A. Pertanyaan
Assalamu’alaikum
Afwan Ustadz , mau bertanya.
Jika kita tahu ada keluarga kita yang penghasilannya haram dan syubhat. Misal dari kerja di pabrik rokok, di bank riba, kerja di pajak, dan atau kurang perhatian dengan cara mencari nafkah dalam hal halal dan haram.
Kemudian kita bertamu dan makan makanan mereka. Apakah masih termasuk ikut memakan makanan yang haram? Yang mana daging yang haram akan berpengaruh pada tubuh, dan tidak terkabulnya doa.
Dengan kata lain:
Apa hukum menyantap hidangan saat kita bertamu kepada keluarga yang kita tahu penghasilannya diperoleh dari pekerjaan yang haram atau minimal syubhat?
Baca Juga:
Hukum Perempuan Bepergian Tanpa Mahram
***
B. Jawaban
1. Ungkapan Syukur
Pertama, kami ingin menyampaikan rasa salut kepada Anda yang telah menyampaikan pertanyaan seperti ini. Di zaman sekarang banyak orang Islam tidak terlalu peduli dengan asal-muasal makanan yang mereka konsumsi. Entah halal atau haram, apalagi syubhat. Oleh karena itu, sangat jarang ada pertanyaan seperti ini. Hal ini tentu saja membuat kami berbesar hati, semoga semakin banyak orang Islam yang memiliki kepekaan syariat seperti Panjenengan. Semoga Allah memberikan sikap istiqamah kepada Panjenengan dan keluarga, juga kepada kita semua, amin…
2. Saling Menghormati antara Tuan Rumah dan Tamu
Rasulullah Saw. memberikan tuntunan kepada kita untuk selalu menghormati tamu. Yaitu dengan memberikan sambutan dan perlakuan yang baik. Bila di rumah ada makanan dan minuman, hendaknya bisa kita sajikan sebagaimana mestinya. Maka sebagai hubungan timbal baliknya, bila kita bertamu kepada orang lain, maka kita pun wajib memberikan penghormatan yang sepadan atau lebih baik kepada tuan rumah.
Bila tuan rumah saja wajib menghormati tamu, maka demikian pula tamu wajib menghormati tuan rumah. Sehingga kedua belah pihak memiliki tanggung jawab untuk saling menghormati dan memuliakan satu sama lain.
3. Menyantap Hidangan Itu Termasuk Penghormatan
Allah Swt. memberikan perintah secara tegas. Bila kita memperoleh penghormatan dari orang lain, maka kita wajib memberikan penghormatan yang setara, atau kalau bisa malah memberikan penghormatan yang lebih baik. Misalnya orang lain lain memberikan penghormatan berupa salam, maka kita pun wajib memberikan salam. Minimal yang sepadan, dan disunnahkan menjawab dengan lebih baik.
Oleh karena itu, bila tuan rumah telah memberikan hidangan sebagai bentuk penghormatan, maka sudah sewajarnya kita pun sebagai tamu hendaknya menyantap hidangan tersebut. Bukan semata karena hidangan tersebut nikmat, tapi juga sebagai bentuk penghormatan kepada tuan rumah yang telah bersusah payah menyajikannya.
4. Bagaimana kalau ternyata hidangan tersebut haram?
Ya. Bagaimana kalau ternyata yang disajikan oleh tuan rumah itu adalah makanan yang haram. Misalnya: daging babi atau minuman keras?
Maka jawabannya sudah pasti dan jelas: Jangan dimakan dan jangan diminum sedikit pun. Karena semua sajian tersebut hukumnya sudah sangat jelas: Haram. Sebagai orang Islam kita wajib menghindari makanan dan minuman seperti itu.
Seandainya tuan rumah belum tahu bahwa daging babi dan minuman keras itu haram bagi kita, misalnya karena dia beragama Katolik atau Kristen. Atau baru saja masuk Islam dan belum tahu daging babi dan minuman keras itu haram. Maka hendaknya kita memberikan penjelasan, bahwa agama Islam melarang umatnya untuk mengkonsumsi daging babi dan minuman keras. Tentu saja dengan cara yang baik. Bukan dengan cara yang kasar ataupun menyakitkan.
5. Bagaimana kalau tuan rumah berprofesi haram?
Seandainya kita bertamu kepada seseorang yang mempunyai profesi haram. Misalnya dia adalah seorang pencuri. Dan kita tahu semua benda yang ada di rumahnya adalah hasil curian. Maka hendaknya kita jangan pernah bertamu kepada orang seperti itu. Kecuali untuk keperluan yang sangat mendesak. Dan bertamunya itu hendaknya dilakukan secepat mungkin.
Hal ini merupakan sunnah Rasulullah Saw. Beliau tidak suka berlama-lama di tempat maksiat. Meskipun maksiat itu dilakukan ratusan ataupun ribuan tahun yang lalu. Maka hendaknya kita pun jangan berlama-lama duduk di tempat seperti itu. Supaya kita pun jangan ikut mengkonsumsi makanan dan minuman dari tuan rumah seperti itu.
6. Bagaimana kalau ternyata hidangan itu diperselisihkan halal-haramnya?
Panjenengan benar. Rokok, bunga bank, pajak merupakan contoh materi yang diperselisihkan oleh para ulama. Apakah benda-benda itu termasuk barang haram atau halal. Perdebatan yang sangat panjang. Dan biarlah debat ilmiah seperti itu tetap menjadi bahan kajian ilmiah sebagai bukti luasnya kekayaan intelektual umat Islam.
Lalu bagaimana sikap kita?
Bila kita termasuk masyarakat yang memilih pendapat bahwa rokok, bunga bank dan pajak itu haram. Maka hendaknya kita menjauhi rokok, bunga dan makan hasil pajak. Sebisa mungkin.
Saya katakan: sebisa mungkin. Karena praktiknya memang tidak mudah. Bagaimana kita bisa menghindari jalan-jalan yang dibangun oleh pemerintah dari hasil pajak? Mustahil. Kita tidak bisa menghindarinya. Makanya kita hindari sebisanya saja. Yang tidak bisa dihindari, maka kita tebus dengan memperbanyak istighfar dan amal saleh.
Bila kita termasuk masyarakat yang memilih pendapat bahwa rokok, bunga bank dan pajak itu halal. Maka urusannya menjadi mudah.
Hal yang serupa bisa kita terapkan untuk menjawab pertanyaan utama di atas:
Apa hukumnya kita menyantap hidangan yang disajikan oleh tuan rumah yang menjadi pegawai di pabrik rokok, bank konvensional dan kantor pajak?
Semoga penjelasan di atas sudah menjawab pertanyaan tersebut.
Baca Juga:
***
Penutup
Demikian tanya jawab singkat kali ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita bersama. Bila ada tambahan keterangan atau koreksi dari Pembaca. Mohon tidak sungkan untuk menyampaikan pada kolom komentar.
Allahu a’lam bis-shawab.
___________________
Bacaan Utama:
Artikel 1: حكم الأكل من طعام إنسان كل ماله أو معظمه من كسب حرام
Artikel 2: Anjuran Memberi Suguhan kepada Tamu, Bagaimana Hukumnya?