SHOPPING CART

close

Bolehkah Kita Membuat Bacaan Doa Sendiri dalam Shalat?

Ibadah itu artinya apa?

Ibadah itu berasal dari bahasa Arab. Artinya: taat, patuh, tunduk, merendahkan diri. 

Dari kata ‘a-ba-da ya’-bu-du ‘i-baa-dah ‘u-buu-diy-yah

Kalau secara istilah?

Secara istilah ibadah artinya mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mengerjakan apa-apa yang dicintai-Nya, baik berupa amalan batin, lisan maupun anggota tubuh.

Darimana kita tahu suatu amalan dicintai Allah?

Dari Al-Qur’an dan hadits. Semua amalan yang dia perintahkan berarti Dia cintai. Semua amalan yang Dia larang berarti Dia benci.

Adapun amalan yang tidak Dia perintahkan atau yang tidak Dia larang, berarti itu termasuk kelonggaran dari-Nya. Terserah kita, bisa disesuaikan dengan kebutuhan kita.

Untuk apa kita beribadah?

Untuk memenuhi tujuan penciptaan manusia. Setiap manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah. Hal ini disebutkan secara tegas dalam Al-Qur’an.

Baca juga:  Kaidah Fiqih 24: Tata Cara Ibadah Itu Bersifat Baku

Ada istilah ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah, apa itu?

Ibadah mahdhah yaitu ibadah yang tata caranya sangat ketat, harus merujuk kepada contoh yang diberikan oleh Rasulullah Saw. Seperti: ibadah shalat, puasa, haji.

Ibadah ghairu mahdhah yaitu ibadah yang tata caranya sangat longgar, dimana kita diberikan keleluasaan untuk melakukan kreasi yang sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti: belajar dan mengajarkan ilmu, jual-beli, sewa menyewa. Semua aktivitas itu, apabila dilakukan dalam rangka melaksanakan perintah Allah, maka menjadi ibadah.

Apakah ibadah mahdhah sama sekali tidak boleh ada kreasi?

Ada bagian yang boleh dibuat kreasi, ada yang tidak boleh.

Secara umum, sarana ibadah bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman. Misalnya model pakaian untuk shalat sebagai penutup aurat.

Adapun bacaan shalat itu bisa dipilah:

Pertama, bacaan shalat yang berupa ayat-ayat Al-Qur’an. Ayat Al-Qur’an memang tidak bisa dirubah sedikit pun.

Kedua, bacaan tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan doa. Bacaan inilah yang bisa dikreasi tanpa merubah substansi bacaan tersebut. Misalnya, bacaan istiftah atau iftitah. Dimana Rasulullah memberikan contoh, lalu ada shahabat membuat bacaan sendiri, tanpa merubah substansi bacaan istiftah sebagai bacaan pembuka shalat, yang dibaca setelah takbiratul ihram dan sebelum surat al-Fatihah.

Rasulullah sendiri memberikan apresiasi positif atas hal itu. Sehingga dari situ kita bisa mengambil kesimpulan di atas. Yaitu bahwa bacaan istiftah bisa dirubah dengan memperhatikan makna atau tujuannya sebagai doa atau dzikir.

Bukankah itu termasuk Hadits Taqriri?

Iya, kita paham. Ada istilah hadits qauli, fi’li, dan taqriri. Dan hadits di atas termasuk hadits taqriri.

Mungkin sebagian di antara kita memahami bahwa bacaan istiftah yang dibuat shahabat itu diterima sebagai bacaan dalam shalat karena sudah memperoleh persetujuan dari Rasulullah. Artinya, apabila bacaan itu belum memperoleh persetujuan dari Rasulullah, maka belum bisa diamalkan.

Saya tidak menyalahkan analisis seperti itu. Namun hendaknya kita tetap membuka diri untuk analisis yang lain. Bahwa hal itu justru menunjukkan bahwa Rasulullah telah menyetujui kreasi dalam doa istiftah. Sehingga kreasi doa dalam shalat bukan termasuk bid’ah.

Demikian. Allahu a’lam.

Tags:

One thought on “Bolehkah Kita Membuat Bacaan Doa Sendiri dalam Shalat?

Tinggalkan Balasan ke Kaidah Fiqih 24: Tata Cara Ibadah Itu Bersifat BakuBatalkan balasan

Your email address will not be published.