SHOPPING CART

close

Qawa’id Fiqhiyah 6: Tetapnya Sesuatu Pada Keadaan Yang Semula

الْأَصْلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَانَ

Al-ash-lu ba-qaa-u maa-kaa-na ‘a-laa maa kaa-na.

Yang jadi patokan adalah tetapnya sesuatu pada keadaan yang semula.

 

Maknanya:

Sesuatu yang belum terbukti berubah, maka dinyatakan tidak berubah. Sesuatu bisa berubah setelah adanya bukti perubahan.

***

Contoh:

1. Orang yang sudah berwudhu dengan sah, maka tidak batal wudhunya sampai ada sesuatu yang membatalkan wudhunya itu.

2. Orang yang sudah menikah dengan rukun dan syarat yang cukup, maka pernikahannya itu tetap sah, selama tidak ada yang membatalkan pernikahan tersebut.

3. Orang yang tidak punya hutang itu tidak punya hutang, sampai terbukti bahwa dia punya hutang.

4. Rumah dan kendaraan saya adalah milik saya, dan tetap menjadi milik saya, selama tidak ada perubahan hak milik.

5. Seorang pegawai adalah tetap seorang pegawai, selama tidak ada sesuatu yang merubah keadaan tersebut. Dia baru berhenti jadi pegawai, setelah mengundurkan diri, dipecat, atau pensiun.

***

Catatan:

Kaidah Fiqih ini ada kaitannya dengan beberapa kaidah yang lain, di antaranya:

اليقين لا يزال بالشك

“Keyakinan itu tidak hilang karena adanya keraguan.”

Juga berkaitan dengan kaidah yang lain:

البينة على المدعي واليمين على من أنكر

“Bukti itu menjadi kewajiban bagi orang yang menuduh, adapun sumpah itu menjadi kewajiban bagi orang yang menyangkal.”

Tags:

One thought on “Qawa’id Fiqhiyah 6: Tetapnya Sesuatu Pada Keadaan Yang Semula

Tinggalkan Balasan ke Kaidah Fiqih 19: Yang Asal Adalah Tidak AdaBatalkan balasan

Your email address will not be published.