SHOPPING CART

close

Mana Yang Harus Ditaati: Sunnah Nabi atau Majelis Tarjih?

Pertanyaan di atas terasa sederhana. Jawabannya juga sangat sederhana sekaligus mudah.

“Sudah pasti kita harus lebih taat kepada Rasulullah Saw. Karena ada dalilnya. Baik dari al-Qur’an maupun hadits. Sedangkan taat kepada Majelis Tarjih itu tidak ada dalilnya.”

Namun sebenarnyalah. Pertanyaan di atas hanya akan diajukan oleh orang yang tidak paham bagaimana hidup berjamaah, bersyarikat, berorganisasi yang benar.

Dan jawaban itu juga hanya akan dilontarkan oleh orang yang tidak paham bagaimana sopan-santun dalam hidup berjamaah, bersyarikat, atau berorganisasi.

Sekilas pertanyaan  itu terlihat sederhana dan lugu. Seakan jawaban yang diperlukan juga cukup seperti itu. Namun sebenarnya tidak demikian.

***

Beberapa Pertanyaan Semisal

Pertanyaan di atas sama dengan beberapa pertanyaan berikut ini:

– Siapa yang harus ditaati: Imam Syafii atau Nabi Muhammad Saw.?

– Mana yang wajib ditaati: fiqih atau hadits?

– Siapa yang harus ditaati: Allah Swt. atau Rasulullah Saw.?

– Siapa yang wajib ditaati: ayah atau ibu?

Orang yang lugu akan memberikan jawaban yang sederhana:

– Siapa yang harus ditaati: Imam Syafii atau Nabi Muhammad Saw.?

+ Jelas: Nabi Muhammad Saw.

– Mana yang wajib ditaati: fiqih atau hadits?

+ Pasti: hadits.

– Siapa yang lebih berhak ditaati: Allah Swt. atau Rasulullah Saw.?

+ Sangat jelas: Allah Swt.

– Lebih penting mana: ayah atau ibu?

+ Jelas: ibu dong…

Namun bagi orang yang paham fiqih, madzhab, maupun lembaga fatwa dalam organisasi, jawabannya tidak akan seperti itu. Karena permasalahan yang sebenarnya tidak sesederhana itu.

Maka marilah kita urai pertanyaan-pertanyaan di atas, sekaligus masing-masing jawabannya secara mendetail. Semoga Allah Swt. senantiasa memberikan kita petunjuk, amin…

Baca Juga:   Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM)

***

Sejarah dan Latar Belakang Majelis Tarjih

Majelis Tarjih merupakan salah satu perangkat hidup berorganisasi. Didirikan pada tahun 1928 sebagai hasil Kongres Muhammadiyah XVII pada tahun 1928 di Yogyakarta. Majelis ini dibentuk atas prakarsa KH. Mas Mansur, yang sekaligus beliau kemudian dipercaya sebagai ketua pertamanya.

Faktor utama yang menjadi latar belakang dibentuknya majelis ini adalah adanya persoalan-persoalan khilafiyah yang dihadapi oleh warga Muhammadiyah dalam amaliah sehari-hari. Jika dibiarkan, hal tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan perselisishan dan bahkan perpecahan di kalangan umat Islam, termasuk warga Muhammadiyah. 

***

Tugas Majelis Tarjih

Sebagaimana disampaikan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, Bapak Syamsul Anwar. Bahwa terdapat tiga tugas pokok Majelis Tarjih, yaitu:

1. Melakukan pengkajian ajaran agama Islam untuk menjadi pedoman baik warga Persyarikatan maupun umat Islam

Dalam hal ini Majelis Tarjih telah menyusun sejumlah tuntunan seperti Fikih Air, Fikih Tata Kelola, Fikih Kebencanaan, dan lain-lain.

2. Melakukan pengkaderan ulama

Tujuan utama Muhammadiyah adalah mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Tanpa kehadiran ulama, sulit bagi Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam pengkajian akan teks-teks keagamaan, merespon persoalan kontemporer, dan menentukan keputusan organisasi membutuhkan peran ulama.

3. Memberikan fatwa

Fatwa merupakan jembatan antara cita ideal syariah di satu pihak dan realitas kongkret masyarakat di pihak lain. Karenanya, fatwa tidak hanya sebagai suatu keputusan agama mengenai suatu masalah, tetapi juga merupakan sumber sejarah sosial, maka dokumentasi yang cermat terhadap himpunan fatwa menjadi amat penting untuk diperhatikan.

Secara lebih lengkap tugas Majelis Tarjih itu ada lima, sebagaimana yang tertulis dalam Qa’idah Majelis Tarjih 1961 dan diperbaharuhi lewat keputusan Pimpinan Pusat Muhammdiyah No. 08/SK-PP/I.A/8.c/2000. Pada Bab II pasal 4. Adalah sebagai berikut:

  • Mempergiat pengkajian ajaran Islam dalam rangka tajdid dan antisipasi perkembangan zaman;
  • Menyampaikan fatwa dan pertimbangan kepada pimpinan persyarikatan;
  • Membantu pimpinan persyarikatan dalam membimbing anggota mengamalkan ajaran Islam;
  • Membantu persyarikatan dalam menyiapkan ulama; dan
  • Mengarahkan perbedaan pendapat ke arah yang lebih maslahat.

Baca juga:  Bagaimana Kedudukan Fatwa Tarjih di Muhammadiyah?

***

Kedudukan Majelis Tarjih

Majelis Tarjih mempunyai kedudukan yang istimewa di dalam Persyarikatan. Karena selain berfungsi sebagai pembantu Pimpinan Persyarikatan. Majelis ini juga memiliki tugas untuk memberikan bimbingan keagamaan dan pemikiran di kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya dan warga persyarikatan Muhammadiyah khususnya.

Maka tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa Majelis Tarjih ini merupakan think thank nya Muhammadiyah.

Ia bagaikan sebuah “ processor “ pada sebuah komputer, yang bertugas mengolah data yang masuk sebelum dikeluarkan lagi pada monitor.

Baca Juga: Manhaj Tarjih Muhammadiyah dan Bagaimana Implementasinya dalam Hisab Arah Kiblat dan Waktu-waktu Shalat

***

Manhaj Ijtihad Majelis Tarjih

Sejak tahun 1935 upaya perumusan Manhaj Tarjih Muhammadiyah telah dimulai yaitu dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah.

Langkah pertama kali yang ditempuh adalah dengan mengkaji “Mabadi’ Khomsah(Masalah Lima ) yang merupakan sikap dasar Muhammadiyah
dalam persoalan agama secara umum. Karena adanya penjajaha
n Jepang dan perang kemerdekaan, perumusan Masalah Lima tersebut baru bisa diselengarakan pada akhir tahun 1954 atau awal 1955 dalam Muktamar Khusus Majelis Tarjih di Yogyakarta.

Karena Masalah Lima tersebut masih bersifat umum, maka Majelis Tarjih terus berusaha merumuskan manhaj untuk dijadikan pegangan di dalam menetapkan hukum Islam.

Pada tahun 19851990, tepatnya pada tahun 1986, setelah Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Solo, Majelis Tarjih baru berhasil merumuskan 16 poin Pokokpokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah.

Baca juga:   Pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah No. 1-16

***

Apakah Mungkin Ijtihad Majelis Tarjih Bertentangan dengan Hadits

Dalam Pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah yang pertama, disebutkan:

“Di dalam beristidlal, dasar utamanya adalah al-Qur’an dan as-Sunnah ash-Shahihah. Ijtihad dan istinbath atas dasar ‘illah terhadap hal-hal yang tidak terdapat di dalam nash, dapat dilakukan. Sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbudi, dan memang merupakan hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dengan perkataan lain, Majelis Tarjih menerima ijtihad, termasuk qiyas, sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nash-nya secara langsung.”

Berdasarkan hal itu, maka kita memahami bahwa hadits merupakan salah satu sumber utama dalam melakukan ijtihad.

Oleh karena itu, mustahil fatwa Majelis Tarjih itu bertentangan dengan hadits.

Yang mungkin terjadi adalah:

Majelis Tarjih menolak hadits yang dianggap dha’if oleh Majelis Tarjih. Meskipun mungkin saja hadits tersebut dianggap shahih oleh pihak yang lain.

Baca Juga:   Usulan Perubahan Manhaj Tarjih Muhammadiyah No. 1-16

***

Tata Krama Hidup Berjamaah/Bersyarikat/Berorganisasi

Dalam hidup berorganisasi itu ibaratnya hidup berumah tangga. Ada beberapa perilaku yang sebelumnya bisa kita lakukan ketika masih lajang. Namun tidak lagi bisa kita lakukan setelah menikah. Demikian pula ketika kita sudah menggabungkan diri dalam sebuah organisasi. Termasuk di Muhammadiyah.

Hal ini tidak berkaitan dengan halal-haram. Namun berkaitan dengan tata krama hidup berjamaah. Inilah yang disebut sebagai sikap arif dan bijaksana. Bahwa ada perbuatan yang secara hukum adalah sah dan halal. Namun tidak bisa lakukan. Apabila ternyata menimbulkan madharat. Atau dalam istilah Ushul Fiqih disebut sebagai Saddu Dzari’ah.

Misalnya dalam masalah Qunut Shubuh. Masalah ini merupakan salah satu masalah khilafiyah yang sangat popoler. Di mana masing-masing pendapat memiliki dalil yang sama-sama kuat. Sungguh tidak mudah menentukan mana pendapat yang paling kuat.

Bila Majelis Tarjih sudah menetapkan bahwa pendapat yang rajih (paling kuat). Maka sudah sepantasnya dalam shalat berjamaah. Terutama di masjid persyarikatan. Kita mentaati keputusan Majelis Tarjih ini.

Bukan karena kita fanatik kepada Majelis Tarjih. Namun supaya tidak menimbulkan fitnah (kekacauan dan su’uzh zhann). Baik dalam skala individu maupun organisasi.

Baca Juga:   Muhammadiyah: Pengertian, Sejarah, Visi dan Misi

***

Penutup

Demikianlah sedikit ulasan mengenai permasalahan ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita bersama.

Bila ada tanggapan, tambahan atau sanggahan, maka saya persilakan untuk disampaikan pada kolom komentar. Terima kasih.

Allahu a’lam.

_______________

Bacaan:

Artikel Akhlak Berorganisasi, Bagaimana Penerapannya?

buku-manhaj-tarjih-muhammadiyah

Tags:

0 thoughts on “Mana Yang Harus Ditaati: Sunnah Nabi atau Majelis Tarjih?

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.