SHOPPING CART

close

QAUL SHAHABI: Pengertian, Contoh, Macam-macam dan Kedudukan

قَوْلُ الصَّحَابِيِّ

Qa-ul as-Sha-ha-biy

Banyak dari kita yang belum familiar dengan istilah ini. Boleh jadi karena kita menganggap bahwa shahabat atau shahabi itu adalah sama dengan kita. Sama-sama tidak makshum. Sama-sama manusia biasa. Bukan nabi bukan rasul. Oleh karena itu, pendapat seorang shahabat itu adalah sama dengan pendapat seorang ulama. Boleh kita ambil dan boleh kita tinggalkan.

Namun ternyata para ulama tidak memandang seperti itu. Karena para shahabat merupakan para pribadi yang secara langsung turut menyaksikan bagaimana turunnya wahyu (al-Qur’an). Mereka adalah orang-orang yang secara langsung memperoleh pendidikan dari Rasulullah Saw. Sehingga mereka memiliki naluri yang berbeda dengan kaum muslimin pada umumnya.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami ingin menyajikan pembahasan yang sangat penting mengenai kedudukan pendapat para shahabat. Apakah Qaul Shahabi itu bisa menjadi dalil. Namun sebelumnya kita akan bahas terlebih dahulu definisi dan contoh Qaul Shahabi.

Baca Juga:   Istihsan: Pengertian, Contoh, Macam-macam dan Kedudukannya

***

A. Pengertian Qaul Shahabi

Secara bahasa, Qaul artinya: perkataan, pendapat. Dari kata: qaala-yaquulu-qaulan.

Adapun Shahabi, secara bahasa artinya: sahabat, teman karib, kawan akrab. Dari kata: shahiba-yashhabu-shahabatan wa shuhbatan.

Secara istilah, Qaul artinya: pendapat, perspektif, mazhab, jalan berpikir.

Adapun Shahabi atau Shahabat secara istilah memiliki dua makna.

Pengertian shahabi yang pertama:

Shahabi adalah orang yang pernah bertemu meskipun hanya sekali dengan Nabi Muhammad Saw. dalam keadaan beriman, dan dia pun mati dalam keadaan beriman. Inilah pengertian Shahabi yang digunakan oleh para ahli hadits.

من رأى النبي صلى الله عليه وسلم مؤمنا به ومات على ذلك

“Shahabi adalah orang yang pernah melihat Nabi Muhammad Saw. dalam keadaan beriman, dan dia mati dalam keadaan beriman.”

Pengertian shahabi yang kedua:

Shahabi adalah orang yang banyak bersama dengan Nabi Muhammad Saw. dalam keadaan beriman, dan dia pun mati dalam keadaan beriman.

من صحب النبي صلى الله عليه وسلم مؤمنا به مدة تكفي عرفا لوصفه بالصحبة، ومات على الإسلام

“Shahabi adalah orang yang berkawan akrab dengan Nabi Muhammad Saw. dalam keadaan beriman selama waktu tertentu sehingga berhak disebut sahabat, dan dia meninggal dalam keadaan beriman.”

Inilah pengertian Shahabi yang digunakan oleh para ahli ushul fiqih.

Mengapa ada “dua pengertian shahabi” yang berbeda seperti itu?

Para ahli hadits menjadikan shahabi sebagai perawi hadits. Syarat perawi dalam tingkatan shahabi adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Di mana Shahabi itu wajib diterima haditsnya. Karena berdasarkan telaah, pengalaman dan diskusi panjang. Setiap Shahabi itu merupakan perawi yang adil. Baik dia banyak bersama dengan Nabi maupun hanya bertemu sekali.

Sementara. Para ahli ushul fiqih menjadikan shahabi sebagai pelaku ijtihad (mujtahid). Orang yang memiliki kompetensi di bidang fiqih. Orang yang seperti ini harus banyak bersama Nabi. Sehingga dia mampu mencapai pemahaman yang mendalam tentang al-Qur’an, hadits, dan maqashid syariah.

Itulah definisi qaul dan shahabi.

Pengertian Qaul Shahabi

Adapun pengertian Qaul Shahabi secara istilah adalah:

مذهب الصحابي الذي قاله أو فعله ولم يروه عن النبي صلى الله عليه وسلم

“Qaul Shahabi artinya: pendapat Shahabi yang telah dia katakan atau dia kerjakan, dan dia tidak meriwayatkannya dari Nabi Muhammad Saw.”

Bila seorang shahabat meriwayatkan sebuah perkataan atau perbuatan dari Nabi, maka perkataan dan perbuatan itu merupakan hadits. Bukan Qaul Shahabi.

Dengan demikian, Qaul Shahabi berupa dua macam:

  • perkataan shahabat
  • perbuatan shahabat

Jadi meskipun qaul itu artinya perkataan, namun Qaul Shahabi artinya pendapat. Di mana yang namanya pendapat itu bisa diungkapkan secara lisan (perkataan), dan bisa diungkapkan melalui tindakan (perbuatan).

Baca Juga:  Maslahah Mursalah: Pengertian, Contoh, Syarat dan Kedudukan

***

B. Contoh Qaul Shahabi

Berikut ini beberapa contoh Qaul Shahabi:

1. Talak Tiga Yang Diucapkan Sekaligus

Pada zaman Rasulullah Saw. bila seseorang menjatuhkan talak tiga secara sekaligus, lalu dia mengaku niatnya hanya talak satu. Maka dihitung hanya satu talak. Itulah keputusan Rasulullah Saw.

Pada zaman Umar bin Khatthab. bila seseorang menjatuhkan talak tiga secara sekaligus, lalu dia mengaku niatnya hanya talak satu. Maka tetap dihitung talak tiga. Di mana suami tidak boleh rujuk kepada istrinya, kecuali istrinya itu sudah menikah dengan lelaki yang lain dan bercerai.

2. Adzan Shalat Jum’at Dua Kali

Pada zaman Rasulullah Saw. adzan untuk Shalat Jum’at itu hanya dilakukan sekali. Namun pada zaman Utsman bin Affan, adzan untuk shalat Jum’at itu dilakukan sebanyak dua kali.

Tambahan adzan itu dilakukan karena jumlah kaum muslimin semakin banyak. Dan perlu diketahui, bahwa adzan tambahan itu dilakukan di pasar. Tujuannya mengumumkan kaum muslimin yang masih ada di pasar untuk segera meninggalkan pasar.

Jadi adzan tambahan itu tidak dilakukan di masjid seperti zaman sekarang. Tapi di pasar.

3. Kijang disamakan dengan kambing

Para shahabat menyamakan hukum kijang dengan kambing. Tentu saja kijang di sini bukan merek kendaraan roda empat. Melainkan nama binatang. Yang secara kasat mata memang mirip dengan kambing.

Karena sama dengan kambing, maka kita juga boleh melaksanakan aqiqah dan qurban dengan menggunakan seekor kijang.

Baca Juga:  Ijma’: Pengertian, Contoh, Syarat, Macam dan Kedudukan

***

C. Macam-macam Qaul Shahabi

Qaul Shahabi itu ada bermacam-macam, yaitu:

1. Qaul Shahabi yang tidak bisa dinalar

Para ulama sepakat, bahwa Qaul Shahabi yang tidak bisa dinalar itu merupakan salah satu dalil. Dengan anggapan, bahwa Qaul Shahabi seperti ini sebenarnya merupakan hadits. Namun para shahabi (shahabat) itu tidak menyebutkannya sebagai hadits.

Contohnya:

Qaul Shahabi yang menyamakan kijang dengan kambing.

2. Qaul Shahabi yang masyhur dan tidak ada Qaul Shahabi lain yang berseberangan

Qaul Shahabi jenis ini juga disebut sebagai Ijma’ Sukuti.

Suatu Qaul Shahabi itu menjadi masyhur karena dua kemungkinan, yaitu:

  • Banyaknya Shahabi/Shahabat yang ikut menyampaikan pendapat dalam kasus terkait
  • Shahabi/Shahabat itu merupakan salah satu Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali)
  • Kasusnya dialami banyak orang.

Contohnya:

Keputusan Umar bin Khatthab memberlakukan talak tiga yang diucapkan sekaligus sebagai talak tiga.

3. Qaul Shahabi yang berseberangan dengan Qaul Shahabi yang lain

Adakalanya para shahabat berbeda pendapat mengenai hukum suatu kasus. Sehingga terdapat beberapa Qaul Shahabi.

Contohnya:

Pendapat Abdullah bin Umar, bahwa bola mata merupakan bagian dari wajah. Sehingga wajib terkena air. Bila kita berwudhu, maka mata harus terbuka (melek). Supaya bola mata terkena air wudhu.

Sementara para shahabat yang lain berpendapat, bahwa bola mata bukan bagian dari wajah. Sehingga ketika berwudhu, kita boleh membuka mata, boleh pula menutup mata.

4. Qaul Shahabi yang tidak masyhur dan tidak diketahui apakah ada Qaul Shahabi lain yang berseberangan

Adakalanya seorang shahabat memiliki suatu pendapat, namun tidak diketahui apakah ada shahabat lain yang memiliki pendapat berbeda.

Contohnya:

Pendapat Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) akan keabsahan orang yang tayamum menjadi imam bagi jamaah yang berwudhu. Dan hal ini telah Ibnu Abbas kerjakan. Beliau pernah tayamum dan menjadi imam bagi jamaah yang berwudhu.

Baca Juga:  Qiyas: Pengertian, Rukun, Contoh, Kedudukan dan Macamnya

***

D. Kedudukan Qaul Shahabi

Sebagaimana kami jelaskan, bahwa ternyata Qaul Shahabi itu bermacam-macam. Oleh karena itu, kedudukan Qaul Shahabi itu pun bermacam-macam. Berikut ini penjelasannya:

1. Qaul Shahabi yang tidak bisa dinalar

Para ulama bersepakat, bahwa Qaul Shahabi yang tidak bisa dinalar itu merupakan salah satu dalil. Dengan anggapan, bahwa Qaul Shahabi seperti ini sebenarnya merupakan hadits. Namun para shahabi (shahabat) itu tidak menyebutkannya sebagai hadits.

Meskipun para ulama sepakat. Bahwa Qaul Shahabi yang tidak bisa dinalar itu merupakan salah satu dalil. Namun mereka berbeda pendapat mengenai mana saja kasus yang dianggap masuk dalam kelompok ini, dan mana kasus yang dianggap tidak masuk dalam kelompok ini.

Sehingga ada ulama yang banyak mengambil Qaul Shahabi, dan ada ulama yang sedikit mengambil Qaul Shahabi.

Hal ini karena tidak adanya kaidah atau kriteria yang pasti untuk menentukan mana saja Qaul Shahabi yang dianggap masuk jenis ini.

2. Qaul Shahabi yang masyhur dan tidak ada Qaul Shahabi lain yang berseberangan

Sebagai kami jelaskan di atas, bahwa Qaul Shahabi jenis ini merupakan ijma’ sukuti. Nah mengenai kedudukan ijma’ sukuti ini, para ulama berbeda pendapat sebagai berikut:

a. Para ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat, bahwa ijma’ sukuti itu merupakan dalil. Karena diamnya sebagian para mujtahid yang lain itu dianggap setuju dengan para mujtahid yang sudah menyatakan pendapatnya. Hal ini diqiyaskan pada diamnya seorang perempuan yang dilamar oleh seorang laki-laki. Bila perempuan itu diam, maka dianggap setuju.

b. Para ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendat, bahwa ijma’ sukuti itu bukan merupakan dalil. Karena diamnya sebagian dari para mujtahid itu belum tentu setuju. Karena boleh jadi diamnya sebagian dari para mujtahid karena sebab-sebab takut kepada penguasa yang zalim dan tirani. Terlalu sibuk, sehingga belum sempat menelaah perkara itu. Atau dia masih ragu-ragu untuk membuat keputusan.

c. Sebagian ulama dari Syafi’iyah berpendapat, bahwa ijma’ sukuti itu merupakan dalil yang bersifat zhanni. Bisa digunakan sebagai pertimbangan. Tidak harus diamalkan. Alias boleh berbeda, dan tidak harus sama dengan ijma’ sukuti.

3. Qaul Shahabi yang berseberangan dengan Qaul Shahabi yang lain

Para ulama bersepakat, bahwa Qaul Shahabi jenis ini bukan merupakan dalil.

Namun dalam hal seperti ini, sebagian ulama tidak keluar dari pendapat para shahabat. Artinya, para ulama akan memilih salah satu dari Qaul Shahabi yang ada. Yaitu Qaul Shahabi yang lebih dekat kepada sebuah dalil.

Dasar dari pendapat ini, karena demikianlah cara para ulama ketika menghadapi hadits-hadits yang saling bertentangan. Yaitu berusaha mencari titik temu. Bila tidak bisa mendapatkan titik temu, maka dipilih salah satu hadits yang paling kuat. Dengan berdasarkan dalil yang lain.

Pendapat yang lain, yang keluar dari Qaul Shahabi dalam keadaan seperti ini. Berdasarkan pada nalar, bahwa orang yang mengikuti pendapat salah satu Qaul Shahabi, maka dia telah taqlid kepada salah seorang shahabat.

4. Qaul Shahabi yang tidak masyhur dan tidak diketahui apakah ada Qaul Shahabi lain yang berseberangan

Pada Qaul Shahabi seperti ini, para ulama berbeda pendapat:

a. Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i (qaul qadim) dan Imam Ahmad berpendapat, bahwa Qaul Shahabi seperti ini merupakan dalil.

b. Imam Syafi’i (qaul jadid) berpendapat, bahwa Qaul Shahabi seperti ini bukan merupakan dalil.

Baca Juga:  Mujtahid: Pengertian, Syarat-syarat dan Tingkatannya

***

Penutup

Demikian beberapa penjelasan singkat mengenai Qaul Shahabi yang bisa kami sampaikan. Bila ada hal-hal yang ingin dibahas lebih dalam, kami persilakan untuk disampaikan pada kolom komentar. Semoga ada manfaatnya.

Allahu a’lam.

_____________

Bacaan:

Kitab al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh al-Islami, Dr. Muhammad Musthafa az-Zuhaili.

Kitab-al-Wajiz-fi-Ushul-Fiqh-Islami

Tags:

0 thoughts on “QAUL SHAHABI: Pengertian, Contoh, Macam-macam dan Kedudukan

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.