusan masjid dan kuburan. Islam merupakan agama yang mengatur seluruh bidang kehidupan umat manusia. Dalam kerangka inilah, Nabi Muhammad Saw. memberikan peringatan kepada siapa saja untuk tidak saling merugikan. Setiap orang hendaknya berbuat segala sesuatu dengan amanah. Beliau bersabda:

مَنْ ضَارَّ ضَارَّ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ شَاقَّ شَاقَّ اللَّهُ عَلَيْهِ.

“Barangsiapa mencelakakan orang lain, maka Allah akan mencelakakan dirinya. Dan barangsiapa mempersulit orang lain, maka Allah akan mempersulit dirinya.” (HR. Tirmidzi)

Dalam kesempatan yang lain, beliau juga memberikan peringatan:

مَلْعُونٌ مَنْ ضَارَّ مُؤْمِنًا أَوْ مَكَرَ بِهِ.

“Barangsiapa mencelakakan atau merugikan seorang yang beriman, maka dia orang yang dilaknat.” (HR. Tirmidzi)

_____________

Sumber dan Bacaan: 

– Buku ar-Rusul war-Risalat‘, Syeikh Umar Sulaiman al-Asyqat.

– Artikel Shifat al-Anbiya’ war RusulSyeikh Batul ad-Daghim. mawdoo3.com

– Buku Dahsyatnya 4 Sifat NabiAhda Bina A. Lc. 

Tags:

One thought on “Contoh Sifat Amanah dalam Kehidupan Sehari-hari

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.