SHOPPING CART

close

Inilah Hukum Menikah dalam Islam Berdasarkan Hadits

Hukum Menikah

Rasulullah Saw. memberikan perintah kepada siapa saja yang telah mampu menanggung beban pernikahan untuk segera menikah. Apabila belum mampu untuk menikah, hendaknya ia memperbanyak puasa sunnah, karena puasa itu mampu meredam hasrat seksual.

Berdasarkan hal ini, hukum menikah itu tidaklah sama untuk berbagai keadaan yang berbeda-beda. Bagi orang yang sudah mampu menanggung beban pernikahan dan khawatir akan terjerumus kepada perzinahan, maka ia wajib untuk segera menikah.

Adapun bagi orang yang sudah mampu menanggung beban pernikahan, namun masih mampu mengendalikan hasrat seksualnya dengan baik sehingga aman dari perzinahan, maka hukum menikah baginya tidaklah wajib, melainkan sunnah.

***

Hadits Perintah Menikah

Terdapat beberapa hadits yang secara khusus memberikan anjuran kepada umat Islam untuk melaksanakan pernikahan. Berikut ini beberapa hadits dimaksud, terjemah, mufradat,

– Hadits Ibnu Mas’ud ra.

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. وَاهُ الْجَمَاعَةُ.

Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Para Pemuda, barangsiapa diantara kalian telah mampu menanggung beban pernikahan, hendaknya ia segera menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu lebih dapat menundukkan pandangan, dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu, hendaknya ia berpuasa. Karena sesungguhnya berpuasa itu baginya merupakan pengekang syahwat.” (HR. Jama’ah)

– Hadits Sa’d bin Abi Waqash ra.

وَعَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ : رَدَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ، وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لَاخْتَصَيْنَا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Sa’d bin Abi Waqqâsh, dia berkata, “Rasulullah Saw. pernah melarang ‘Utsman bin Mazh’ûn membujang. Dan seandainya Rasulullah mengizinkan dia membujang, tentu kami telah berkebiri.” (Muttafaq ‘alaih.)

– Hadits Anas ra.

وَعَنْ أَنَسٍ : أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَعْضُهُمْ : لَا أَتَزَوَّجُ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ : أُصَلِّي وَلَا أَنَامُ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ : أَصُومُ وَلَا أُفْطِرُ. فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ : مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَنَامُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Anas, bahwa ada sebagian shahabat Nabi berkata, “Aku tidak akan kawin.” Sebagian yang lain berkata, “Aku akan shalat terus-menerus dan tidak tidak akan tidur.” Dan sebagian yang lain lagi berkata, “Aku akan berpuasa sepanjang masa.” Kemudian hal itu sampai kepada Nabi Saw. Maka beliau bersabda: “Apa maksud orang yang berkata demikian dan demikian. Padahal aku berpuasa, namun juga berbuka. Shalat namun juga tidur. Dan juga mengawini perempuan. Siapa yang tidak menyukai sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku.” (Muttafaq ‘alaih.)

– Hadits Ibnu ‘Abbas ra.

وَعَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ : قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ : هَلْ تَزَوَّجْتَ ؟ قُلْتُ : لَا. قَالَ : تَزَوَّجْ، فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْبُخَارِيُّ.

Dari Sa’id bin Jubair, dia berkata, “Ibnu ‘Abbâs pernah berkata padaku, “Apakah engkau sudah kawin?” Aku menjawab, “Belum.” Dia berkata, “Kawinlah, karena sesungguhnya sebaik-baik orang dari umat Islam adalah yang paling banyak istrinya.” (HR. Ahmad dan al-Bukhâri).

– Hadits Samurah ra.

وَعَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ التَّبَتُّلِ. وَقَرَأَ قَتَادَةُ ( وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً ). رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ.

Dari Qatâdah, dari Hasan, dari Samurah, bahwa Nabi Saw. melarang (hidup) membujang. Lalu Qatâdah membaca ayat, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu, dan Kami berikan kepada mereka istri dan anak cucu.”[2] (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

– Hadits Ma’qil bin Yasar ra.

وَعَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إنِّي أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ، وَإِنَّهَا لَا تَلِدُ، أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟ قَالَ: لَا. ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ.

Dan dari Ma’qil bin Yasar, dia berkata, “Seseorang menemui Nabi Saw. dan bertanya, “Sungguh aku telah menemukan seorang wanita yang memiliki nasab baik dan cantik, namun dia tidak bisa memberikan keturunan. Apakah aku boleh menikahinya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Orang itu datang untuk yang kedua kali, namun beliau tetap melarangnya. Orang itu datang untuk yang ketiga kali, dan beliau pun bersabda, “Nikahilah wanita yang penuh kasih lagi memberikan keturunan yang banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga diri dengan jumlah kalian yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i.)

***

Mufradat

Di samping terjemah, untuk lebih memahami makna hadits di atas, kami sampaikan makna beberapa mufradat penting sebagai berikut:

sekelompok orang yang memiliki satu kesamaan dalam hal tertentu : الْمَعْشَرُ
para pemuda, orang yang berusia antara 20 sampai 40 tahun : الشَّبَابُ
tempat tinggal, simbol kemandirian seseorang yang siap untuk menikah : الْبَاءَةُ
lebih mampu menundukkan : أَغَضُّ
lebih mampu menjaga dan membentengi diri : أَحْصَنُ
tusukan, artinya tusukan kepada lawan tanding : الوِجَاءُ
Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah : الْجَمَاعَةُ
aku mendapatkan : أَصَبْتُ
nasab, garis keturunan : الحَسَبُ
orang yang bersifat penuh kasih : الْوَدُودُ
orang yang subur, berpotensi banyak keturunan : الْوَلُودُ
berbangga dengan jumlah kalian yang banyak : مُكَاثِرٌ بِكُمْ

Takhrij Hadits

– Hadits Ibnu Mas’ud ra.

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. وَاهُ الْجَمَاعَةُ.

Hadits Ibn Mas’ud di atas diriwayatkan oleh Jama’ah. Jama’ah di sini artinya para pakar hadits yang berjumlah tujuh orang, yaitu: Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasa’i, Imam Tirmidzi, dan Imam Ibnu Majah.

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara keseluruhan merupakan hadits yang shahih. Demikian pula hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Apabila hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari sekaligus Imam Muslim, maka hadits itu disebut dengan Muttafaq ‘alaih. Artinya para ulama telah sepakat akan keshahihannya.

– Hadits Sa’d bin Abi Waqash ra.

وَعَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ : رَدَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ، وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لَاخْتَصَيْنَا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Hadits shahih. Dalam kitab Misykat al-Mashabih, al-Albani pun hanya memberikan komentar, “Muttafaq ‘alaih.”[3]

Dalam kitab Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi, al-Albani berkomentar, “Shahih.”[4]

– Hadits Anas ra.

وَعَنْ أَنَسٍ : أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَعْضُهُمْ : لَا أَتَزَوَّجُ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ : أُصَلِّي وَلَا أَنَامُ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ : أَصُومُ وَلَا أُفْطِرُ. فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ : مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَنَامُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Hadits Anas ini muttafaq ‘alaihi. Adapun Al-Albani memberikan komentar, “Shahih.”[5]

– Hadits Ibnu ‘Abbas ra.

وَعَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ : قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ : هَلْ تَزَوَّجْتَ ؟ قُلْتُ : لَا. قَالَ : تَزَوَّجْ، فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْبُخَارِيُّ.

Dalam kitab Irwa’ al-Ghalil, al-Albani menggunakan hadits Ibnu ‘Abbas ini untuk menjelaskan syariat pernikahan dalam Islam. Ia tidak mempermasalahkan kualitas hadits ini.

– Hadits Samurah ra.

وَعَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ التَّبَتُّلِ. وَقَرَأَ قَتَادَةُ ( وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً ). رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ.

Dalam kitab Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi, al-Albani memberikan komentar, “Shahih.”

– Hadits Ma’qil bin Yasar ra.

وَعَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إنِّي أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ، وَإِنَّهَا لَا تَلِدُ، أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟ قَالَ: لَا. ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ.

Untuk hadits Ma’qil bin Yasar itu, Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albani memberikan komentar, “Shahih.”[6] Demikian pula al-‘Iraqi memberikan komentar, “Sanad hadits ini shahih.”[7]

_________________________________

[1] QS. Ar-Ra’d: 38.

[2] QS. Ar-Ra’d: 38.

[3] Muhammad Nashiruddin al-Albani, Misykat al-Mashabih, Maktabah Syamilah, v.2.

[4] Muhammad Nashiruddin al-Albani, Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi, Maktabah Syamilah, v.2.

[5] Muhammad Nashiruddin al-Albani, as-Silsilah as-Shahihah, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif), vol. 5 hal. 497.

[6] Muhammad Nashiruddin al-Albani, as-Silsilah as-Shahihah. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, tt.

[7] Al-Maktabah as-Syamilah, al-Ishdar ats-Tsani. Kutubut-Takhrij: Takhrij Ahadits al-Ihya’. Hadits no. 1443.

Tags:

One thought on “Inilah Hukum Menikah dalam Islam Berdasarkan Hadits

Tinggalkan Balasan ke Bolehkah Orang Islam Menikah dengan Orang Non-Muslim?Batalkan balasan

Your email address will not be published.