SHOPPING CART

close

Rasul, Nabi, Wali: Pengertian dan Perbedaannya

Melengkapi pembahasan tentang nabi secara umum, kami akan menambahkan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Perbedaan Nabi dan Rasul

Secara bahasa, nabi artinya manusia yang menyampaikan wahyu Allah.

Adapun rasul artinya manusia yang diutus oleh Allah.

Apakah ada perbedaan antara kedua istilah ini?

Pelajaran di SD dan SMP

Ketika masih duduk di bangku SD atau SMP dahulu, kita menerima penjelasan, bahwa rasul itu punya kewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada orang lain. Sedangkan nabi itu tidak punya kewajiban untuk menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada orang lain.

Pada waktu itu mungkin kita hanya bisa menerima informasi tersebut apa adanya. Kita menghafal pembedaan itu sebagai salah satu poin penting dalam pelajaran agama yang kemungkinan besar akan muncul dalam ujian.

Namun apabila kita telaah kembali, ternyata pembedaan tersebut bertentangan dengan logika yang sehat. Selain itu, pembedaan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Bahkan pembedaan tersebut mengesankan ketidakadilan yang semena-mena.

Pertanyaan kritis

Bagaimana mungkin seorang manusia menerima petunjuk dari Allah sebagai jalan keselamatan dunia dan akhirat, lalu dia tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikannya kepada orang lain. Alangkah egoisnya dia, karena dia mau selamat sendiri, dan mengabaikan orang lain. Dan itu mustahil, karena nabi adalah orang yang amat peduli kepada orang lain.

Oleh karena itu, ada ulama yang berpendapat, bahwa nabi dan rasul itu sama saja. Nabi dan rasul beda pada istilah saja, namun sama maknanya.

Namun demikian, pendapat kedua ini juga kurang tepat.

Isyarat perbedaan antara nabi dan rasul

Dalam sebuah ayat, Allah mengisyaratkan adanya perbedaan pada kedua istilah ini.

Marilah kita perhatikan firman Allah berikut ini:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ، ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آَيَاتِهِ، وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul dan tidak pula seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan-keinginan itu, lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguarkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (al-Hajj: 22)

Apa tujuan Allah menggunakan kedua istilah itu pada waktu yang bersamaan, apabila kedua istilah ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

Penjelasan Imam al-Alusi

Oleh karena itu, Imam al-Alusi berpendapat, bahwa kedua istilah ini pasti memiliki perbedaan yang nyata. Yaitu:

Rasul adalah seorang yang menerima syariat baru, adapun nabi adalah seorang yang bertugas melanjutkan syariat rasul yang sebelumnya.

Rasul menerima kitab, adapun nabi tidak menerima kitab.

Dalil-dalil

Hal ini bisa kita pahami dalam beberapa firman Allah berikut ini, ketika Allah memberikan menjelaskan kedudukan beberapa nabi-Nya:

وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا.

Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya (Musa) sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang Nabi. (QS. Maryam: 53)

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا.

Dan ceritakanlah (wahai Muhammad kepada mereka), kisah Idris di dalam al-Kitab (al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan, juga seorang nabi. (QS. Maryam: 51)

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مُوسَى، إِنَّهُ كَانَ مُخْلَصًا وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا.

Dan ceritakanlah (wahai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam al-Kitab (al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih, juga seorang rasul dan seorang nabi. (QS. Maryam: 51)

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ، إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا.

Dan ceritakanlah (wahai Muhammad kepada mereka), kisah Ismail di dalam al-Kitab (al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, juga seorang rasul dan seorang nabi. (QS. Maryam: 54)

Baca Juga:

Inilah Tiga Tugas Utama dan Mulia bagi Setiap Nabi

***

2. Keutamaan Beberapa Nabi atas Nabi Yang Lain

Antara seorang nabi dan nabi yang lain tidaklah selalu satu derajat. Sebagian nabi ada yang lebih mulia daripada nabi yang lain. Sebagian dari mereka memperoleh kemuliaan yang tidak diberikan kepada nabi yang lain.

Ada nabi yang diberi kemuliaan berupa anak-turun nabi demi nabi, yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Ada nabi yang diajak berbicara oleh Allah secara langsung, yaitu Nabi Musa ‘alaihis salam.

Mengenai hal ini, Allah Swt. berfirman:

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ، مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ.

Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia), dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. (al-Baqarah: 253)

Dalam ayat yang lain, Allah Swt. menegaskan hal itu dengan firman-Nya:

وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْضٍ.

Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian yang lain. (al-Isra’: 55)

Namun demikian, kita mengimani bahwa setiap nabi adalah manusia terbaik di antara kaumnya, sehingga dia menerima kemuliaan sebagai pembawa risalah kenabian.

Baca Juga:

Mukjizat: Pengertian, Hakekat, Tujuan dan Contohnya

***

3. Nabi Yang Paling Mulia

Di antara seluruh nabi, Nabi Muhammad Saw. merupakan nabi yang paling mulia.

Menjelaskan hal itu, Nabi Muhammad Saw. bersabda:

أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِى: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِىَ الْغَنَائِمُ، وَكَانَ النَّبِىُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ.

Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada satu pun nabi sebelumku, yaitu: (pertama) aku memperoleh pertolongan berupa perasaan takut (para musuh padaku) sejauh sebulan perjalanan. (Kedua) tanah dijadikan sebagai tempat shalat dan suci bagiku, sehingga kapan saja umatku menemui waktu shalat, mereka bisa segera melaksanakan shalat. (Ketiga) ghanimah (rampasan perang) dihalalkan bagiku. (Keempat) para nabi diutus untuk kaumnya saja, sedangkan aku diutus untuk seluruh umat manusia. (Kelima) aku memperoleh syafaat. (HR. Bukhari)

Firman Allah Swt.

Dalam sebuah ayat, Allah Swt. memberikan penjelasan, bahwa para nabi telah disumpah untuk beriman dan memberikan dukungan kepada Nabi Muhammad Saw., apabila Nabi Muhammad Saw. datang di zaman mereka. Hal ini menunjukkan kesatuan misi kenabian di antara para nabi, sekaligus menunjukkan kemuliaan tertinggi bagi Nabi Muhammad Saw. di antara para nabi yang lain.

Allah Swt. berfirman:

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آَتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ، قَالَ: أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي؟ قَالُوا: أَقْرَرْنَا. قَالَ: فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ.

Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepada kalian berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepada kalian seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kalian, niscaya kalian akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Allah berfirman, “Apakah kalian mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab, “Kami mengakui.” Allah berfirman, “Bila demikian, saksikanlah (wahai para nabi), dan Aku menjadi saksi pula bersama kalian.” (Ali ‘Imran: 81)

Pada kenyataannya, Nabi Muhammad Saw. merupakan nabi yang paling sukses dalam menjalankan tugas kenabian, dibandingkan nabi yang lain. Sampai-sampai, beliau pun dinobatkan sebagai pribadi yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kemanusiaan oleh seorang peneliti yang notabene beragama non-Islam, yaitu Michael H. Hart dalam buku 100 Tokoh Yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah itu.

Baca Juga:

Karamah, Istidraj dan Sihir: Pengertian dan Contoh

***

4. Perbedaan Nabi dan Wali

Wali adalah kekasih Allah. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang kuat dan ketakwaan yang kokoh.

Sifat-sifat wali Allah

Allah Swt. menjelaskan sifat-sifat wali itu dengan firman-Nya:

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ. الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ. لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ.

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. (Yunus: 62-64)

Penjelasan

Sesuai dengan penjelasan ayat di atas, syarat wali itu ada dua, yaitu: beriman dan bertakwa. Beriman artinya memiliki keyakinan yang sesuai dengan ajaran Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadits. Bertakwa artinya melaksanakan ajaran Islam dengan baik.

Oleh karena itu, orang yang memiliki keyakinan atau kepercayaan yang bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits, tidak pantas disebut wali. Demikian pula orang yang melakukan suatu perbuatan yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam, seperti berzina atau minum minuman keras, juga tidak patut disebut wali. Meskipun dia bisa terbang, berjalan di atas air, kebal senjata tajam, ataupun kemampuan-kemampuan aneh lainnya.

Orang yang memiliki berbagai kemampuan aneh seperti itu. Tapi keyakinan dan perbuatannya jauh dari ajaran Islam. Sesungguhnya tidak lebih daripada ahli sihir. Sebutan untuk orang semacam itu adalah tukang sihir, bukan wali.

Hadits Qudsi

Menegaskan syarat-syarat sebagai wali di atas, dalam sebuah hadits qudsi, Nabi Muhammad Saw. menyampaikan firman Allah Swt. sebagai berikut:

مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيّاً فَقَدْ آذَنْتُهُ بالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدي بشَيءٍ أَحَبَّ إلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقرَّبُ إلَيَّ بالنَّوافِلِ حَتَّى أحِبَّهُ، فَإذَا أَحبَبتُهُ كُنْتُ سَمعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، ويَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِيْ بِهَا، وَإنْ سَأَلَنِي أعْطَيْتُهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيذَنَّهُ.

Barangsiapa memusuhi salah seorang wali-Ku, maka Aku telah mengumumkan perang padanya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada dengan apa yang telah Aku wajibkan padanya. Dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri dengan amal-amal yang sunnah melainkan Aku akan mencintainya. Bila aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengaran yang dengannya ia mendengar, penglihatan yang dengannya ia melihat, tangan yang dengannya ia memukul, dan kaki yang dengannya ia melangkah. Bila ia memohon pada-Ku, pasti Aku kabulkan. Dan bila ia meminta perlindungan pada-Ku, pasti Aku lindungi.” (HR. Bukhari)

Sekali lagi, ciri utama seorang wali adalah dia tekun melaksanakan perintah Allah, baik yang bersifat wajib maupun yang bersifat sunnah. Dengan kriteria inilah seseorang bisa disebut menjadi wali.

Lebih mulia nabi atau wali?

Karena pengetahuan yang minim, banyak orang awam mengira bahwa ada wali yang lebih mulia daripada nabi. Tentu saja anggapan ini tidak benar. Tidak ada kemuliaan yang melebihi risalah kenabian. Dengan risalah kenabian itu seorang manusia memperoleh kedudukan yang paling mulia dibandingkan seluruh umat manusia.

Dalam al-Qur’an terdapat empat tingkatan manusia, yaitu: nabi, shidiq, syahid, dan saleh. Nabi merupakan tingkatan manusia yang paling sempurna.

Allah Swt. berfirman:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ، وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا.

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, orang-orang yang shidiq, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (an-Nisa’: 69)

Demi lebih dalam kita mengenal sifat-sifat utama para nabi itu, marilah kita bahas satu per satu sifat-sifat tersebut. Dengan memahami sifat-sifat para nabi ini, kita akan semakin yakin, bahwa mereka adalah pribadi-pribadi yang paling sempurna dalam sejarah umat manusia.

_____________

Sumber dan Bacaan: 

– Buku Dahsyatnya 4 Sifat NabiAhda Bina A. Lc. 

– Buku ar-Rusul war-Risalat‘, Syeikh Umar Sulaiman al-Asyqat.

– Artikel Shifat al-Anbiya’ war RusulSyeikh Batul ad-Daghim. mawdoo3.com

Tags:

2 thoughts on “Rasul, Nabi, Wali: Pengertian dan Perbedaannya

Tinggalkan Balasan ke Buku: Dahsyatnya 4 Sifat Utama Yang Dimiliki Setiap NabiBatalkan balasan

Your email address will not be published.