SHOPPING CART

close

ISTISHAB: Pengertian, Contoh, Macam-macam dan Kedudukannya

الْاِسْتِصْحَابُ

AL-IS-TISH-HAB

 

Istishab merupakan salah satu istilah yang kurang populer di tengah masyarakat. Bukan hanya masyarakat umum. Bahkan juga di kalangan masyarakat terpelajar. Termasuk masyarakat agamawan. Oleh karena itu, penting sekali bila kita luangkan waktu untuk memahami dan membasnya secara detail.

A. Pengertian Istishab

1. Pengertian istishab secara bahasa

Secara bahasa, istishab artinya:

  • selalu bersama (mulazamah)
  • selalu membawanya
  • berpegang teguh pada suatu keadaan yang sudah pasti.

2. Pengertian istishab secara istilah

Secara istilah,para ulama memberikan definisi kepada istishab secara beragam. Di antaranya:

ما ثبت في الزمن الماضي فالأصل بقاؤه في الزمن المستقبل حتى يثبت ما يغيره

“Istishab yaitu: apa yang sudah tetap keberadaannya pada masa yang awal, sehingga tetap berlaku pada masa yang mendatang, sampai ada dalil yang akan merubahnya.”

الرجوعُ إلى حكم أصلِ الشيء عند فُقدانِ الدليلِ الخاص، بتحقُّق علته في الواقعة

“Istishab yaitu: kembali kepada hukum yang asal, ketika tidak dalil khusus yang mengaturnya, berdasarkan ‘illah yang ada.”

إثبات الحكم في الزمان الثاني تعويلًا على ثبوته في الزمان الأوّل

“Istishab yaitu: menetapkan hukum pada periode waktu yang kedua berdasarkan penetapannya pada periode waktu yang pertama.”

  إبقاء ما كان

“Istishab yaitu: melanggengkan yang sebelumnya.”

 الحكم ببقاء حكم أو موضوع ذي حكم شكّ في بقائه

“Istishab yaitu: menetapkan hukum dengan cara melanggengkan hukum atau tema hukum yang diragukan kelanggengannya.”

حكم الشارع ببقاء اليقين في ظرف الشكّ من حيث الجري العملي بناءً على كونه أصلًا عمليّاً لا أمارة

“Istishab yaitu: penetapan hukum oleh Allah dengan melanggengkan keyakinan daripada syak, sesuai dengan praktek amaliyah, berdasarkan kedudukannya sebagai dasar amalan, ketika tidak ada perintah.”

Baca JugaIstihsan: Pengertian, Contoh, Macam-macam dan Kedudukannya

***

B. Contoh Istishab

Berikut ini beberapa contoh istishab:

1. Batal wudhu atau belum

Bila kita keluar rumah dalam keadaan sudah berwudhu. Lalu kita pergi ke suatu tempat. Entah itu ke sekolah, kampus, pasar, atau tempat yang lain. Lalu kita pulang dan hendak shalat. Kemudian kita ragu-ragu. Apakah wudhu kita sudah batal atau belum. Maka berdasarkan istishab, maka wudhu kita itu belum batal. Maka kita boleh langsung melaksanakan shalat. Tanpa berwudhu lagi.

2. Bayar hutang atau belum

Bila seseorang pinjam uang kepada kita. Lalu kita maupun dia ragu-ragu. Sudah bayar hutang atau belum. Maka kita kembali kepada keadaan yang awal. Keadaan yang tidak diragukan. Bahwa dia berhutang. Selama tidak ada bukti bahwa dia sudah bayar, maka dia dihukumi belum bayar.

3. Sudah mati atau belum

Bila kita punya seorang saudara kandung. Lalu kita dan dia berpisah dalam waktu yang lama. Dia pergi dalam keadaan hidup. Maka hendaknya kita menganggapnya masih hidup. Sampai ada kabar yang meyakinkan, bahwa dia telah meninggal dunia. Selama tidak ada kabar maupun bukti yang kuat bahwa dia sudah meninggal, maka dia dihukumi masih hidup.

Baca Juga:  Kaidah Fiqih 2: Keyakinan Tidak Bisa Dihilangkan Keraguan

***

C. Macam-macam Istishab

1. Istishab pada hukum haram

Semua perbuatan mendatangkan bahaya, hukumnya adalah haram. Selama tidak ada dalil khusus yang membolehkan suatu perbuatan yang mendatangkan bahaya, maka hukum perbuatan itu adalah haram.

Misalnya: hukum mengkonsumsi makanan beracun itu haram.

Sudah jelas, bahwa makanan beracun itu membahayakan keselamatan. Hukum membahayakan keselamatan diri adalah haram. Maka mengkonsumsi semua makanan yang beracun itu hukumnya adalah haram.

Misal yang lain: hukum kebut-kebutan di jalan raya itu haram.

Kebut-kebutan di jalan raya itu mendatangkan bahaya. Baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Semua perbuatan yang membahayakan diri sendiri maupun orang itu hukumnya adalah haram. Maka hukum kebut-kebutan di jalan raya itu hukumnya adalah haram.

Adapun contoh sesuatu yang mendatangkan bahaya, namun ada perintah untuk melakukan perbuatan itu adalah:

  • perang melawan penjajah
  • hukuman qishas bagi pelaku pembunuhan
  • rajam atau cambuk bagi pelaku perzinahan
  • hukuman potong tangan bagi pencuri

2. Istishab pada hukum halal

Semua perbuatan yang mendatangkan maslahat, hukumnya adalah halal. Selama tidak ada dalil khusus yang melarang suatu perbuatan yang mendatangkan manfaat, maka hukum perbuatan itu adalah halal.

Misalnya: belajar secara online.

Belajar secara online merupakan salah satu sarana belajar yang mendatangkan manfaat. Selama tidak ada dalil yang melarang belajar online, maka hukum belajar online adalah halal.

Misal yang lain: menulis buku.

Menulis buku yang bermanfaat bagi orang lain adalah halal. Selama tidak ada dalil yang secara khusus menulis buku, maka hukum menulis buku adalah halal.

Contoh perbuatan yang mendatangkan manfaat, namun dilarang:

  • pelacuran
  • perzinahan
  • pencurian
  • perampokan

Semua perbuatan di atas ada manfaatnya. Namun karena ada larangan, maka semua perbuatan di atas hukumnya adalah haram.

3. Istishab pada ijma’

Bila para ulama sudah ijma’ pada suatu kasus. Lalu mereka berbeda pendapat pada kelanjutan kasus itu. Maka kita kembali kepada kasus pertama, di mana para ulama ijma’.

Contohnya: masalah tayamum.

Bila seseorang tidak mendapatkan air, maka dia boleh tayamum sebagai pengganti wudhu. Dan shalatnya itu sah, meskipun setelah shalat dia mendapat air. Dia tidak perlu mengulang shalatnya tersebut. Dalam hal ini para ulama ijma’.

Namun, para ulama berbeda pendapat. Bila orang itu melihat air ketika sedang shalat. Apakah shalatnya itu tetap sah. Beda pendapat. Ada yang mengatakan sah, dan ada yang mengatakan tidak sah.

Dalam kondisi seperti ini, hendaknya kita kembali kepada ijma’ yang pertama. Bahwa orang yang shalat dengan tayamum itu hukumnya adalah sah.

Namun dalam tayamum ini para ulama berbeda pendapat. Jumhur atau mayoritas ulama menolak untuk menggunakan istishab. Sementara sebagian ulama menggunakannya.

Baca Juga:  Ijma’: Pengertian, Contoh, Syarat, Macam dan Kedudukan

***

D. Kedudukan Istishab

Para ulama berbeda pendapat mengenai istishab. Apakah dapat digunakan sebagai dalil atau tidak.

Para ulama Hanafiyah berpendapat, bahwa istishab itu dapat digunakan sebagai dalil untuk perlindungan hak. Namun tidak bisa digunakan untuk memperoleh hak.

Para ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat, bahwa istishah itu dapat digunakan sebagai dalil untuk perlindungan hak maupun untuk memperoleh hak.

Contoh: Bila seseorang menghilang, maka dia dinilai masih hidup. Selama tidak ada bukti yang kuat, bahwa dia sudah meninggal dunia.

Perlindungan haknya adalah:

  • hartanya tidak boleh dibagi
  • istrinya tidak boleh dinikahi oleh orang lain

Perolehan haknya adalah:

  • hak menerima wasiat
  • hak menerima warisan

Bila seseorang berwasiat untuk dirinya. Lalu si pemberi wasiat meninggal. Apakah wasiat itu bisa dia terima? Para ulama berbeda pendapat.

Demikian pula mengenai hak warisnya. Apakah dia bisa menerima harta warisan.

Para ulama Hanafiyah berpendapat, orang itu tidak bisa menerima wasiat maupun warisan.

Para ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat, bahwa orang itu bisa menerima wasiat maupun warisan.

Baca Juga:  Maslahah Mursalah: Pengertian Contoh Macam Syarat Kedudukan

***

E. Lain-lain

1. Beberapa Kaidah Fiqih yang berkaitan dengan istishab:

Terdapat beberapa kaidah fiqih yang bersinggungan dan berkaitan erat dengan istishab. Di antaranya:

اليقين لا يزول بالشك

“Keyakinan tidak berubah karena syak (keraguan).”

الأصل بقاء ما كان على ما كان

“Pada dasarnya yang berlaku adalah hukum yang awal.”

إن كل شيء لم يقم الدليل المعين على حكمه فهو على الإباحة الأصلية

“Semua hal yang tidak ada dalilnya, maka hukum dasarnya adalah mubah.”

 

2. Urgensi istishab

Menerangkan urgensi istishab ini, Khawarizmi berkata:

وهو آخر مدار الفتوى، فإن المفتي إذا سئل عن حادثة يطلب حكمها في الكتاب ثم في السنة ثم في الإجماع ثم في القياس، فإن لم يجد فيأخذ حكمها من استصحاب الحال في النفي والإثبات، فإن كان التردد في زواله فالأصل بقاؤه، وإن كان التردد في ثبوته فالأصل عدم ثبوته

Istishab merupakan senjata pamungkas seorang mufti. Bila seorang mufti ditanya tentang suatu kasus. Lalu dia mencari hukum atas kasus itu dalam al-Qur’an, hadits, ijma’ dan qiyas. Namun tidak menemukannya. Maka dia akan mengambil dalil istishab. Karena cara untuk menghilangkan keraguan adalah berangkat dari tempat yang awal.”

Baca Juga:  Qaul Shahabi: Pengertian, Contoh, Macam-macam dan Kedudukan

***

Penutup

Demikian beberapa penjelasan singkat mengenai istishab yang bisa kami sampaikan. Bila ada hal-hal yang ingin dibahas lebih dalam, kami persilakan untuk disampaikan pada kolom komentar. Semoga ada manfaatnya.

Allahu a’lam.

_____________

Bacaan:

Kitab al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh al-Islami, Dr. Muhammad Musthafa az-Zuhaili.

Kitab-al-Wajiz-fi-Ushul-Fiqh-Islami

Artikel pertama:

al-Istishhab. Hisyam al-Mahjubi dan ‘Abdul-Karim Shakari.

Artikel kedua:

al-Istishhab. al-Mausu’ah al-Fiqhiyah.

Tags:

0 thoughts on “ISTISHAB: Pengertian, Contoh, Macam-macam dan Kedudukannya

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.