SHOPPING CART

close

Hadits Arbain Nawawi (10): Syarat Diterimanya Amal dan Doa

Doa merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah Swt. Selain itu, doa juga merupakan bukti kedekatan antara Khaliq (Sang Maha Pencipta) dan makhluk (yang diciptakan).

Doa itu ada yang dikabulkan seketika. Ada yang ditunda hingga beberapa waktu, lalu dikabulkan sesuai dengan hikmah-Nya. Baik dikabulkan di dunia maupun kelak di akhirat. Yang penting dikabulkan.

Di samping itu, ada juga doa yang tidak dikabulkan, alias ditolak. Doa yang tidak dikabulkan itu ada sebabnya. Yaitu, karena makanan kita adalah makanan yang haram. Haram karena bendanya ataupun haram karena cara mendapatkannya.

Marilah kita perhatikan hadits berikut ini. Semoga Allah Swt. berkenan menjernihkan pikiran dan melapangkan dada kita untuk selalu istiqamah di jalan-Nya.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi (9): Larangan Terlalu Banyak Bertanya

***

A. Teks Hadits Arbain Nawawi (10)

:عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

.إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً

.وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ، فَقَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً

.وَقاَلَ تَعَالَ: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ

،ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: ياَ رَبِّ يَا رَبِّ

.وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ

 .رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 11: Tinggalkan Perkara Yang Meragukan

***

B. Terjemah Hadits Arbain Nawawi (10)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik.

“Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman sebagaimana dia memerintahkan kepada para rasul-Nya dengan firman-Nya: ‘Wahai Para Rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah.’

“Allah Swt. juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian.’

Kemudian Rasulullah Saw. menyebutkan tentang seseorang yang melakukan perjalanan jauh, hingga keadaannya menjadi kumal dan berdebu. Orang itu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: “Ya Rabb (wahai Tuhanku), Ya Rabb…”

“Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan kebutuhannya dipenuhi dengan cara yang haram pula. Maka bila begitu keadaannya, bagaimana doanya akan dikabulkan.”

(HR. Muslim.)

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 12: Meninggalkan Yang Tidak Bermanfaat

***

C. Penjelasan Hadits Arbain Nawawi (10)

Selanjutnya berikut ini beberapa catatan dan keterangan yang berkaitan dengan hadits di atas:

1. Cara Menghormati dan Menghargai Allah

Kita semua sudah memahami dengan cukup baik, bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Segalanya, yang indah dan sempurna. Namun sudahkah kita memberikan penghormatan dan penghargaan sesuai dengan keyakinan kita itu?

Kita beriman bahwa Allah Maha Melihat, namun kita bertingkah dan berperilaku seakan kita bisa bersembunyi dari penglihatan-Nya.

Kita beriman bahwa Allah Maha Mengetahui, namun kita bersikap dan berbuat seakan kita mampu menipu dan mengelabui pengetahuan-Nya.

Termasuk kita sudah beriman dengan sepenuhnya bahwa Allah Maha Suci dan Maha Indah, namun yang kita persembahkan pada-Nya bukanlah yang terbaik yang kita mampu dan miliki. Kita terbiasa beribadah dengan asal-asalan bahkan ogah-ogahan.

Sehingga di sinilah kita semua memperoleh nasihat mulia dari Rasulullah Saw. Bahwa Allah itu sungguh mulia, suci, dan harum. Maha hendaknya kita pun memberikan persembahan pada-Nya berupa ucapan, amal ibadah, sedekah bagi orang lain yang semulia, sesuci dan seharum mungkin dari yang kita mampu dan miliki.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 13: Di Antara Tanda Kesempurnaan Iman

**

2. Syariat bagi Kita adalah Syariat bagi Para Rasul Juga

Seorang nabi atau rasul adalah manusia biasa sama dengan kita. Bedanya mereka menerima wahyu langsung dari Allah Swt. Sementara kita menerima wahyu itu dari mereka. Tidak langsung dari-Nya.

Sehingga syariat yang berlaku bagi kita adalah syariat yang juga berlaku bagi mereka. Kalaupun ada perbedaan, maka jumlahnya sangat sedikit. Itu pun berkaitan dengan tugas mereka sebagai nabi dan rasul. Bukan supaya mereka bisa lebih santai dan enjoy hidup di dunia ini.

Misalnya, ketika turun wahyu yang memberikan batasan maksimal bagi laki-laki untuk memiliki istri sejumlah empat orang. Maka semua shahabat yang memiliki istri lebih dari empat orang diperintahkan untuk menceraikan kelebihannya.

Sementara hal itu tidak berlaku bagi Rasulullah Saw. Beliau tidak diperintahkan untuk menceraikan satu pun dari istrinya, padahal waktu itu beliau memiliki isri lebih dari empat orang.

Tentu saja hal itu ada alasannya. Bahwa para istri Rasulullah Saw. sudah berjuang dengan setia di samping beliau. Bila sampai diceraikan, pastilah mereka tidak akan memperoleh gantinya sebaik Rasulullah Saw. Di dunia apalagi di akhirat. Bila sampai diceraikan, tentulah itu musibah besar bagi mereka. Musibah dunia sekaligus akhirat.

Setelah itu, turun ayat yang secara khusus berlaku bagi Rasulullah Saw. Bahwa beliau tidak boleh menambah maupun menceraikan satu pun dari seluruh istri beliau yang sudah ada. Sementara bagi kaum muslimin jumlah empat itu memang jumlah maksimal. Namun mereka boleh melakukan “tukar-tambah”, yang penting jumlah maksimal adalah empat orang istri.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 14: Kapankah Darah Seorang Muslim Halal

**

3. Rahasia Rezeki Yang Suci

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna. Baik secara ruhani maupun jasmani. Di mana keduanya harus kita jaga dengan baik, karena keduanya akan saling mempengaruhi.

Modal utama kita untuk menjaga keduanya adalah dengan menjaga sumber rezeki kita. Ruhani dan jasmani yang suci harus diberikan rezeki yang suci pula. Karena rezeki yang najis akan mengotori ruhani dan jasmani.

Rezeki najis yang kami maksudkan di sini adalah rezeki yang haram. Sebaliknya, rezeki yang suci artinya rezeki yang halal.

Rezeki yang suci itu harus memenuhi dua kriteria sekaligus, yaitu: diperoleh dengan cara yang halal, dan dzatnya pun halal. Bila kehilangan satu atau dua kriteria itu, maka rezeki tersebut termasuk rezeki yang najis atau haram. Yang pasti akan mengotori ruhani dan jasmani kita. Na’uzu billah min dzalik.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 15: Muliakanlah Tetangga dan Tamu

**

4. Rezeki Yang Haram Menjadi Sebab Ditolaknya Doa

Secara tegas dalam hadits di atas Rasulullah Saw. memberikan peringatan kepada kita akan bahaya rezeki yang haram. Baik yang kita makan, minum, maupun yang kita gunakan sebagai pakaian. Bahkan termasuk yang lainnya, seperti: kendaraan, biaya pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.

Bagaimanapun khusyuknya seorang hamba telah berdoa, maka pasti akan ditolak, apabila tidak mampu menjaga dirinya dari rezeki yang haram.

Baca Juga:

Hadits Arbain Nawawi 16: Janganlah Engkau Marah

***

Penutup

Inilah beberapa catatan dan keterangan yang mampu kami sampaikan dalam kesempatan ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita bersama.

Allahu a’lam.

___________________

Bacaan Utama:

Kitab Jami’ al-‘Ulum wal-Hikam. Imam Ibnu Rajab al-Hambali.

kitab-jami'-ulum-wal-hikam

Untuk menyimak hadits arbain yang lain, silakan klik link berikut ini:

42 Hadits Arbain Nawawiyah

Tags:

2 thoughts on “Hadits Arbain Nawawi (10): Syarat Diterimanya Amal dan Doa

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.