SHOPPING CART

close

Utamakan Akhlak Sebelum Aqidah dan Syariah

1. Hakekat Aqidah Syariat Akhlak

Aqidah itu pokok masalahnya adalah selamat dan sesat. Surga dan neraka. Beriman dan kafir. Ini wilayah yang sangat pribadi antara seorang hamba dan Dzat Yang Maha Mengetahui. Sesama manusia hanya bisa menilai tanda-tanda keimanan dan kekafiran. Bukan pada hal yang sesungguhnya. Baik bagi diri sendiri, apalagi orang lain.

Syariat itu urusannya benar dan salah. Isinya adalah halal dan haram. Berdasarkan dalil atau petunjuk yang Allah wahyukan kepada para nabi-Nya, khususnya Nabi Muhammad Saw.

Akhlak itu urusannya indah dan tidak. Baik dan buruk. Pantas dan tidak. Ukurannya pada adat kebiasaan manusia yang berbudi luhur, serta disempurnakan oleh teladan Rasulullah Saw.

2. Ibarat bangunan

Aqidah, keyakinan, atau iman adalah pondasi. Dasar bangunan. Tidak kelihatan, karena tertanam dalam tanah. Sebagaimana aqidah yang tertanam dalam hati. Ia tidak nampak. Meskipun tanda-tandanya dapat diketahui melalui perilaku yang taat, dan bahasa yang santun.

Bangunan yang kokoh pasti memiliki pondasi yang kuat. Meskipun tidak kelihatan, namun memiliki peranan yang paling menentukan akan umur bangunan.

Sedangkan syariat adalah tiang dan temboknya. Ia memiliki peranan yang sangat kelihatan dalam kehidupan sehari-hari. Tiangnya adalah shalat yang wajib ditegakkan setidaknya lima kali sehari. Atapnya adalah jihad, sebagai pelindung dari teriknya sinar matahari, guyuran air hujan yang hendak membanjiri bangunan, maupun kuatnya angin yang bertiup sepanjang hari.

Adapun akhlak merupakan pagar yang melindungi bangunan secara keseluruhan. Ia akan menyempurnakan kemegahan dan keindahan. Pagar merupakan bagian yang pertama kali terlihat oleh “orang luar” yang sedang lewat maupun yang ingin bertamu.

Baca pula:  Bagaimana Kita Membedakan Syariat dan Fiqih

3. Utamakan akhlak sebelum syariah dan aqidah

Dalam menyelesaikan persengketaan, seorang muslim hendaknya mendahulukan akhlak. Pertimbangannya adalah kepantasan dan kepatutan. Sebisa mungkin berusaha mengalah. Mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Istilahnya adalah itsar. Dan inilah tingkat persaudaraan yang paling tinggi.

Bila ada masalah di antara saudara, tetangga maupun orang lain, jangan buru-buru mengajukan perkara ke pengadilan. Namun hendaknya kedua belah pihak berembug untuk menemukan jalan keluar bersama. Kedua belah pihak berusaha untuk saling memahami dan mengerti keadaan yang lain. Bukan hanya kepentingannya sendiri. Inilah yang disebut sebagai ta’awun dan tafahum yang setingkat lebih rendah daripada itsar.

Lebih lanjut, sebisa mungkin jangan sampai kita menghakimi aqidah orang lain. Konsekunsi bagi kelancangan menghakimi aqidah orang lain itu sangat berat. Yaitu bila penghakiman itu keliru, justru penghakiman itu akan berbalik kepada orang yang menghakimi. Artinya, bila seseorang menuduh orang lain kafir, padahal orang lain itu beriman, maka orang yang menuduh itulah yang kafir.

4. Akhlak adalah puncak ajaran Islam

Secara tegas Rasulullah Saw. menyampaikan kepada kita:

“Tidaklah aku diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Akhlak yang mulia itu bisa kita capai melalui penalaran yang sehat dan hati nurani yang jernih. Kemudian disempurnakan melalui teladan Nabi Muhammad Saw.

Rasulullah Saw. sendiri memperoleh pujian setinggi langit dari Allah Swt. adalah berkat kemuliaan akhlak beliau. Bukan karena ilmu atau yang lainya. Atau katakanlah, karena ilmu beliau yang mumpuni, maka lahirlah akhlak yang mulia.

Lebih dari itu, bahkan sifat Allah yang paling utama Dia perlihatkan dalam bentuk ar-Rahman dan ar-Rahim. Yang tak lain adalah perwujudan paling sempurna bagi akhlak yang mulia untuk seluruh makhluk-Nya. Dengan akhlak itulah Allah Swt. masih memberikan rezeki yang berlimpah kepada para hamba-Nya yang setiap saat berkubang dalam maksiat, bahkan dalam kekufuran dan kekafiran…

Allahu a’lam.

Tags:

0 thoughts on “Utamakan Akhlak Sebelum Aqidah dan Syariah

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.