SHOPPING CART

close

Perceraian, Hak Asuh Anak dan Nafkah bagi Anak Tersebut

Beliau adalah salah satu pembaca artikel di blog kami. Lalu beliau menyampaikan sebuah pertanyaan dan saya jawab. Hingga kemudian terjadilah dialog yang cukup hangat.

Percakapan itu saya kutip di sini dengan harapan kita semua mampu mengambil pelajaran penting dari masalah dan kehidupan saudara kita.

Semoga bermanfaat.

***

Pertanyaan:

Mohon petunjuknya dari point

“Adapun alasan mengapa kami menyarankan suami itu sebaiknya mengabulkan permintaan cerai yang secara serius diajukan istri:” kebawah…. (Yaitu: Pertama, untuk menjaga tujuan pernikahan itu sendiri. Kedua, menjaga martabat laki-laki sebagai kepala rumah tangga. dst…)

adakah undang-undang atau suatu rujukan atau hadist, yang bisa mendukung sebagai reverensi atau bukti hal tersebut??
saya sedang mengalami hal yang sama…

Jawaban:

Disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa seorang wanita menghadap Nabi Muhammad Saw. Wanita itu mengadukan kekerasan yg telah dilakukan suami kepadanya.

Lalu Nabi Muhammad Saw. bertanya pada wanita itu, apakah dia bersedia mengembalikan mahar yg pernah dia terima dari suaminya, supaya suaminya itu mau menceraikannya. Ternyata wanita itu setuju.

Maka dipanggillah suaminya utk tujuan tsb. Lalu Nabi Muhammad Saw. memberikan perintah pada suami itu untuk menceraikan istrinya dan menerima pengembalian maharnya.

Itulah awal mula terjadinya khuluk.

Demikian, bila masih ada yg ingin ditanyakan, saya persilakan.

Namun sebisa mungkin seorang suami berusaha menyelami perasaan istrinya. Apakah dia benar-benar menginginkan perceraian, atau sekedar emosi sesaat.

Lalu juga dibicarakan dgn cara baik-baik bagaimana nasib anak-anak, harta bersama, dll.

Bila semua sudah clear, baru kita bawa masalah itu ke pengadilan agama.

Terima kasih.

Baca pula:

Ternyata Menjatuhkan Talak Itu Ada Aturan Waktunya

***

Pertanyaan:

Bapak Ahda Bina

Sudah saya bawa ke pengadilan agama…

karena kata2 cerai selalu diucapkannya.. bukan hanya 1X 2X tetapi berkali-kali…

awalnya saya yang mempersilahkan istri untuk berangkat ke pengadilan agama, tetapi tidak kunjung berangkat… di gantung selama beberapa bulan…

dan akhirnya sayalah yang mengajukan perceraian ke pengadilan agama…

Tetapi sungguh kagetnya saya ketika di pengadilan istri meminta nafkah iddah nafkah anak dan uang pedot tresno yang nilainya ratusan juta…

seakan2 saya di jebak agar berangkat ke pengadilan agama, dan dia bisa menuntut semua nafkah itu pada saya…

Insya Allah saya sudah niat mengabulkan permintaan istri untuk bercerai…

dan yang saya lakukan saat ini adalah HAK ASUH anak saya…

Jawaban: 

Yth. Bapak Fulan

Bila memang ada dan mampu, hendaknya tuntutan istri itu kita kabulkan saja. Anggap saja bahwa itu tanda terima kasih yg tulus bahwa dia telah bersedia melaksanakan tugas untuk mengandung, melahirkan, menyusui, dst. Yang memang nilainya sungguh mahal.

Kita berikan dgn ikhlas. Serta doa sepenuh hati, semoga dia memperoleh pengganti yg lebih baik.

Memang sangat berat. Tapi kita tidak punya pilihan lain.

Di balik itu kita yakin seratus persen, bahwa Allah juga akan memberikan pengganti yg lebih baik darinya. Dengan satu syarat utama: kita sendiri juga bersedia untuk berubah menjadi pribadi yg lebih baik daripada sebelumnya.

Tidak ada perceraian yg tidak disesalkan. Namun bila harus terjadi, hendaknya kita mampu menghadapinya dgn jiwa besar. Bahwa setiap musibah akan menjadikan diri kita semakin kuat dan bijaksana. Semoga.
Inggih, terima kasih.

***

Beliau:

terimakasih atas jawabannya pak
sangat membantu perasaan saya
mohon bantuan do’anya, agakr bisa menjadi yang terbaik bagi anak kami “Ibnu Fulan”

Saya:
Inggih Pak Fulan…
Jangan terlalu lama membujang…
Tetap husnuzhan pada Allah…

Beliau:
ibaratnya saya tidak akan menyangkal untuk selalu membujang pak… takdir tuhan tidak ada yg tahu…
cuma sekarang hanya ingin hak asuh anak dahulu

Saya:
Inggih alhamdulilah…
Secara agama, menikah itu tujuannya adalah ibadah…
Secara sosial, kita ikut menyelesaikan masalah orang lain, karena banyak orang tua yg bingung cari jodoh buat anaknya…
Inggih tentunya Jenengan juga perlu waktu…
Dan pasti tidak mudah menyerahkan pengasuhan anak pada istri yg baru. Istilah kasarnya, ibu tiri bagi anak…

***

Setelah beberapa waktu, beliau berkirim pesan kembali.

Pertanyaan:

selamat sore pak…
ingin bercerita
bahwa hari ini adalah putusan sidang perceraian dan hak asuh anak kasus saya
sungguh bagi saya sangat sangat mengecewakan
apa yang sudah saya buktikan semuanya.. seakan2 percuma
bukti bahwa istri lah yang meminta cerai.. saya sebagai suami hanya mengabulkan..
akan tetapi majelis hakim Pengadilan Agama kabupaten memutuskan untuk membayar Mut’ah kepada istri

Kesalahan istri

saya sudah membuktikan tabiat istri yang tidak baik…

1. meminta di luar batas kemampuan suami

2. terjadinya kekerasan, pemukulan terhadap suami yang berdampak pada anak

3. menyangkal dan membuktikan kebohongan gugatan istri bahwasannya

“SUAMI YANG TIDAK MENGERTI AGAMA, TIDAK MENGERTI TANGGUNG JAWAB SEBAGAI SUAMI DAN AYAH. DIKARENAKAN SELAMA INI KEBUTUHAN ANAK YANG MEMENUHI ADALAH ORANG TUA ISTRI”

4. Menyangkal dan mempersilahkan istri membuktikan bahwasannya saya

“SUAMI TELAH MELAKUKAN KEKERASAN, SAAT HAMIL ISTRI DI TENDANG PERUTNYA”

dan orang tua istri sendiri yang mengatakan bahwasannya saat hamil sampai melahirkan sampai usia anak saat ini.. ibu dan anak selalu sehat

5. saya sudah membuktikan bahwasannya anak saya sudah tidak mengkonsumsi ASI…

Awalnya saksi istri, bapak mertua mengatakan “1 kaleng susu hanya jadi 3 hari” dan saya sampai mengundang dokter spesialis anak saya. dan bahwasannya benar, ada keterangan istri saya bahwa anak sudah tidak mau mengkonsumsi ASI.

Putusan Pengadilan

Tapi pada hari ini majelis hakim pengadilan agama kabupaten memutuskan yang bagi saya sangat tidak adil

1. Memberikan nafkah mut’ah pada istri sebesar 3 juta rupiah

2. Menolak permintaan hak asuh anak dari suami

3. Suami memberikan nafkah anak sebesar 500 ribu rupiah tiap bulan

4. Dan biaya sidang suami juga yang membayar

Entahlah bagaimana hukum pengadilan agama kabupaten melihat kasus saya…

Tidak ada 1 pun gugatan saya yang di benarkan atau di menangkan

Hanya gugatan cerai dari saya yang di kabulkan… dengan alasan saya lah yang mengajukan…

padahal sudah saya sertakan dengan bukti yang JELAS dan SYARAT YANG SPESIFIK

bukti screenshot WA

dan saya juga sudah mengucapkan di persidangan bahwasannya

“PERCERAIAN INI ADALAH PERMINTAAAN ISTRI, SELAMA ISTRI TIDAK PULANG DAN MEMINTA MAAF SAYA TIDAK AKAN MENCABUT GUGATAN SAYA”

Akan tetapi semua keputusan Majelis Hakim PA Kab. kali ini menguntungkan istri saya

tidak ada kekuatan hukum untuk laki laki

terlebih lagi hak asuh anak…

dengan putusan hari ini saya tidak bisa mencurahkan kasih sayang saya pada anak

Jawaban:

Sekarang begini, Pak Fulan…

Bila Panjenengan sudah mantap dgn perceraian, maka putusan pengadilan itu diterima saja.

Karena kalau mau banding nanti urusannya tambah rumit.

Memang kalau anak belum bisa diajak komunikasi dgn baik, belum bisa memilih, hakim akan menyerahkan hak asuh pada ibunya.

***

Beliau:
maaf pak…

entah lah…

seandainya nanti anak saya sudah bisa berkomunikasi dengan baik…

sudah bisa memilih…

juga tidak akan mau ikut dengan saya…

karena tidak pernah ada kesempatan bagi saya untuk mencurahkan kasih sayang ke anak

saya paham…

ini lah hukum…

tidak ada hukum yang membela kepentingan laki2…

menafkahi anak, tidak akan membuat ayah mendapatkan hak asuh anak

tidak menafkahi anak, akan membuat ayah mendapatkan pidana

kebaikan seorang ayah…
pembuktian seorang ayah di pengadilan.. seakan2 percuma…

sedangkang banyak fitnahan fitnahan dari istri, beserta kebohongannya yang 98% sudah tersangkal dan terbuktikan…

tidak di hiraukan oleh hakim

wanita lah yg di lindungi oleh undang2…

sedangkan laki laki tidak

Saya:

Yah memang lebih aman itu kalau kita ada pengacara, Pak Fulan. Tapi bawa pengacara kan juga harus bayar…

Beliau:

usaha saya selama ini di pengadilan…

belum tentu anak saya nanti tahu…

tahunya anak saya nantinya…

“AYAH yang menceraikan ibu”

saya juga sudah pakai pengacara pak…

tidak membantu

Saya:

Jangan khawatir Pak Fulan. Pada akhirnya anak pasti tahu.

Kita ndak usah sibuk dgn pikiran orang.

Kita fokus ke perilaku diri sendiri saja.

Berarti Jenengan sudah berusaha maksimal.

Keadaan yg sekarang adalah yg terbaik buat kita. Begitu rumusnya, Pak. Meskipun mungkin pahit. Kita terima dulu yg sekarang.

Namun ke depan kita tetap berusaha untuk lebih baik.

Beliau:

Kenapa hukum seperti ini

Saya:

Yah banyak faktor, Pak. Ada idealisme, namun juga ada realita yg kadang jauh dari idealisme itu.

Beliau:

saya sudah buktikan..

bahwasannya saya di pukuli…

dampak pukulan mengenai anak…

tapi konsekuensi buat istri saya apa?

ndak ada putusan yg memberatkannya

maaf ya pak… saya sambat2 disini

Jawaban:

Lho inggih tidak masalah, Pak…

Mohon maaf saya sendiri kan tidak bisa mendengarkan aduan dari istri Jenengan.

Maksudnya saya tidak tahu bagaimana kejadian yg sebenarnya.

Untuk mengatakan apakah putusan pengadilan itu adil atau tidak, saya juga harus mendengarkan secara langsung dari dua pihak yg sedang bertikai.

Tidak cukup dari salah satu pihak saja.

Maka yg paling penting sekarang untuk Jenengan adalah mampu menerima putusan tersebut. Meskipun sebenarnya Jenengan masih merasa dizalimi…

Legowo dan lapang dada

Dgn sikap itu, Jenengan akan merasa jauh lebih tenang.

Semua yg baik datangnya dari Allah. Yg buruk adalah buah dari perbuatan manusia, termasuk diri kita sendiri…

Bagaimana pun entah sedikit atau banyak, pasti ada andil dari diri kita sendiri, sehingga orang lain menzalimi diri kita…

Dengan sekuat tenaga kita kembalikan iman kita pada qadha dan qadar Allah…

Bahwa jauh hari sebelum lahir, Allah telah menetapkan nasib kita, bahagia atau sengsara…

Tapi jangan kita suuzhan pada Allah, apapun yg sekarang menimpa diri kita…

Karena kita kan belum tahu bagaimana akhirnya…

Kita ikuti saja satu per satu kejadian yg kita alami…

Sambil kita perbaiki amal perbuatan sehari-hari kita. Baik dalam hal ibadah maupun interaksi sosial sesama manusia…

***

Beliau:

ingin sekali saya menunjukkan semua berkas2 pengadilan…

semua tuduhan yg sudah saya sangkal…

semua kebohongan yg sudah saya buktikan

saya pun ingin naik banding.. tapi dengan ibu saya, juga hampir sama dengan apa yg jenengan katakan

Saya:

Inti kesabaran adalah kita mengeluh, kita mengadu hanya pada Allah…

Kita hidup hanya sekali, Pak Fulan…

Nanti kalau sudah masuk surga, semua orang pingin balik ke dunia…

Pingin lebih sabar… Pingin lebih banyak amal…

Nah sekarang kita masih di dunia…

Mari kita siapkan diri kita untuk bisa lebih sabar… Lebih banyak amal lagi…

Jenengan masih sangat muda…

Lebih baik Jenengan fokus untuk mulai berfikir masa depan diri sendiri…

Di samping juga tetap memikirkan masa depan anak…

Saya sendiri justru memandang lebih baik anak bersama istri Jenengan…

Yah mungkin satu dua tahun masih ada trauma untuk membina hubungan baru dgn lawan jenis…

Namun tetap akhirnya hidup Jenengan akan lebih berkah dalam rumah tangga…

***

Beliau:

kata ibu saya juga demikian pak.. anak saya mungkin jauh lebih baik dengan ibunya…

belum tentu anak saya bisa bahagia bila bersama saya

anak itu adalah titipan, buah hati, dan juga ujian dari Allah

saya masih mencoba menerima putusan pengadilan…

semoga saya bisa lebih ikhlas lagi

yang lebih penting lagi…

semoga saya bisa menjadikan anak saya sorang yang baik… yang bisa berguna bagi semua orang nantinya…

meski jauuuhhh di balik layar… meski hanya dengan doa

terimakasih banyak pak

kita belum pernah mengenal dan menjalin silaturahmi

tapi anda bersedia membaca keluhan saya

terimakasih sekali

Saya:

O inggih sama2 Pak Fulan…

Tidak masalah Pak.

Saya senang dan alhamdulilah yg penting kita semua semakin baik…

Tags:

3 thoughts on “Perceraian, Hak Asuh Anak dan Nafkah bagi Anak Tersebut

Tinggalkan Balasan ke Suami Suka Judi Salahkah Saya Mengajukan Gugat CeraiBatalkan balasan

Your email address will not be published.