SHOPPING CART

close

Hadits Arbain Nawawi (41): Mampu Menundukkan Hawa Nafsu

Setengah syahadat kita adalah kesaksian Muhammad Saw. sebagai utusan pembawa risalah kenabian. Hal ini menunjukkan peranan utama Rasulullah Saw. sebagai pribadi yang wajib kita taati dengan sebaik mungkin.

Mungkin saja ada orang berpendapat dengan logikanya sendiri, bukankah yang wajib kita taati itu cukup Allah saja. Bukankah Nabi Muhammad itu juga manusia biasa sama seperti kita?

Di sinilah kita perlu memahami bahwa semua nabi adalah manusia biasa dalam arti yang sebenarnya. Butuh makan, minum, pasangan hidup, dan kadang juga suka bercanda. Namun mereka adalah manusia pilihan. Manusia terbaik yang mengemban amanah risalah kenabian, di antaranya adalah memberikan contoh terbaik dalam pelaksanaan perintah Allah.

Ibaratnya manusia itu adalah bebatuan. Ada yang berupa batu biasa, ada yang berwujud batu istimewa, seperti: batu permata dan batu akik. Itulah para nabi.

Adapun Muhammad Saw. merupakan permatanya permata. Akiknya akik. Core of the core. Itulah nabi kita, nabi paling agung, nabi paling mulia.

Sebelum kita lanjutkan, marilah kita perhatikan hadits ini, semoga Allah memberikan kepada kita kemudahan untuk memahami setiap ajaran agama Islam dengan sebaik-baiknya.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 40: Gunakanlah Waktu Sebaik-baiknya

***

A. Teks Hadits Arbain Nawawi (41)

 :عَنْ أبي مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ

:قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ

حديث صحيح ورويناه في “كتاب الحجة” بإسناد صحيح

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 42: Luasnya Pintu Ampunan Allah Swt.

***

B. Terjemah Hadits Arbain Nawawi (41)

Dari Abu Muhammad Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda:

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga hawa nafsunya tunduk kepada risalah yang aku bawa.”

(Hadits hasan shahih, yang kami riwayatkan pada Kitab al-Hujjah dengan sanad yang shahih.)

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi (1): Niat Menentukan Amal Perbuatan

***

C. Penjelasan Hadits Arbain Nawawi (41)

Selanjutnya berikut beberapa catatan dan keterangan yang bisa kami sampaikan:

1. Tidak Beriman

Hadits ini dimulai dengan pernyataan, bahwa tidaklah beriman. Apakah artinya bahwa orang yang tidak taat pada Rasulullah itu kafir? Ada beberapa kemungkinan.

Pertama, dia tidak taat karena meyakini Muhammad itu bukan nabi. Seperti keyakinan orang-orang ahli kitab. Maka dia sama dengan orang-orang ahli kitab, yaitu: kafir.

Kedua, dia tidak taat karena kalah oleh hawa nafsunya sendiri. Jadi dia sudah beriman bahwa Muhammad adalah seorang nabi. Hanya saja hawa nafsunya tidak mau tunduk. Maka dia tetap beriman, namun imannya tidak sempurna.

Sehingga makna hadits ini:

Tidaklah kalian beriman dengan iman yang sempurna, sampai hawa nafsunya tunduk kepada risalahku.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi (2): Islam Iman Ihsan dan Tanda Kiamat

**

2. Menundukkan Hawa Nafsu

Iman yang paling tinggi dan sempurna adalah tunduknya hawa nafsu kita setiap perintah dan larangan Nabi Muhammad Saw. Untuk sampai kepada tingkatan ini diperlukan latihan (riyadhah) dan kesungguhan (mujahadah).

Tidak mungkin tiba-tiba saja iman kita jadi sempurna. Mustahil orang baru masuk Islam langsung sempurna keislamannya. Semua perlu proses yang bertahap.

Ada yang prosesnya perlahan dan sedikit demi sedikit, namun juga ada yang mampu melakukan lompatan dan percepatan yang lebih baik dibandingkan yang lain.

Jangankan kita sebagai manusia biasa. Nabi Muhammad sendiri memberikan pengakuan, bahwa beliau mampu menjadi manusia paripurna adalah berkah pendidikan terbaik yang beliau terima dari Allah Swt.

Dalam al-Qur’an hal ini sudah banyak dijelaskan. Bahwa sifat-sifat dasar manusia cenderung untuk negatif. Seperti sifat lemah, bodoh, banyak berkeluh-kesah. Oleh karena itulah kita diperintahkan untuk belajar sepanjang hayat.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi (3): Rukun Agama Islam Yang Utama

**

3. Misi Kenabian

Misi kenabian yang paling utama ada tiga, yaitu: tauhid, syariah dan akhlak yang mulia.

Tauhid ini bersifat vertikal murni. Hubungan manusia dengan Sang Maha Pencipta. Taat kepada-Nya sebagai wujud penghambaan diri. Intinya adalah menghinakan diri sendiri di hadapan-Nya. Takut pada kebesaran dan kuasa-Nya. Sekaligus cinta sejati dengan segala konsekuensinya.

Adapun syariah ini ada yang vertikal-ketuhanan dan ada yang horizontal-kemanusiaan. Namun dalam praktiknya keduanya menyatu. Hanya porsinya yang berbeda-beda antara satu amalan syariah dengan yang lainnya.

Misalnya shalat. Dalam shalat itu ada unsur syariah yang vertikal, seperti: niat dan khusyuk. Namun juga ada unsur syariah yang horizontal, seperti: perintah bersiwak dan shaf yang rapi.

Kemudian akhlak yang mulia. Ini merupakan puncak dari ajaran Islam. Sebagaimana Rasulullah Saw. nyatakan dengan tegas, bahwa tidaklah beliau diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Nabi Muhammad Saw. pun tidak menerima pujian setinggi langit dari Allah, melainkan karena akhlak beliau yang sungguh mulia.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi (4): Takdir Perjalanan Hidup Manusia

**

4. Iman dan Taat

Keduanya saling terhubung dengan kuat. Satu sama lain saling mempengaruhi. Iman kita semakin bertambah dengan cara semakin taat. Tambah rajin ibadah, ataupun melakukan kebajikan bagi sesama.

Sebaliknya, maksiat akan mengurangi kadar keimanan. Korupsi waktu apalagi amanah. Atau merugikan orang lain, apalagi orang banyak. Na’udzu billahi min dzalik.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi (5): Larangan Keras Berbuat Bid’ah

**

5. Status Hadits

Sebagian ulama berpendapat hadits ini termasuk hadits yang dha’if atau lemah. Misalnya Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albani. Secara tegas beliau menyatakan hadits ini termasuk hadits dha’if.

Perbedaan pendapat dalam hal ini adalah biasa. Sebagian ulama mengatakan shahih, sebagian yang lain mengatakan dha’if. Sama seperti hukum rokok, qunut Shubuh, maupun jumlah rakaat tarawih.

Kita sebagai orang awam boleh ikut pendapat yang mana saja, sesuai dengan kemampuan ilmiah dan kemantapan hati masing-masing. Karena Allah tidak membebani seorang hamba di luar kemampuannya.

Adapun Imam Nawawi penyusun Hadits Arba’in ini merupakan sosok intelektual sekaligus agamawan yang tidak diragukan lagi akan kapasitasnya sebagai ulama besar sepanjang masa. Baik di bidang tafsir, fiqih, maupun di bidang hadits yang mulia ini. Sehingga kalaupun kita bertaqlid pada beliau, karena kurangnya ilmu dan wawasan, maka tidak ada masalah sama sekali.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi (6): Menghindari Perkara Syubhat

***

Penutup

Sampai di sini, sudah sejauh manakah ketaatan kita pada risalah kenabian? Apa saja yang sudah kita lakukan untuk semakin menyempurnakan ketaatan dan keimanan kita?

Demikianlah beberapa catatan dan penjelasan singkat yang bisa kami sampaikan.

Semoga ada manfaatnya bagi kita bersama.

Allahu a’lam.

_____________________

Bacaan Utama:

Kitab Jami’ al-‘Ulum wal-Hikam. Imam Ibnu Rajab al-Hambali.

kitab-jami'-ulum-wal-hikam

Untuk menyimak hadits arbain yang lain, silakan klik link berikut ini:

42 Hadits Arbain Nawawiyah

Tags:

One thought on “Hadits Arbain Nawawi (41): Mampu Menundukkan Hawa Nafsu

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.