SHOPPING CART

close

Talak Raj’i: Pengertian dan Hak Nafkah bagi Istri

Pengertian talak raj’i

Talak raj’i yaitu talak satu dan talak dua. Dalam keadaan seorang isteri telah ditalak satu dan talak dua ini, suami bisa rujuk kepada isterinya. Apabila ia rujuk sebelum masa iddah habis, maka tidak diperlukan akad nikah baru. Ia cukup rujuk dengan kata-kata atau perbuatan yang menandakan bahwa ia telah rujuk.

Apabila ia rujuk setelah masa iddah habis, maka harus memakai akad nikah yang baru. Dengan demikian juga diperlukan mahar baru, seperti pernikahan yang awal.

Lawan dari talak raj’i adalah talak bain. Dalam talak bain ini, seorang suami tidak boleh rujuk kepada isterinya, kecuali isteri itu telah menikah dengan laki-laki lain, lalu mereka bercerai.

Inilah istilah yang umum dipakai oleh para pakar fikih klasik. Namun istilah itu diubah oleh para ahli fikih modern. Mereka membagi talak menjadi tiga, yaitu talak raj’i, talak bain bainunah shughra, dan talak bain bainunah shughra.

Talak raj’i yaitu talak pertama atau kedua yang belum habis masa iddahnya. Pada masa ini seorang suami yang akan rujuk kepada isterinya tidak memerlukan akad dan mahar baru.

Talak bain bainunah shughra yaitu talak pertama atau talak kedua yang telah habis masa iddahnya. Pada masa ini, seorang suami masih bisa rujuk kepada isterinya. Namun ia harus menikahi mantan isterinya itu dengan akad dan mahar baru.

Talak bain bainunah kubra yaitu talak tiga, baik belum habis masa iddahnya maupun sudah habis.

***

Hak Nafkah untuk Istri Yang Ditalak Raj’i

Apabila seorang isteri masih dalam iddah untuk talak raj’i, maka ia masih berhak untuk mendapatkan nafkah dari suaminya, baik berupa uang belanja maupun tempat tinggal.

Hal ini berdasarkan hadits-hadits berikut:

Teks

وَعَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةُ قَالَ : أَرْسَلَ مَرْوَانُ قَبِيصَةَ بْنَ ذُؤَيْبٍ إلَى فَاطِمَةَ، فَسَأَلَهَا، فَأَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَ أَبِي حَفْصِ بْنِ الْمُغِيرَةِ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّرَ الْإِمَامَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى بَعْضِ الْيَمَنِ، فَخَرَجَ مَعَهُ زَوْجُهَا، فَبَعَثَ إلَيْهَا بِتَطْلِيقَةٍ كَانَتْ بَقِيَتْ لَهَا، وَأَمَرَ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ وَالْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ أَنْ يُنْفِقَا عَلَيْهَا، فَقَالَا : لَا وَاَللَّهِ، مَا لَهَا نَفَقَةٌ إلَّا أَنْ تَكُونَ حَامِلًا. فَأَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ : لَا نَفَقَةَ لَك إلَّا أَنْ تَكُونِي حَامِلًا.

وَاسْتَأْذَنَتْهُ فِي الِانْتِقَالِ، فَأَذِنَ لَهَا، فَقَالَتْ : أَيْنَ أَنْتَقِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ فَقَالَ : عِنْدَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ. وَكَانَ أَعْمَى، تَضَعُ ثِيَابَهَا عِنْدَهُ وَلَا يُبْصِرُهَا، فَلَمْ تَزَلْ هُنَاكَ حَتَّى مَضَتْ عِدَّتُهَا، فَأَنْكَحَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُسَامَةَ، فَرَجَعَ قَبِيصَةُ إلَى مَرْوَانَ، فَأَخْبَرَهُ ذَلِكَ، فَقَالَ مَرْوَانُ : لَمْ نَسْمَعْ هَذَا الْحَدِيثَ إلَّا مِنْ امْرَأَةٍ، فَسَنَأْخُذُ بِالْعِصْمَةِ الَّتِي وَجَدْنَا النَّاسَ عَلَيْهَا. فَقَالَتْ فَاطِمَةُ حِينَ بَلَغَهَا ذَلِكَ : بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ كِتَابُ اللَّهِ، قَالَ اللَّهُ : ( فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ )، حَتَّى قَالَ : ( لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا )، فَأَيُّ أَمْرٍ يَحْدُثُ بَعْدَ الثَّلَاثِ ؟ رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ وَمُسْلِمٌ بِمَعْنَاهُ.

Terjemah

Dan dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah, dia berkata, “Marwan mengutus Qabishah bin Dzuaib kepada Fathimah, dan bertanya padanya. Lalu Fathimah memberitahu padanya bahwa sebelumnya dia adalah istri Abu Hafsh bin al-Mughirah. Dan bahwa sebelumnya Nabi Saw. memberikan kekuasaan pada Imam ‘Ali bin Abi Thalib atas sebagian Yaman. Lalu suami Fathimah keluar bersama ‘Ali, dan mengirimkan padanya sebuah talak yang masih tersisa (dari tiga talak). Dan dia memberikan perintah kepada ‘Ayyash bin Abi Rabi’ah dan al-Harits bin Hisyam untuk memberikan nafkah padanya.

Lalu keduanya berkata, “Tidak, demi Allah. Dia tidak lagi memiliki hak atas nafkah, kecuali dia hamil.” Lalu Fathimah menemui Nabi Saw. Beliau bersabda, “Engkau tidak lagi memiliki hak nafkah, kecuali engkau hamil.” Lalu Fathimah minta izin pada beliau untuk pindah rumah, dan beliau pun memberikan izin.

Lalu Fathimah bertanya, “Kemana aku akan pindah, wahai Rasulullah Saw.?” Beliau bersabda, “Di rumah Ibnu Ummi Maktum.” Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta. Di rumah itu Fathimah bisa melepas pakaian dan Ibnu Ummi Maktum tidak melihatnya. Dan Fathimah pun terus tinggal disana hingga selesai masa iddahnya. Lalu Nabi Saw. menikahkannya dengan Usamah.

Ketika Qabishah kembali pada Marwan, dia memberitahunya tentang hal itu. Marwan berkata, “Kita tidak pernah mendengar berita ini, melainkan dari seorang perempuan. Kita akan mengambil yang lebih terjaga yang biasa dilakukan oleh orang banyak.”

Ketika percakapan itu sampai kepada Fathimah, dia berkata, “Diantara kita ada Kitab Allah. Allah berfirman, “Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).[1] Sampai, “Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru.”[2] Lalu suatu hal yang baru apa setelah talak tiga?” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i.)

***

Hikmah nafkah untuk isteri yang talak raj’i

Islam memberikan ketentuan kepada suami untuk tetap memberikan nafkah kepada isterinya yang masih dalam masa iddah talak raj’i dengan beberapa hikmah sebagai berikut:

  • Selama isteri masih tinggal di rumah suami, maka suasana masih cukup kondusif bagi kedua belah pihak untuk berkomunikasi dengan baik. Dalam kondisi demikian, masing-masing pihak sebenarnya belum benar-benar berpisah, baik secara lahir maupun batin. Masa ini merupakan masa yang paling baik bagi suami maupun isteri untuk mempertimbangkan berbagai hal yang berkaitan dengan rumah tangga dengan lebih jernih.
  • Keadaan di atas juga mempermudah proses rujuknya seorang suamidengan isterinya. Boleh jadi dengan tetap tinggal serumah namun saling diam akan membuat keduanya akan rindu untuk saling tatap dan bicara. Hal inilah yang antara lain membuat keduanya lebih mudah untuk rujuk.
  • Dalam keadaan isteri masih menerima nafkah dan tempat tinggal dari suami, menunjukkan bahwa sebenarnya isteri belum terlalu jauh dari jangkauan suami.
  • Apabila suami dan isteri sudah berpisah sejak diucapkannya kata talak yang pertama, maka akan hilang berbagai kesempatan baik di atas.

Baca juga:

Berapakah Standar Hak Nafkah Bagi Seorang Istri?

***

Hadits dan Terjemah

1. Hadits Fathimah binti Qais

عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمُطَلَّقَةِ ثَلَاثًا قَالَ : لَيْسَ لَهَا سُكْنَى وَلَا نَفَقَةٌ. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَمُسْلِمٌ.

وَفِي رِوَايَةٍ عَنْهَا قَالَتْ : طَلَّقَنِي زَوْجِي ثَلَاثًا، فَلَمْ يَجْعَلْ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُكْنَى وَلَا نَفَقَةً. رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ إلَّا الْبُخَارِيَّ.

وَفِي رِوَايَةٍ عَنْهَا أَيْضًا قَالَتْ : طَلَّقَنِي زَوْجِي ثَلَاثًا، فَأَذِنَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَعْتَدَّ فِي أَهْلِي. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dan dari asy-Sya’bi, dari Fathimah binti Qais, dari Nabi Saw. tentang wanita yang ditalak dengan talak tiga, beliau bersabda, “Wanita itu tidak lagi punya hak tempat tinggal maupun nafkah.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Dan dari Fathimah binti Qais juga, bahwa dia berkata, “Suamiku mentalakku dengan talak tiga. Dan Rasulullah Saw. tidak lagi memberikan padaku hak tempat tinggal maupun nafkah.” (HR. Jama’ah, kecuali Bukhari.)

Dan dari Fathimah binti Qais lagi, bahwa dia berkata, “Suamiku mentalakku dengan talak tiga. Lalu Rasulullah Saw. memberikan izin padaku untuk menghabiskan masa iddahku di rumah keluargaku.” (HR. Muslim.)

2. Hadits ‘Aisyah

وَعَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّهُ قَالَ لِعَائِشَةَ :  أَلَمْ تَرَيْ إلَى فُلَانَةَ بِنْتِ الْحَكَمِ، طَلَّقَهَا زَوْجُهَا أَلْبَتَّةَ، فَخَرَجَتْ. فَقَالَت : بِئْسَمَا صَنَعَتْ. فَقَالَ : أَلَمْ تَسْمَعِي إلَى قَوْلِ فَاطِمَةَ ؟ فَقَالَتْ : أَمَا إنَّهُ لَا خَيْرَ لَهَا فِي ذَلِكَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

وَفِي رِوَايَةٍ : أَنَّ عَائِشَةَ عَابَتْ ذَلِكَ أَشَدَّ الْعَيْبِ، وَقَالَتْ : إنَّ فَاطِمَةَ كَانَتْ فِي مَكَان وَحْشٍ، فَخِيفَ عَلَى نَاحِيَتِهَا، فَلِذَلِكَ أَرْخَصَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَأَبُو دَاوُد وَابْنُ مَاجَهْ.

Dan dari ‘Urwah bin az-Zubair, dia berkata kepada ‘Aisyah, “Tidakkah engkau perhatikan Fulanah binti al-Hakam. Wanita itu ditalak suaminya dengan talak tiga, lalu wanita itu keluar (meninggalkan rumah suaminya).” ‘Aisyah berkata, “Sungguh buruk perbuatan wanita itu.” ‘Urwah berkata, “Tidakkah engkau mendengar perkataan Fathimah?” ‘Aisyah berkata, “Sungguh tiada kebaikan bagi dirinya sendiri dalam hal itu.” (Muttafaq ‘alaih.)

Pada riwayat lain, bahwa ‘Aisyah sangat mencela hal itu (berpindahnya wanita yang ditalak tiga dari rumah suaminya tanpa alasan). ‘Aisyah berkata, “Sesungguhnyalah Fathimah berada di tempat yang menyendiri, sehingga dikhawatirkan keselamatannya. Oleh karena itu Rasulullah memberikan keringanan padanya.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah.)

3. Hadits Fathimah binti Qais yang kedua

وَعَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ قَالَتْ : قُلْت : يَا رَسُولَ اللَّهِ، زَوْجِي طَلَّقَنِي ثَلَاثًا، وَأَخَافُ أَنْ يَقْتَحِمَ عَلَيَّ. فَأَمَرَهَا فَتَحَوَّلَتْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَالنَّسَائِيُّ.

Dan dari Fathimah binti Qais, dia berkata, “Aku berkata, “Wahai Rasulullah, suamiku telah mentalakku tiga talak, dan aku takut dia menggangguku.” Maka beliau pun memerintahkanku untuk berpindah.” (HR. Muslim dan Nasa’i.)

4. Hadits Fathimah binti Qais yang ketiga

وَعَنْ الشَّعْبِيِّ أَنَّهُ حَدَّثَ بِحَدِيثِ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَجْعَلْ لَهَا سُكْنَى وَلَا نَفَقَةً، فَأَخَذَ الْأَسْوَدُ بْنُ يَزِيدَ كَفًّا مِنْ حَصًى، فَحَصَبَهُ بِهِ، وَقَالَ : وَيْلَكَ تُحَدِّثُ بِمِثْلِ هَذَا ؟ قَالَ عُمَرُ : لَا نَتْرُكُ كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِقَوْلِ امْرَأَةٍ لَا نَدْرِي لَعَلَّهَا حَفِظَتْ أَوْ نَسِيَتْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dan dari asy-Sya’bi, bahwa dia menyampaikan sebuah hadits tentang Fathimah binti Qais, bahwa Rasulullah Saw. tidak lagi memberinya hak atas tempat tinggal maupun nafkah. Lalu al-Aswad mengambil segenggam kerikil dan melemparkannya pada asy-Sya’bi, dan berkata, “Celakalah kamu menyampaikan hadits seperti itu.” ‘Umar berkata, “Kita tidak akan meninggalkan Kitab Allah dan sunnah Nabi kita Saw. karena perkataan seorang wanita yang kita tidak tahu, apakah dia benar-benar ingat atau lupa.” (HR. Muslim.)

5. Hadits Fathimah binti Qais yang keempat

Teks

وَعَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةُ قَالَ : أَرْسَلَ مَرْوَانُ قَبِيصَةَ بْنَ ذُؤَيْبٍ إلَى فَاطِمَةَ، فَسَأَلَهَا، فَأَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَ أَبِي حَفْصِ بْنِ الْمُغِيرَةِ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّرَ الْإِمَامَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى بَعْضِ الْيَمَنِ، فَخَرَجَ مَعَهُ زَوْجُهَا، فَبَعَثَ إلَيْهَا بِتَطْلِيقَةٍ كَانَتْ بَقِيَتْ لَهَا، وَأَمَرَ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ وَالْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ أَنْ يُنْفِقَا عَلَيْهَا، فَقَالَا : لَا وَاَللَّهِ، مَا لَهَا نَفَقَةٌ إلَّا أَنْ تَكُونَ حَامِلًا. فَأَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ : لَا نَفَقَةَ لَك إلَّا أَنْ تَكُونِي حَامِلًا.

وَاسْتَأْذَنَتْهُ فِي الِانْتِقَالِ، فَأَذِنَ لَهَا، فَقَالَتْ : أَيْنَ أَنْتَقِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ فَقَالَ : عِنْدَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ. وَكَانَ أَعْمَى، تَضَعُ ثِيَابَهَا عِنْدَهُ وَلَا يُبْصِرُهَا، فَلَمْ تَزَلْ هُنَاكَ حَتَّى مَضَتْ عِدَّتُهَا، فَأَنْكَحَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُسَامَةَ، فَرَجَعَ قَبِيصَةُ إلَى مَرْوَانَ، فَأَخْبَرَهُ ذَلِكَ، فَقَالَ مَرْوَانُ : لَمْ نَسْمَعْ هَذَا الْحَدِيثَ إلَّا مِنْ امْرَأَةٍ، فَسَنَأْخُذُ بِالْعِصْمَةِ الَّتِي وَجَدْنَا النَّاسَ عَلَيْهَا. فَقَالَتْ فَاطِمَةُ حِينَ بَلَغَهَا ذَلِكَ : بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ كِتَابُ اللَّهِ، قَالَ اللَّهُ : ( فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ )، حَتَّى قَالَ : ( لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا )، فَأَيُّ أَمْرٍ يَحْدُثُ بَعْدَ الثَّلَاثِ ؟ رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ وَمُسْلِمٌ بِمَعْنَاهُ.

Terjemah

Dan dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah, dia berkata, “Marwan mengutus Qabishah bin Dzuaib kepada Fathimah, dan bertanya padanya. Lalu Fathimah memberitahu padanya bahwa sebelumnya dia adalah istri Abu Hafsh bin al-Mughirah. Dan bahwa sebelumnya Nabi Saw. memberikan kekuasaan pada Imam ‘Ali bin Abi Thalib atas sebagian Yaman. Lalu suami Fathimah keluar bersama ‘Ali, dan mengirimkan padanya sebuah talak yang masih tersisa (dari tiga talak). Dan dia memberikan perintah kepada ‘Ayyash bin Abi Rabi’ah dan al-Harits bin Hisyam untuk memberikan nafkah padanya.

Lalu keduanya berkata, “Tidak, demi Allah. Dia tidak lagi memiliki hak atas nafkah, kecuali dia hamil.” Lalu Fathimah menemui Nabi Saw. Beliau bersabda, “Engkau tidak lagi memiliki hak nafkah, kecuali engkau hamil.” Lalu Fathimah minta izin pada beliau untuk pindah rumah, dan beliau pun memberikan izin.

Lalu Fathimah bertanya, “Kemana aku akan pindah, wahai Rasulullah Saw.?” Beliau bersabda, “Di rumah Ibnu Ummi Maktum.” Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta. Di rumah itu Fathimah bisa melepas pakaian dan Ibnu Ummi Maktum tidak melihatnya. Dan Fathimah pun terus tinggal disana hingga selesai masa iddahnya. Lalu Nabi Saw. menikahkannya dengan Usamah.

Ketika Qabishah kembali pada Marwan, dia memberitahunya tentang hal itu. Marwan berkata, “Kita tidak pernah mendengar berita ini, melainkan dari seorang perempuan. Kita akan mengambil yang lebih terjaga yang biasa dilakukan oleh orang banyak.” Ketika percakapan itu sampai kepada Fathimah, dia berkata, “Diantara kita ada Kitab Allah. Allah berfirman, “Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).[3] Sampai, “Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru.”[4] Lalu suatu hal yang baru apa setelah talak tiga?” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i.)

***

Mufradat

Di samping terjemah, untuk lebih memahami makna hadits di atas, kami sampaikan makna beberapa mufradat penting sebagai berikut:

Wanita yang telah ditalak suaminya : الْمُطَلَّقَةِ
Tempat tinggal : سُكْنَى
Aku menghabiskan masa iddah : أَنْ أَعْتَدَّ
Suaminya telah mentalaknya talak bain : طَلَّقَهَا زَوْجُهَا أَلْبَتَّةَ
Ia mencela : عَابَتْ
Ia memberikan rukhshah atau keringanan : أَرْخَصَ
Ia menyerbuku, ia memaksaku : أَنْ يَقْتَحِمَ عَلَيَّ
Ia memberikan nafkah padanya : أَنْ يُنْفِقَا عَلَيْهَا

***

Takhrij Hadits

Berikut penulis sampaikan takhrij atas hadits-hadits yang disebutkan di atas.

1. Hadits Fathimah binti Qais

عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمُطَلَّقَةِ ثَلَاثًا قَالَ : لَيْسَ لَهَا سُكْنَى وَلَا نَفَقَةٌ. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَمُسْلِمٌ.

Dalam kitab Shahih wa Sunan Nasa’i, al-Albani memberikan komentar terhadap hadits ini, “Shahih.” Juga dalam kitab Shahih wa Dha’if al-Jami’ as-Shahih, ia memberikan komentar yang sama.

وَفِي رِوَايَةٍ عَنْهَا قَالَتْ : طَلَّقَنِي زَوْجِي ثَلَاثًا، فَلَمْ يَجْعَلْ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُكْنَى وَلَا نَفَقَةً. رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ إلَّا الْبُخَارِيَّ.

Penulis belum menemukan takhrij hadits ini, namun setidaknya matan hadits ini bersesuaian dengan hadits shahih di atas.

وَفِي رِوَايَةٍ عَنْهَا أَيْضًا قَالَتْ : طَلَّقَنِي زَوْجِي ثَلَاثًا، فَأَذِنَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَعْتَدَّ فِي أَهْلِي. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Penulis juga belum menemukan takhrij hadits para pakar hadits untuk hadits ini. Namun hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim yang sudah berusaha untuk memasukkan hadits yang shahih saja dalam himpunan kitabnya. Setidaknya hadits ini merupakan hadits shahih menurut Imam Muslim.

2. Hadits ‘Aisyah

وَعَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّهُ قَالَ لِعَائِشَةَ :  أَلَمْ تَرَيْ إلَى فُلَانَةَ بِنْتِ الْحَكَمِ، طَلَّقَهَا زَوْجُهَا أَلْبَتَّةَ، فَخَرَجَتْ. فَقَالَت : بِئْسَمَا صَنَعَتْ. فَقَالَ : أَلَمْ تَسْمَعِي إلَى قَوْلِ فَاطِمَةَ ؟ فَقَالَتْ : أَمَا إنَّهُ لَا خَيْرَ لَهَا فِي ذَلِكَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Hadits muttafaq ‘alaih. Belum ada seorang pun pakar hadits yang menyatakan bahwa hadits muttafaq ‘alaih mengandung matan yang lemah.

وَفِي رِوَايَةٍ : أَنَّ عَائِشَةَ عَابَتْ ذَلِكَ أَشَدَّ الْعَيْبِ، وَقَالَتْ : إنَّ فَاطِمَةَ كَانَتْ فِي مَكَان وَحْشٍ، فَخِيفَ عَلَى نَاحِيَتِهَا، فَلِذَلِكَ أَرْخَصَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَأَبُو دَاوُد وَابْنُ مَاجَهْ.

Dalam kitab Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud, al-Albani memberikan komentar terhadap hadits ini dengan menyatakan, “Hasan.”

3. Hadits Fathimah binti Qais yang kedua

وَعَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ قَالَتْ : قُلْت : يَا رَسُولَ اللَّهِ، زَوْجِي طَلَّقَنِي ثَلَاثًا، وَأَخَافُ أَنْ يَقْتَحِمَ عَلَيَّ. فَأَمَرَهَا فَتَحَوَّلَتْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَالنَّسَائِيُّ.

Dalam kitab Shahih wa Dha’if Sunan Nasa’i, al-Albani memberikan komentar terhadap hadits ini dengan menyatakan, “Shahih.”

4. Hadits Fathimah binti Qais yang ketiga

وَعَنْ الشَّعْبِيِّ أَنَّهُ حَدَّثَ بِحَدِيثِ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَجْعَلْ لَهَا سُكْنَى وَلَا نَفَقَةً، فَأَخَذَ الْأَسْوَدُ بْنُ يَزِيدَ كَفًّا مِنْ حَصًى، فَحَصَبَهُ بِهِ، وَقَالَ : وَيْلَكَ تُحَدِّثُ بِمِثْلِ هَذَا ؟ قَالَ عُمَرُ : لَا نَتْرُكُ كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِقَوْلِ امْرَأَةٍ لَا نَدْرِي لَعَلَّهَا حَفِظَتْ أَوْ نَسِيَتْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim yang sudah dipercaya oleh seluruh pakar hadits.

5. Hadits Fathimah binti Qais yang keempat

وَعَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةُ قَالَ : أَرْسَلَ مَرْوَانُ قَبِيصَةَ بْنَ ذُؤَيْبٍ إلَى فَاطِمَةَ، فَسَأَلَهَا، فَأَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَ أَبِي حَفْصِ بْنِ الْمُغِيرَةِ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّرَ الْإِمَامَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى بَعْضِ الْيَمَنِ، فَخَرَجَ مَعَهُ زَوْجُهَا، فَبَعَثَ إلَيْهَا بِتَطْلِيقَةٍ كَانَتْ بَقِيَتْ لَهَا، وَأَمَرَ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ وَالْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ أَنْ يُنْفِقَا عَلَيْهَا، فَقَالَا : لَا وَاَللَّهِ، مَا لَهَا نَفَقَةٌ إلَّا أَنْ تَكُونَ حَامِلًا. فَأَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ : لَا نَفَقَةَ لَك إلَّا أَنْ تَكُونِي حَامِلًا.

وَاسْتَأْذَنَتْهُ فِي الِانْتِقَالِ، فَأَذِنَ لَهَا، فَقَالَتْ : أَيْنَ أَنْتَقِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ فَقَالَ : عِنْدَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ. وَكَانَ أَعْمَى، تَضَعُ ثِيَابَهَا عِنْدَهُ وَلَا يُبْصِرُهَا، فَلَمْ تَزَلْ هُنَاكَ حَتَّى مَضَتْ عِدَّتُهَا، فَأَنْكَحَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُسَامَةَ، فَرَجَعَ قَبِيصَةُ إلَى مَرْوَانَ، فَأَخْبَرَهُ ذَلِكَ، فَقَالَ مَرْوَانُ : لَمْ نَسْمَعْ هَذَا الْحَدِيثَ إلَّا مِنْ امْرَأَةٍ، فَسَنَأْخُذُ بِالْعِصْمَةِ الَّتِي وَجَدْنَا النَّاسَ عَلَيْهَا. فَقَالَتْ فَاطِمَةُ حِينَ بَلَغَهَا ذَلِكَ : بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ كِتَابُ اللَّهِ، قَالَ اللَّهُ : ( فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ )، حَتَّى قَالَ : ( لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا )، فَأَيُّ أَمْرٍ يَحْدُثُ بَعْدَ الثَّلَاثِ ؟ رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ وَمُسْلِمٌ بِمَعْنَاهُ.

Dalam kitab Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud, al-Albani memberikan komentar, “Shahih.”

____________________________________

[1] QS. ath-Thalâq [65]: 1.

[2] Ibid.

[3] QS. ath-Thalâq [65]: 1.

[4] Ibid.

Tags:

One thought on “Talak Raj’i: Pengertian dan Hak Nafkah bagi Istri

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.