Manusia memang suka mendramatisir dan melebih-lebihkan. Terutama bila sudah punya tujuan dan target tertentu, yang kadang mereka sembunyikan. Sehingga kita yang tidak tahu persoalan yang sebenarnya pun jadi latah dan manut grubyug.
Hanya Rokok
Misalnya ya rokok itu.
Kalau mau jujur dan adil, harusnya bukan hanya rokok, dong…
Memang rokok berbahaya bagi kesehatan, tapi dengan catatan: Kalau berlebihan…
Kalau tidak berlebihan, ya bahaya dikitlah… Sama seperti kopi. Kalau berlebihan juga bahaya, sampai kepada kematian…
Juga bumbu masak, penyedap rasa dengan segala mereknya, kalau sampai berlebihan juga sangat tidak baik.
Demikian pula yang manis, asin, kecut, pedas semua yang berlebihan pasti tidak baik.
Juga hape yang biasa kita pakai sekarang, aliat gadget. Bisa mendatangkan malapetaka yang tidak kalah bahayanya dengan rokok…
Jangankan yang seperti itu. Yang baik-baik pun kalau berlebihan jadi tidak baik. Seperti perasaan sayang dan cinta, sehingga terlalu memanjakan anak dan istri.
Pertinyiinnyi:
Mengapa hanya rokok yang harus dikasih gambar dan kalimat peringatan paling sadis? Dan celakanya, karena semua orang sudah maklum, jadinya malah tidak takut lagi dengan semua peringatan itu.
***
Masalah Ijtihad
Perlu kita perhatikan. Bahwa kasus rokok ini merupakan salah satu masalah ijtihad.
Artinya, tidak ada satu pun ayat maupun hadits yang secara langsung dan tegas mengatur hukum rokok. Baik yang menghalalkan maupun yang mengharamkan.
Rokok sendiri baru ada sekitar empat ratus yang lalu. Sedangkan al-Qur’an dan hadits sudah selesai diwahyukan dan disampaikan sejak seribu empat ratus tahun yang lalu.
Oleh karena itu, kasus rokok merupakan kasus baru. Tidak pernah dibahas dalam al-Qur’an maupun hadits.
Ketika suatu kasus tidak ada penjelasannya dalam al-Qur’an maupun hadits, maka peranan akal menjadi dominan. Dan karena akal manusia bermacam-macam, maka sudah semestinya kita bersikap lapang dada. Siap untuk menerima perbedaan pendapat.
Baca juga: Ijtihad: Pengertian Secara Bahasa dan Istilah
***
Kesimpulan
Maka kesimpulan saya sementara ini:
Satu, gambar dan kalimat peringatan pada bungkus rokok itu bernilai diskriminasi dan bertentangan dengan rasa keadilan.
Dua, telah terjadi penyesatan opini publik. Karena rokok itu sebenarnya sama dengan barang konsumsi yang lain, yang hanya membahayakan kalau berlebihan.
Tiga, sampai para agamawan pun terbawa arus. Ikut mengharamkan, sehingga masyarakat awam pun menganggap rokok itu sama haramnya dengan minuman keras dan narkoba. Padahal tidak demikian.
Empat, silakan Anda tambahkan sendiri. Juga silakan berbeda pendapat.
Allahu a’lam.
Disclaimer:
Saya sendiri bukan seorang perokok. Di ruang tamu kami juga tidak menyediakan asbak rokok. Semua tamu dengan hormat saya persilakan merokok di luar rumah. Boleh di teras atau di gazebo. Tidak lupa saya temani bersama wedang kopi yang masih panas, dan kalau ada juga sepiring pisang goreng, hehe…