SHOPPING CART

close

Hutang 100 Juta Dikembalikan 10 Tahun Sesuai Sunnah

Kasus:

Ada orang pinjam uang kepada temannya sejumlah Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) pada tahun 2000.

Lalu dia ingin mengembalikan uang itu pada tahun 2010.

Jadi dia hutang sebanyak 100 juta rupiah untuk jangka waktu 10 tahun.

Selama 10 tahun itu tentunya nilai rupiah sudah banyak berkurang.

Tahun 2000 uang 10 juta itu kalau dibelikan emas memperoleh 138 gram.

Sedangkan tahun 2010 uang 10 juta itu mendapatkan emas 24 gram.

Jadi terdapat penyusutan nilai rupiah yang sangat banyak. Dari 138 gr menjadi 24 gr. Turun 114 gr.

***

Pertanyaan:

Berapakah dia harus mengembalikan hutang itu; tetap 100 juta atau lebih?

Dia wajib mengembalikan nominalnya atau nilainya?

***

Jawaban Singkat:

Orang hutang itu setidaknya ada dua macam.

1. Hutang untuk konsumsi.

Hutang untuk konsumsi itu biasanya dilakukan oleh orang miskin atau orang yang sedang susah. Dia gunakan untuk bayar anak sekolah, makan sehari-hari, atau bayar hutang yang lain.

Orang yang hutang seperti ini kalau dia bayar hutang itu sudah alhamdulillah.

2. Hutang untuk bisnis.

Hutang untuk bisnis itu biasanya dilakukan oleh orang yang berkecukupan. Dia gunakan untuk membangun atau mengembangkan usaha.

Orang yang hutang untuk keperluan bisnis hendaknya bisa berbagi keuntungan kepada orang yang telah menolongnya memberikan pinjaman uang. Apalagi dengan tempo yang cukup lama seperti itu (10 tahun).

Baca Juga:

Jangan Bikin Hutang Baru Buat Bayar Hutang Lama

***

Penjelasan:

Hutang-piutang merupakan salah satu syariat Islam yang sangat mulia. Karena dengan hutang-piutang ini, warga masyarakat memiliki kesempatan untuk saling membantu meringankan beban hidup tetangga, keluarga dan sesama warga. Dengan demikian, akan terjalinlah silaturahmi yang erat antara mereka.

Namun demikian, karena emosi yang tidak terbendung, ditambah kurangnya ilmu yang dimiliki, boleh jadi hutang-piutang ini mendatangkan malapetaka. Baik yang bagi yang memberikan hutang, maupun yang menerima hutang.

Oleh karena itulah, Allah Swt. memberikan berbagai petunjuk khusus berkaitan dengan hutang-piutang ini.

Baca Juga:

Ancaman Menunda Bayar Hutang Bagi Yang Mampu

***

1. Sunnah Rasulullah Saw. dalam mengembalikan hutang

Di antara akhlak Rasulullah Saw. adalah segera membayar hutang, terutama ketika orang yang berhutang telah datang untuk menagih haknya. Lebih dari itu, Rasulullah Saw. berpesan kepada kita semua, bahwa orang yang paling mulia adalah orang yang paling baik dalam membayar hutang. Yaitu dengan melebihkan pembayaran hutang.

Marilah kita perhatikan hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَقَاضَاهُ، فَأَغْلَظَ لَهُ، قَالَ: فَهَمَّ بِهِ أَصْحَابُهُ، فَقَالَ: ” دَعُوهُ، فَإِنَّ لِصَاحِبِ الْحَقِّ مَقَالًا “، قَالَ: ” اشْتَرُوا لَهُ بَعِيرًا، فَأَعْطُوهُ إِيَّاهُ “، قَالُوا: لَا نَجِدُ إِلَّا سِنًّا أَفْضَلَ مِنْ سِنِّهِ، قَالَ: ” فَاشْتَرُوهُ، فَأَعْطُوهُ إِيَّاهُ، فَإِنَّ مِنْ خَيْرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ قَضَاءً

Dari Abu Hurairah berkata:

Seseorang menagih hutang kepada Rasulullah, Saw. sampai dia mengucapkan kata-kata yang kasar. Maka para shahabat hendak memukulnya, namun Nabi Saw. bersabda, “Biarkan dia. Sesungguhnya orang yang punya hak itu juga berhak untuk berkata-kata. Belikan untuknya seekor unta, lalu serahkan kepadanya”. Mereka berkata, “Kami tidak mendapatkan, kecuali yang lebih bagus dari untanya.” Nabi Saw. bersabda, “Belikan untuknya, kemudian berikan kepadanya. Sesungguhnya sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang paling baik dalam pembayaran hutang.”

(HR. Ahmad)

Namun perlu untuk dicatat, bahwa kelebihan pembayaran itu tidak diperjanjikan di awal.

Kesimpulan

Berdasarkan hadits di atas, hendaknya orang yang membayar hutang itu, memilliki niat yang tulus untuk memberikan tambahan sepantasnya. Sebagai tanda terima kasih.

Namun orang yang memberikan hutang tidak boleh mengharapkan tambahan tersebut. Karena niat awal dia memberikan pinjaman itu adalah semata-mata untuk memberikan bantuan. Bukan bisnis atau memperoleh keuntungan secara materi.

Baca Juga:

Inilah Tips Cara Mudah Bagaimana Menagih Hutang

***

2. Larangan berlaku zalim dalam mengembalikan hutang

Uang kertas merupakan barang baru. Belum ada pada zaman Rasulullah Saw. Uang pada zaman Rasulullah Saw. adalah dinar (emas) dan dirham (perak). Di mana emas dan perak itu memiliki nilai yang nyata. Sekeping uang dinar itu apabila dipecah jadi dua, maka masing-masing pecahannya tetap memiliki nilai yang tinggi.

Nilai uang kertas asalnya tidak punya nilai. Uang kertas punya nilai karena kesepakatan masyarakat saja. Bila uang kertas itu dirobek jadi dua, maka nilainya hilang sama sekali. Tidak punya harga. Beda dengan uang emas dan perak.

Oleh karena itu, dalam transaksi hutang-piutang, sudah selayaknya yang menjadi patokan adalah nilainya. Bukan nominalnya.

Bila seseorang hutang 100 juta untuk tempo 10 tahun sebagaimana ditanyakan, maka sudah sepantasnya dia kembalikan nilainya. Bukan nominalnya.

Orang yang mengembalikan hanya nomimalnya, yaitu 100 juta. Adalah orang yang tidak tahu berterima kasih. Bahkan dia telah berlaku zalim. Dia berlindung dalam kebodohannya.

Namun orang yang memberikan hutang hendaknya tidak perlu meminta tambahan. Meskipun hanya beberapa ribu rupiah. Karena niatnya memberikan hutang itu adalah semata-mata mengharapkan ridha dari Allah. Dia tidak mengharapkan keuntungan duniawi.

Baca Juga:

Salahkah Minta Cerai karena Suami Suka Judi dan Hutang?

***

Penutup

Inilah sedikit penjelasan yang dapat kami sampaikan. Semoga ada manfaatnya bagi kita bersama.

Allahu a’lam.

________________

Bacaan:

– Artikel ad-Dain Hamm wa ‘ilaj. Muhammad Abdullah as-Sahim.

Tags:

0 thoughts on “Hutang 100 Juta Dikembalikan 10 Tahun Sesuai Sunnah

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.