SHOPPING CART

close

Hadits Arbain (22): Masuk Surga dengan Amal Yang Wajib Saja

Islam adalah agama sempurna dengan berbagai karakteristik yang memikat. Misalnya dalam hal ini adalah sifatnya yang fleksibel. Islam bisa menampung keinginan orang yang perfeksionis, yaitu orang yang pingin serba sempurna. Namun Islam juga bisa menerima orang yang minimalis, yaitu orang yang ingin mengerjakan yang seperlunya saja.

Boleh jadi kebanyakan kita akan memandang remeh dan sepele orang yang minimalis dalam beragama. Di mana dia hanya mengerjakan shalat lima waktu, dan tidak pernah shalat sunnah sama sekali. Dia tidak pernah shalat tahajud, dhuha, rawatib, dan lain-lain. Demikian pula dalam hal puasa, dia hanya mengerjakan puasa Ramadhan. Tidak pernah puasa Senin-Kamis maupun yang lain.

Nah, mulai sekarang nampaknya kita harus merubah pandangan tersebut. Bila kita bertanya, “Mengapa?” maka jawabannya ada dalam hadits di bawah ini. Marilah kita simak dengan baik. Semoga Allah Swt. berkenan membukakan pintu ilmu, hikmah dan hidayah-Nya bagi kita semua.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 21: Perintah Istiqamah dengan Syahadat

***

A. Teks Hadits Arbain Nawawi (22)

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا

،أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

فَقَالَ: أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ اْلمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ

،وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ

وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئاً، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ؟

.قَالَ: نَعَمْ

.رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 23: Amalan-amalan Istimewa dalam Islam

**

B. Terjemah Hadits Arbain Nawawi (22)

Dari Abu Abdillah Jabir bin Abdullah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhuma:

Bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah Saw., “Bila aku melaksanakan shalat wajib, berpuasa Ramadhan, menghalalkan yang halal, mengharamkan  yang haram, dan tidak menambah itu dengan sedikit pun (amal sunnah), apakah aku akan masuk surga?”

Beliau menjawab, “Ya.”

(HR. Muslim).

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 24: Kasih Sayang Allah kepada Umat Manusia

***

C. Penjelasan Hadits Arbain Nawawi (22)

Selanjutnya berikut ini kami sampaikan beberapa catatan yang berkaitan dengan hadits di atas:

1. Siapakah Laki-laki dalam Hadits Ini

Namanya Nu’man bin Qauqal al-Khuza’i, radhiyallahu ‘anhu. Beliau termasuk shahabat yang berangkat Perang Badar, dan mati syahid dalam Perang Uhud.

Pada waktu Perang Badar itu Nu’man berkata, “Aku bersumpah atas nama-Mu ya Allah. Tidaklah matahari tenggelam hari ini melainkan aku telah menginjakkan kakiku yang pincang ini hamparan hijaunya surga.”

Setelah Nu’man mati syahid, Rasullah Saw. bersabda,

“Sungguh Nu’man telah berbaik sangka kepada Allah. Maka dia pun mendapati-Nya sesuai persangkaannya itu. Sungguh aku telah melihat Nu’man sedang menginjakkan kakinya di hamparan hijaunya surga, dan kakinya tidak pincang lagi.”

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 25: Indahnya Bersaing dalam Kebajikan

**

2. Mengerjakan Yang Wajib Sudah Cukup

Wajib artinya harus, tidak ada pilihan lain. Arti wajib dilakukan adalah harus dilakukan. Makna wajib ditinggalkan berarti harus benar-benar ditinggalkan.

Tidak semua yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya itu bersifat wajib. Lebih banyak yang sunnah. Istilahnya sekarang optional. Boleh pilih. Adapun yang wajib itu hanya sedikit.

Misalnya dalam hal shalat. Yang wajib hanya shalat lima waktu itu. Adapun yang lain sifatnya sunnah. Seperti: shalat tahajud, dhuha, rawatib, tahiyatul masjid, hajat, idul adha, idul fitri, istisqa’, istikharah, dan lain-lain.

Bila kita sudah mengerjakan yang wajib dengan baik dan sungguh-sungguh, maka hal itu sudah cukup sebagai syarat untuk masuk surga.

Demikian pula halnya dengan puasa. Yang wajib hanya puasa Ramadhan. Ada puasa yang wajib juga, tapi hanya sedikit dan berlaku khusus untuk orang-orang tertentu. Misalnya puasa nadzar, puasa kafarah, dan puasa pengganti dam dalam pelaksanaan haji bagi orang yang tidak bisa menyediakan seekor kambing.

Adapun puasa yang sunnah jauh lebih banyak. Seperti: puasa Daud, puasa ayyamul bidh, puasa Sya’ban, puasa Senin-Kamis dan lain-lain.

Bila kita sudah mengerjakan puasa yang wajib saja dengan benar dan tertib, meskipun tidak pernah mengerjakan puasa sunnah sama sekali, maka tidak ada masalah. Hal itu sudah cukup sebagai syarat untuk mengantarkan kita ke dalam surga.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 26: Demikian Luasnya Pintu Sedekah

**

3. Makna Menghalalkan Yang Haram dan Mengharamkan Yang Haram

Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, artinya: tidak melawan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Tunduk dan patuh pada ketentuan-Nya dengan mengesampingkan bisikan hawa nafsunya.

Kebalikannya adalah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Karena dorongan hawa nafsunya tadi, maka dia merubah ketentuan yang telah Allah tetapkan.

Menghalalkan yang haram itu misalnya: menghalalkan perzinahan, perjudian ataupun minuman keras. Baik dia mengerjakan larangan itu maupun tidak.

Mengharamkan yang halal itu misalnya: mengharamkan daging kambing, daging sapi, sayur-sayuran, buah-buahan, ataupun biji-bijian. Baik dia mengharamkannya itu untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.

Perbuatan menghalalkan dan mengharamkan ini tidak terbatas pada makanan saja. Namun juga berkaitan dengan seluruh bidang kehidupan sehari-hari. Misalnya: model pakaian, jenis profesi, macam-macam aktivitas dan berbagai kebiasaan sehari-hari yang kadang dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 27: Tanyakanlah kepada Dirimu Sendiri

**

4. Mengharamkan Yang Halal Sama dengan Menghalalkan Yang Haram

Orang awam biasanya mengira bahwa mengharamkan yang halal itu boleh-boleh saja, bahkan dia menganggapnya sebagai perbuatan terpuji. Karena mereka menganggap bahwa orang yang mengharamkan yang halal itu adalah orang yang kuat dan hebat.

Memang ada orang yang karena ilmunya sangat terbatas, dia mengharamkan yang halal. Misalnya dia mengharamkan ikan teri. Karena pada umumnya ikan teri itu mati tanpa disembelih, alias bangkai. Padahal bangkai itu diharamkan dalam al-Qur’an. Selain itu, pada umumnya ikan teri itu dimasak tanpa membersihkan isi perutnya terlebih dahulu. Padahal kotoran ikan termasuk barang najis yang wajib dibersihkan.

Contoh di atas bukan hanya cerita karangan. Hal itu benar-benar terjadi. Bahkan ada juga orang yang mengharamkan daging ayam, meskipun sudah disembelih dengan benar. Karena dia menganggap bahwa ayam termasuk binatang yang bercakar. Dan binatang yang bercakar itu termasuk yang diharamkan.

Semua itu merupakan contoh nyata orang yang mengharamkan yang halal karena kebodohannya. Oleh karena itulah kita diperintahkan untuk selalu belajar dengan serius, terutama belajar al-Qur’an dan hadits yang merupakan sumber utama ajaran Islam. Sehingga kita memiliki ilmu dan wawasan yang benar. Atau minimal kita mengikuti orang-orang yang sudah diakui kesalehan dan keilmuannya dengan baik oleh masyarakat luas. Dengan tujuan supaya kita terhindar dari sikap ekstrem yang sesat dan menyesatkan.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 28: Selalu Mengikuti Sunnah Rasulullah Saw.

***

Penutup

Demikianlah beberapa catatan dan keterangan yang bisa kami sampaikan. Semoga ada manfaatnya bagi kita bersama.

Allahu a’lam.

_____________________

Bacaan Utama:

Kitab Jami’ al-‘Ulum wal-Hikam. Imam Ibnu Rajab al-Hambali.

kitab-jami'-ulum-wal-hikam

Untuk menyimak hadits arbain yang lain, silakan klik link berikut ini:

42 Hadits Arbain Nawawiyah

Tags:

One thought on “Hadits Arbain (22): Masuk Surga dengan Amal Yang Wajib Saja

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.