Nasikh dan Mansukh
Pendahuluan
Tidak semua ayat al-Qur’an itu bisa dijadikan dalil, karena hukumnya sudah dihapus. Sebaliknya, ada juga ayat yang sudah dihapus dari al-Qur’an, namun hukumnya masih berlaku.
Makna Nasikh
Nasikh artinya yang menghapus. Bisa berupa ayat atau hadits.
Makna Mansukh
Mansukh artinya ayat yang dihapus. Ada beberapa macam ayat yang dihapus:
Pertama, dihapus bacaannya saja. Hukumnya masih berlaku. Misalnya ayat yang menjelaskan hukuman hadd bagi pezina yang sudah menikah. Ayat yang menerangkan hukuman ini sudah dihapus bacaannya, sudah dikeluarkan dari barisan ayat-ayat al-Qur’an. Namun hukumnya masih berlaku.
Kedua, dihapus hukumnya saja. Bacaannya masih ada. Misalnya ayat yang memberikan perintah kepada kita untuk meninggalkan wasiat bagi kedua orangtua dan kerabat. Ayat ini masih ada dalam al-Qur’an, namun hukumnya sudah tidak berlaku.
Ketiga, dihapus bacaan dan hukumnya. Misalnya ayat menjelaskan batasan minimal tentang jumlah susuan yang menjadikan hubungan susuan (radha’ah), yaitu sepuluh kali susuan. Ayat ini sudah dihapus bacaan maupun hukumnya, diganti dengan ayat yang menjelaskan bahwa jumlah susuan tersebut minimal adalah lima kali susuan.
Bagaimana Cara Mengetahui Ayat Mansukh?
Tentu saja tidak mudah untuk mengetahui mana saja ayat yang sudah mansukh. Diperlukan keahlian khusus dan pengalaman yang panjang tentang al-Qur’an.
Cara yang paling mudah untuk mengetahui apakah sebuah ayat itu mansukh atau tidak, yaitu dengan mengeceknya dalam kitab-kitab tafsir.
Hikmah Nasikh-Mansukh
Terdapat hikmah yang luar biasa dalam nasikh-mansukh ini, di antaranya:
1. Menyadari sifat kasih Allah
Secara umum, ayat yang mansukh itu lebih berat daripada yang nasikh. Hal ini menunjukkan bahwa syariat Nabi Muhammad merupakan syariat yang paling ringan, hanafiyah-samhah.
Namun adakalanya ayat yang nasikh itu lebih berat. Dalam hal demikian, Allah telah menyediakan pahala yang lebih besar. Hal ini menunjukkan sifat kasih Allah yang ar-Rahman dan ar-Rahim.
2. Syariat Islam tidak kaku
Dengan memahami nasikh-mansukh dalam al-Qur’an ini pula, kita menyadari bahwa hukum Allah itu tidak bersifat kaku dan stagnan. Namun dinamis dan selalu berkembang.
3. Hubungan yang erat antara syariat dan dakwah
Hal ini sangat penting untuk kita mengerti, bahwa syariat Islam itu bagian dari strategi dakwah juga. Syariat dan dakwah merupakan saudara kandung yang lahir dan tumbuh secara beriringan. Bahkan tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling menjaga, saling memberi, dan saling menguatkan.
Allahu a’lam.
Tinggalkan Balasan