SHOPPING CART

close

ISTIHSAN: Pengertian, Contoh, Macam-macam dan Kedudukannya

Istihsan merupakan salah satu dalil yang memperoleh perhatian cukup besar di antara para ulama. Hal ini menunjukkan kedudukan istihsan sebagai salah satu dalil dalam hukum Islam yang pantas untuk kita pahami dengan baik.

Demikian penting kedudukan istihsan ini, sehingga Imam Malik rahimahullah pernah berkata:

تسعة أعشار العلم الاستحسان

“Sembilan per sepuluh ilmu itu merupakan istihsan.”

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas beberapa hal mengenai istihsan. Mencakup pengertian, contoh, macam-macam dan kedudukan istihsan dalam hukum Islam.

Baca pula:  Ijma’: Pengertian, Contoh, Syarat, Macam dan Kedudukan

***

A. Pengertian Istihsan

Secara bahasa, istihsan berasal dari kata istahsana-yastahsinu-istihsanan. Artinya: menganggap baik.

Kata dasarnya adalah hasan. Artinya: baik. Lawannya adalah qubh. Artinya: buruk.

Secara istilah, terdapat beberapa definisi istihsan yang dirumuskan oleh para ulama.

1. Definisi istihsan yang paling tepat

Definisi istihsan yang paling tepat adalah:

العدول في مسألة عن مثل ما حكم به في نظائرها إلى خلافه بوجه هو أقوى

“Istihsan yaitu berpalingnya seorang mujtahid dari hukum yang biasanya dia putuskan untuk masalah-masalah yang semisal pada suatu kasus tertentu, karena adanya alasan yang lebih kuat.”

Itulah definisi istihsan yang paling tepat. Sebagaimana disampaikan oleh Imam al-Ghazali. Karena definisi tersebut mampu mencakup seluruh macam istihsan.

2. Definisi istihsan yang kurang tepat

Adapun definisi-definisi yang lain dinilai tidak mencakup seluruh macam istihsan. Misalnya:

دليل ينقدح في نفس المجتهد وتقصر عنه عبارته، فلا يقدر على إظهاره

“Istihsan yaitu sebuah dalil yang terasa janggal pada diri seorang mujtahid, dan dia tidak mampu untuk menerangkannya, sehingga dia pun tidak mampu untuk memunculkannya.”

Jadi intinya, istihsan adalah dalil yang bersifat misterius.

Definisi tersebut dicela oleh banyak ulama. Karena ketidakmampuan seorang mujtahid untuk memahami dalil, berarti hal itu termasuk wahm. Terlalu banyak tidak tahu daripada tahunya. Bukan lagi zhann. Di mana zhann ini merupakan batasan minimal untuk memutuskan perkara.

Ada lagi definisi istihsan sebagai berikut ini:

ما يستحسنه المجتهد بعقله

“Istihsan yaitu apa-apa yang dianggap baik oleh seorang mujtahid berdasarkan akalnya.”

Definisi di atas juga ditentang oleh banyak ulama. Karena hal itu memberikan kesan, bahwa seorang ulama yang menggunakan istihsan telah mengikuti hawa nafsunya. Dia hanya menggunakan akal semata. Tanpa pertimbangan dalil tertentu.

Secara tegas, Imam Syanqithi misalnya menolak kedua definisi di atas. Beliau menyampaikan:

وبطلان هذين التعريفين ظاهر

لأن المجتهد ليس له الاستناد إلى مجرد عقله في تحسين شيء

وما لم يعبر عنه لا يمكن الحكم له بالقبول حتى يظهر ويعرض على الشرع

“Dua defisini itu sudah jelas salah. Karena seorang mujtahid tidak berhak untuk berargumen berdasarkan akalnya semata untuk beristihsan. Sebagaimana dia juga tidak berhak beristihsan terhadap apa-apa yang dia tidak mampu jelaskan alasannya.”

***

B. Contoh Istihsan

Berikut ini kami sampaikan beberapa contoh berkaitan dengan tema istihsan ini:

1. Hukum bai’ salam

Bai’ salam itu artinya: membeli buah-buahan yang belum ada. Jadi baru pesan. Tapi uangnya sudah diberikan sekarang.

Misalnya kita pesan buah mangga kepada pedagang. Padahal sekarang belum masanya pohon mangga berbuah. Lalu kita kasih uangnya sekarang.

Hukum akad jual-beli barang yang belum ada wujudnya itu sebenarnya adalah tidak boleh. Tidak sah.

Namun hal itu ternyata diperbolehkan oleh Rasulullah Saw. Sehingga hadits ini merubah hukum sesuatu yang semula tidak sah menjadi sah.

Perbuatan Rasulullah Saw. memperbolehkan bai’ salam ini disebut sebagai istihsan.

2. Hukum istishna’

Istishna’ itu artinya: membeli suatu barang yang baru ada contohnya saja. Barang yang akan dibeli baru akan dibuatkan. Sesuai dengan contoh yang ada.

Misalnya kita pesan meja atau kursi di toko mebel. Berdasarkan meja dan kursi yang sudah ada di sana. Lalu kita minta kepada penjual untuk menyediakan barang yang sama atau yang mirip dengannya.

Hukum akad jual-beli barang yang belum ada seperti ini sebenarnya tidak boleh. Tidak sah.

Namun ternyata para ulama bersepakat, atau ijma’. Bahwa akad jual-beli seperti ini hukumnya adalah sah.

Nah, kesepakatan para ulama untuk merubah hukum yang asalnya tidak sah menjadi sah ini merupakan istihsan.

3. Hak irtifaqiyah dalam wakaf tanah

Hak irtifaqiyah itu adalah hak yang menyertai apa-apa yang kita miliki. Dalam hal ini, hak irtifaqiyah dikaitkan dengan tanah wakaf. Maka maksudnya adalah hak yang menyertai tanah wakaf. Seperti hak atas akses jalan dari luar menuju lokasi tanah wakaf.

Akad wakaf itu sebenarnya lebih menyerupai akad jual-beli. Yang penekanannya adalah pemindahan hak milik. Daripada akad sewa-menyewa. Yang penekanannya adalah pemindahan hak guna atau hak pakai.

Qiyas akad wakaf kepada akad jual-beli disebut sebagai qiyas jali. Adapun qiyas akad wakaf kepada akad sewa-menyewa disebut sebagai qiyas khafi.

Bila kita menggunakan qiyas khafi, maka kita telah menggunakan salah satu dalil yang disebut dengan istihsan.

4. Hukum wakaf tunai

Pada dasarnya, wakaf itu harus merupakan benda yang tidak bergerak. Namun ternyata ada adat kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan wakaf berupa uang. Sehingga para ulama pun memperbolehkan wakaf berupa benda bergerak, misalnya wakaf uang ini. Inilah yang disebut sebagai wakaf tunai.

Di mana asalnya wakaf tunai itu tidak sah. Namun karena ada adat kebiasaan masyarakat untuk melakukan wakaf tunai, maka para ulama pun memperolehkannya.

Perubahan hukum dari tidak boleh menjadi boleh. Atau tidak sah menjadi sah ini. Disebut sebagai istihsan.

5. Hukum memecahkan gelas di toko tanpa sengaja

Orang yang melakukan sesuatu secara tidak sengaja itu sebenarnya tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Termasuk orang yang memecahkan gelas maupun piring di toko. Bila hal ini dipertahankan, boleh jadi membuat para calon pembeli kurang hati-hati. Sehingga yang menanggung kerugian adalah pemilik toko. Kasihan dia.

Oleh karena itu, pemilik toko pun membuat pengumuman. Bahwa barang yang rusak atau pecah karena perilaku calon pembeli, meskipun tidak sengaja, merupakan tanggung jawab orang yang merusak atau memecahkannya.

Perubahan hukum ini dalam hukum Islam disebut sebagai istihsan.

6. Hukum membaui aroma makanan

Ketika sedang berpuasa. Kita dilarang untuk membaui aroma makanan. Karena hal itu sama saja dengan makan. Bikin kita merasa kenyang. Sehingga puasa menjadi batal.

Namun orang yang sedang masak di dapur tidak bisa menghindari hal itu. Karena dia harus tetap tinggal di dapur.

Oleh karena itu, orang yang sedang memasak itu puasanya tetap sah.

Perubahan hukum ini disebut sebagai istihsan.

***

C. Macam-macam Istihsan

Berikut ini kami sampaikan macam-macam istihsan yang langsung kami jelaskan dengan contoh kasusnya.

1. Istihsan berdasarkan nash

Nash artinya ayat al-Qur’an atau hadits nabawi.

Istihsan berdasarkan nash, artinya: istihsan yang dilakukan berdasarkan adanya nash yang menjelaskan hukum kasus terkait.

Misalnya: hukum jual-beli secara inden. Jual beli yang barangnya  belum ada.

Jual-beli dengan sistem inden ini sebenarnya bertentangan dengan kaidah umum. Bahwa seseorang tidak bisa menjual sesuatu yang belum dia miliki. Jual-beli itu barangnya harus sudah ada.

Namun ternyata ada sebuah hadits yang secara tegas memperbolehkan jual-beli dengan sistem inden ini. Istilah jual-beli ini adalah bai’ salam.

قدِم النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ وهم يُسلِفونَ في الثِّمارِ السَّنةَ والسنتين

فقال: من أسلفَ في شيءٍ فليُسلِفْ في كيلٍ معلومٍ ووزنٍ معلومٍ إلى أجَلٍ معلومٍ

Adalah Nabi Muhammad Saw. baru saja hadir di kota Madinah. Sementara penduduk Madinah biasa melakukan jual-beli kurma secara inden (bai’ salam). Maka Nabi bersabda, “Barangsiapa melakukan jual-beli secara inden, hendaknya dia melakukannya dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dengan tempo yang pasti.”

(HR. Bukhari dan Muslim).

2. Istihsan berdasarkan ijma’

Ijma’ artinya kesepakatan para ulama.

Istihsan berdasarkan ijma’ artinya: istihsan yang dilakukan berdasarkan adanya ijma’ dalam hukum kasus terkait.

Misalnya:

Hukum jual-beli untuk barang yang hanya ada contohnya. Atau disebutkan spesifikasinya. Seperti kita pesan meja atau rumah. Barangnya belum ada. Masih akan dibuatkan. Dalam hukum Islam disebut istishna’.

Istishna’ ini menurut kaidah umum hukum Islam adalah tidak boleh. Tidak sah. Karena istishna’ itu merupakan akad yang barangnya belum ada. Masih akan dibuatkan. Namun ternyata ada ijma’ di antara para ulama. Bahwa istishna’ itu hukumnya adalah boleh. Alias sah.

Berdasarkan ijma’ ini, maka yang semula tidak boleh menjadi boleh. Yang semula tidak sah menjadi sah.

3. Istihsan berdasarkan qiyas khafi

Qiyas khafi itu merupakan kebalikan qiyas jali. Bila qiyas khafi itu sifatnya samar dan lemah. Maka qiyas jali itu sifatnya terang dan kuat.

Istihsan berdasarkan qiyas khafi artinya: istihsan yang dilakukan berdasarkan adanya qiyas khafi dalam hukum kasus terkait, dengan meninggalkan qiyas jali.

Misalnya kasus tanah wakaf. Akad wakaf tanah itu lebih dekat diqiyaskan kepada akad jual-beli atau akad sewa-menyewa.

Akad wakaf itu bisa diqiyaskan kepada akad jual-beli. Karena tujuan dari akad wakaf dan akad jual-beli itu sama-sama merupakan akad pemindahan hak milik.

Akad wakaf itu juga bisa diqiyaskan kepada akad sewa-menyewa. Karena akad wakaf dan akad sewa-menyewa itu sama-sama merupakan pemindahan hak guna.

Qiyas akad wakaf kepada akad jual-beli itu lebih jelas, daripada akad wakaf kepada akad sewa-menyewa.

Qiyas akad wakaf kepada akad jual-beli itu merupakan qiyas jali. Adapun qiyas akad wakaf kepada akad sewa-menyewa itu merupakan qiyas khafi.

Masalahnya:

Bila seseorang memiliki tanah seluas 1.000 meter. Lalu dia wakaf tanah seperempatnya. Sedangkan letak tanah itu ada di sebelah tengah yang tidak punya akses jalan ke luar.

Maka:

Bila kita pakai qiyas jali. Maka tanah itu selamanya tidak punya jalan ke luar. Untuk memiliki jalan akses ke luar, maka harus membeli tanah tambahan sebagai jalan akses dari orang yang wakaf tadi.

Bila kita pakai qiyas khafi. Maka tanah itu harus diberi jalan akses ke luar. Tanpa beli kepada orang yang wakaf tadi. Jadi orang yang wakaf tadi harus memberikan tambahan tanah wakaf sebagai jalan akses ke luar.

4. Istihsan berdasarkan ‘urf

‘Urf adalah adat istiadat yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Apabila ‘urf tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka ia bisa menjadi dalil yang cukup kuat. Namun apabila bertentangan dengan syariat, maka ‘urf itu tidak dianggap dan tidak bisa digunakan sebagai dalil.

Istihsan berdasarkan ‘urf artinya: istihsan yang dilakukan berdasarkan adanya ‘urf berkaitan dengan perkara terkait.

Misalnya:

Wakaf itu asalnya harus berupa benda yang tidak bergerak. Seperti: tanah pertanian, tanah perkebunan, ataupun tanah kosong.

Namun, wakaf itu juga boleh berupa benda yang bergerak. Karena adanya ‘urf dalam masalah wakaf ini. Seperti: wakaf sepeda motor, mobil, emas perhiasan, bahkan uang kertas.

5. Istihsan berdasarkan maslahah

Maslahah artinya manfaat yang tidak bertentangan dengan syariat. Bila tidak bertentangan dengan syariat, maka maslahah itu bisa menjadi dalil yang cukup kuat. Sama halnya dengan ‘urf. Namun bila bertentangan dengan syariat, maka maslahah itu tidak bisa digunakan sebagai dalil. Seperti minuman keras dan perjudian. Keduanya bisa mendatangan maslahah. Namun bertentangan dengan syariat. Ada ayat dan hadits yang secara tegas mengharamkan minuman keras dan perjudian. Sehingga maslahah dalam hal ini tidak bisa digunakan sebagai dalil.

Istihsan berdasarkan maslahah artinya: istihsan yang dilakukan berdasarkan adanya maslahah berkaitan dengan perkara terkait.

Misalnya:

Bila kita masuk toko barang pecah-belah. Seperti: gelas, piring dan guci. Bila kita tidak sengaja memecahkan barang di situ, apakah kita harus memberikan ganti rugi?

Hukum asalnya, bila tidak sengaja, maka tidak wajib mengganti.

Namun hukum itu berubah berdasarkan maslahah. Meskipun tidak sengaja, orang yang memecahkan barang di toko, maka dia wajib membelinya. Atau istilah populernya: Memecahkan berarti membeli. Atau: Merusak berarti membeli.

Karena bila setiap orang yang memecahkan barang di toko itu tidak wajib memberikan ganti rugi, maka yang menanggung adalah si pemilik. Tentunya hal ini akan sangat merugikannya.

Oleh karena itu, berlakulah istihsan dalam masalah seperti ini. Demi sebuah maslahah.

6. Istihsan berdasarkan dharurah

Dharurah itu artinya kondisi yang di luar kendali kita. Baik karena ancaman orang lain, maupun kondisi tertentu yang di luar kemampuan kita untuk menghindarinya.

Istihsan berdasarkan dharurah artinya: istihsan yang dilakukan berdasarkan adanya kondiri dharurah yang berkaitan dengan perkara terkait.

Misalnya:

Menghirup uap nasi maupun masakan itu sebenarnya membatalkan puasa. Namun bagi orang yang sedang masak, tentu dia tidak bisa menghindarinya. Secara dharurah dia pasti selalu membaui berbagai aroma masakan yang membuatnya kenyang. Sehingga biasanya orang yang habis masak itu tidak makan langsung. Karena dia sudah merasa kenyang.

Nah, orang yang sedang masak itu tidak bisa meninggalkan dapur. Meskipun sedang puasa, mau tidak mau dia akan selalu mencium aroma masakan.

Secara hukum, sebenarnya orang yang sedang memasak di dapur itu batal puasanya. Namun karena alasan dharurah, sesuatu yang di luar kemampuan untuk menghindarinya, maka puasa orang itu tidak batal. Alias tetap sah.

***

D. Kedudukan Istihsan dalam Hukum Islam

Secara teori, para ulama berbeda pendapat mengenai kedudukan istihsan ini sebagai dalil hukum. Ada yang memakai dan ada yang tidak memakai. Namun secara praktis, para ulama sepakat untuk mengakui istihsan sebagai salah satu metode ijtihad.

Berikut ini kami kutipkan pernyataan Syeikh Muhammad Musthafa az-Zuhaili dari Kitab al-Wajiz fi Ushulil-Fiqh al-Islami:

والواقع أن الحنفية نظروا إلى الاستحسان من وجهة نظر معينة تختلف عن وجهة نظر الشافعية، وأن اختلافهم في تحديد معناه أدى إلى اختلافهم في حجيته، وأن الشافعية والمالكية، لا ينكرون وجهة نظر الحنفية في مراعاة القياس القوي وتقديمه عند تحقق المصلحة، ويؤيدون ترجيح قياس على قياس لعلة أو سبب، وكذلك الحنفية يوافقون الشافعية في إنكار الاستحسان الموسوم بالتشهي وإعمال العقل والتحكّم والهوى في الأحكام الشرعية

ولو نظر كل طرف في المعنى الذي حدده الآخر لوافقه عليه، فالاختلاف بينهم هو اختلاف لفظي كما يقول علماء الأصول، وأنهم متفقون على استعمال لفظه وحقيقته في الأحكام العملية في مسائل كثيرة

Pada kenyataannya, Abu Hanifah memiliki perspektif yang berbeda dengan Syafi’iyah mengenai istihsan. Dan perbedaan keduanya mengenai definisi istihsan menyebabkan perbedaan pendapat mengenai kedudukan istihsan. Di mana Syafi’iyah dan Malikiyah tidak menentang akan perspektif Hanafiyah dalam hal pengutamaan qiyas qawi apabila terdapat maslahah. Sebagaimana Syafi’iyah dan Malikiyah juga mendukung diutamakannya penggunaan salah satu qiyas atas qiyas yang lain berdasarkan suatu ‘illah atau alasan. Juga sebagaimana Hanafiyah sepakat dengan pendapat Syafi’iyah yang menentang istihsan yang berlandaskan pada selera, akal, main-main dan hawa nafsu dalam hukum syar’i.

Seandainya masing-masing pihak memahami definisi istihsan yang dimaksudkan oleh pihak yang lain, maka keduanya pasti sepakat dalam berpendapat dalam masalah istihsan ini. Oleh karena itu, perbedaan pendapat di antara mereka dalam hal istihsan ini merupakan perbedaan yang bersifat teoritis. Sebagaimana hal ini disampaikan para ahli Ushul Fiqih. Karena pada kenyataannya secara praktis mereka bersepakat ketika memutuskan berbagai masalah dengan menggunakan lafaz dan hakekat dari istihsan ini.

***

E. Argumentasi Penggunaan Istihsan sebagai Dalil

Selanjutnya berikut ini argumen atau dalil yang diajukan oleh para ulama untuk menggunakan istihsan sebagai salah satu metode ijtihad:

1. QS. Az-Zumar: 18

وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ ٱلَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُ

“Yaitu, orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya (mengikuti sesuatu yang mengandung kemaslahatan bagi mereka). Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal (yang mempunyai pikiran).

2. QS. Az-Zumar: 55

وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ

“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.”

Kedua ayat ini memberikan petunjuk, bahwa hendaknya kita selalu mempertimbangkan mana yang lebih baik. Dan ini disebut sebagai istihsan. Yaitu, menimbang perkara dengan ukuran kebaikan. Yang dalam bahasa Arab namanya istihsan.

3. HR. Ahmad dan Thabrani (Hadits Hasan)

ما رآه المسلمون حسنًا فهو عند الله حسن

“Sesuatu yang dianggap baik oleh umat Islam, maka sesuatu itu pun baik di sisi Allah.”

Oleh karena itu, penilaian umat Islam sebagai kebaikan, adalah suatu kebaikan. Yang dalam bahasa Arab istilahnya adalah istihsan.

***

Penutup

Inilah beberapa pembahasan mengenai istihsan yang bisa kami sampaikan. Semoga ada manfaatnya bagi kita bersama.

Allahu a’lam.

_______________________

Sumber Bacaan:

– Artikel:

Al-Istihsan. Dr. Mardha Musyawih al-‘Anzi.

– Artikel kedua:

Jual Beli Salam dan Syaratnya

– Artikel dalam website khusus hadits:

dorar.net

Tags:

0 thoughts on “ISTIHSAN: Pengertian, Contoh, Macam-macam dan Kedudukannya

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.