SHOPPING CART

close

Qawa’id Fiqhiyah 33: Kebutuhan Hajiyat Bisa Menjadi Dharuriyat

اَلْحَاجَةُ قَدْ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ

Al-haa-ja-tu qad tan-zi-lu man-zi-la-tadh-dha-ruu-rah.
Suatu kebutuhan yang bersifat hajiyat itu bisa menjadi kebutuhan dharuriyat.

 

Contoh:

1. Hukum duduk berhimpitan dengan lawan jenis yang bukan mahram itu hukumnya adalah haram. Namun kita diperbolehkan duduk berhimpitan dengan lawan jenis yang bukan mahram itu dalam kendaraan umum yang penuh sesak. Dan hukumnya menjadi haram lagi, apabila kondisinya sudah longgar.

Bepergiaan dengan kendaraan umum itu tentunya bukan hal yang dharurat. Kita masih bisa berjalan kaki, meskipun jaraknya sampai puluhan kilometer. Namun tentunya hal itu akan menjadi berat.

Oleh karena itu, bepergian dengan kendaraan umum itu jatuhnya dihitung sebagai dharurat. Berdasarkan standar umum dan kondisi sosial pada zaman sekarang.

2. Belajar ilmu sihir itu haram. Namun seorang hakim boleh mempelajarinya untuk memutuskan perkara yang berkaitan dengan praktik sihir.

Kebutuhan untuk memutuskan perkara itu sebenarnya bukan termasuk dharuriyat. Namun merupakan hajiyat bagi seorang hakim.

Nah, pada gilirannya dalam kasus seperti ini, kebutuhan hajiyat itu pun naik menjadi dharuriyat. Sehingga hakim tersebut diperbolehkan untuk mempelajari ilmu sihir sebagai sarana untuk memutuskan perkara yang sedang dia hadapi dengan tepat.

3. Membuka aurat di depan orang lain itu hukumnya haram. Kecuali di hadapan pasangannya, yaitu: suami-istri.

Namun membuka aurat itu juga diperbolehkan apabila ada keperluan, misalnya untuk pemeriksaan kesehatan.

Berobat itu belum tentu selalu dharurat. Seringkali merupakan kebutuhan hajiyat. Karena penyakitnya tidak terlalu berat. Tidak sampai membuat orang yang menderita penyakit itu kehilangan nyawa maupun kehilangan fungsi salah satu anggota tubuhnya.

Namun demikian, kasus orang sakit itu merupakan kebutuhan hajiyat yang naik statusnya menjadi kebutuhan dharuriyat. Sehingga dia pun diperbolehkan untuk membuka aurat, terutama apabila hal itu diperlukan.

***

Catatan:

Berikut ini kami sampaikan beberapa keterangan dan catatan penting berkaitan dengan kaidah fiqih di atas:

1. Kebutuhan dharuriyat

Kebutuhan dharuriyat itu merupakan suatu kebutuhan yang bila tidak terpenuhi membuat kita jadi celaka atau binasa. Misalnya kehilangan nyawa atau salah satu anggota badan.

Contoh kasus kebutuhan dharuriyat itu misalnya:

  • kebutuhan akan makanan yang bersifat pokok, yang kondisi laparnya bisa mengantarkan pada kematian.
  • kebutuhan pada minuman yang bersifat pokok, yang kondisi hausnya bisa mengantarkan pada kematian.
  • demikian pula kebutuhan tubuh untuk beristirahat, yang pada kondisi tertentu tubuh bisa sakit apabila tidak memperoleh waktu untuk beristirahat dengan baik.

2. Kebutuhan hajiyat

Kebutuhan yang bersifat hajiyat itu bila tidak terpenuhi membuat hidup kita jadi susah. Seperti tempat tinggal yang nyaman dan asri, serta perabot rumah seperlunya.

Kebutuhan hajiyat itu seperti kebutuhan kita pada rumah yang akan melindungi diri, keluarga dan harta kita dari orang-orang yang berniat jahat.

3. Kebutuhan tahsiniyat

Kebutuhan yang bersifat tahsiniyat itu bila tidak terpenuhi membuat hidup kita sangat membosankan. Seperti warna tembok rumah yang indah, atau perabot yang bagus.

4. Kebutuhan tarfihiyat atau kamaliyat

Kebutuhan tarfihiyat atau kamaliyat itu bila tidak terpenuhi membuat kita jadi minder sendiri. Seperti: rumah yang indah dan megah, lebih bagus daripada rumah kebanyakan.

Kebutuhan nomor 1-3 di atas hukumnya adalah halal. Kebutuhan nomor 4 itu haram.

5. Kebutuhan orang tidak sama

Kebutuhan tiap orang tidak sama. Bagi sebagian orang kebutuhan tarhiyat bisa menjadi hajiyat. Seperti kebutuhan akan pesawat jet pribadi. Bagi pengusaha besar itu kebutuhan hajiyat, namun bagi seorang dosen biasa adalah tarfihiyat.

6. Kaitan dengan kaidah fiqih yang lain

Kaidah fiqih ini ada kaitannya dengan kaidah fiqih no. 3, yaitu:

اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ

(Al-ma-syaq-qa-tu taj-li-but-tai-siir.)

“Kesusahan itu mendatangkan kemudahan.”

_________________

Bahan bacaan:

Artikel:

أدلة قاعدة: “الضرورات تبيح المحظورات”

Tags:

0 thoughts on “Qawa’id Fiqhiyah 33: Kebutuhan Hajiyat Bisa Menjadi Dharuriyat

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.