SHOPPING CART

close

Makna Kekayaan antara Materialisme dan Kecukupan Sejati

Rasulullah Saw. berpesan:

“Barangsiapa melaksanakan shalat sunnah dua rakaat qabliyah Shubuh, maka itu lebih baik baginya daripada dunia dan isinya.”

Memaknai kekayaan sebagai materi

Dahulu saya memahami hadits itu sebagai kekayaan materi. Bahwa orang yang shalat sunnah dua rakaat qabliyah Shubuh itu nanti di surga akan diberikan balasan yang lebih baik daripada kekayaan dunia seluruhnya.

Pemahaman itu saya peroleh dari penjelasan para guru dan ustadz saya. Juga dari keterangan para penulis buku yang saya baca.

Hingga usia saya hampir setengah abad, pemahaman itulah yang masih melekat dengan kuat dalam benak saya.

Sebagaimana makna surga pun adalah materi.

Bila disebutkan bidadari, misalnya. Maka yang ada dalam kepala saya adalah makhluk yang berjenis kelamin perempuan. Cantik jelita, hidungnya mancung, kulitnya putih, matanya berbinar, tubuhnya montok, dan seterusnya.

Juga bila disebutkan sungai. Maka yang ada dalam pikiran saya adalah air jernih yang mengalir dengan tenang. Tidak dalam. Aman untuk berenang dan bersenang-senang.

Juga rumah dan istana. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Kekayaan adalah Kecukupan

Sampai kemudian saya memperoleh penjelasan yang lebih masuk akal, dan saya rasakan lebih mendekati kebenaran. Bahwa maksud hadits di atas adalah sebagai berikut:

Orang yang bisa melaksanakan shalat sunnah qabliyah Shubuh itu akan memperoleh hati yang cukup. Hati yang selalu merasa cukup.

Bila hati sudah merasa cukup, maka pikiran jadi tenang. Tidak mengharap yang bukan-bukan. Apalagi sekedar memenuhi keinginan. Bukan kebutuhan yang sebenarnya.

Atau diberikan hati yang tabah. Kuat menanggung beban dan ujian. Karena hati yang lemah akan selalu bermasalah. Meskipun secara materi amat berlimpah.

Pesan yang sangat berharga ini saya dapatkan secara langsung dari seorang sahabat senior. Bapak Djufry Raksana. Juga tetangga yang sangat baik dan saleh. Yang waktu menyampaikan ceramah memperingati fenomena gerhana bulan di sebuah masjid dekat rumah kami.

Hingga sekarang nasihat beliau itu masih selalu segar dalam ingatan. Juga masih selalu benar dalam pemahaman saya.

Surga: maknawi atau materi?

Dulu saya pun memaknai surga itu sebagai materi. Sebagaimana saya jelaskan di atas.

Namun sekarang nampaknya mulai agak bergeser.

Terutama ketika muncul pertanyaan:

“Apa rencana Anda setelah nanti masuk surga beneran? Apa mau tidur terus bersama para bidadari. Seharian mlungker di atas kasur.

“Bangun tidur gituan lagi. Terus makan dan minum. Jalan-jalan. Terus gituan lagi…”

Allau a’lam.

Tags:

0 thoughts on “Makna Kekayaan antara Materialisme dan Kecukupan Sejati

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.