SHOPPING CART

close

Inilah 5 Alasan Mengapa Kita Harus Belajar Baca Kitab

Pada suatu sesi belajar baca kitab, ada seorang peserta yang mengajukan pertanyaan:

“Ustadz. Saya pernah ditegur oleh seorang teman: Kamu kan sudah tua. Ngapain belajar baca kitab yang berbahasa Arab. Itu kan susah. Buang-buang waktu. Sekarang kan sudah banyak kitab terjemahan.”

Saran dari teman itu sekilas masuk akal. Namun beliau tetap pingin belajar baca kitab. Oleh karena itu, beliau meminta tanggapan dari kami. Jawabannya kami share di sini, semoga bisa memberikan manfaat bagi kita semua.

Baca juga:  Tips Mahir Baca Kitab Arab Gundul: Beberapa Catatan Praktis

***

1. Kelemahan Belajar dengan Terjemahan

Banyak orang yang tidak memahami, bahwa belajar dengan mengandalkan terjemahan itu memiliki banyak kelemahan. Di antaranya adalah:

a. Taqlid kepada penerjemah

Membaca kitab hasil terjemahan itu berarti kita telah menyerahkan urusan pemahaman kitab kepada si penerjemah. Bila penerjemah keliru menerjemahkan, maka kelirulah pemahaman kita. Bila penerjemah benar menerjemahkan, belum tentu kita paham dengan benar. Sehingga membaca hasil terjemahan itu sama dengan taqlid kepada seseorang.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa taqlid itu salah. Allah tidak pernah memberikan beban kepada seorang hamba melebihi kemampuannya. Namun hendaknya kita memahami hakekat dari belajar melalui kitab terjemahan. Bahwa belajar dengan hasil terjemahan itu adalah sama dengan taqlid kepada seseorang.

b. Akurasi terjemahan

Bagi kita yang sudah pernah menerjemahkan kitab. Adakalanya kita menemui beberapa kalimat yang sangat susah untuk dimengerti. Maklum, bagaimanapun kita tetaplah orang ‘ajam. Alias non-Arab.

Selain itu, seringkali kita menemui bentuk kalimat yang sangat susah untuk diterjemahkan. Kita paham, tapi kesulitan untuk menemukan terjemahan yang pas. Sementara kita diburu tenggat waktu yang telah ditetapkan oleh penerbit.

Dalam beberapa kondisi khusus itulah, kemudian kita agak asal-asalan dalam menerjemahkan kitab. Ini fakta. Pasti dialami oleh semua penerjemah. Oleh karena itulah, akurasi terjemahan itu tidak selalu 100%. Kadang hanya bisa 90%, 70%, atau bahkan 50%.

Keadaan seperti ini hendaknya juga kita pahami. Sehingga bila kita kadang-kadang tidak paham maksud penerjemah, maka boleh jadi hal itu karena penerjemahan yang kurang bagus, atau bahkan kurang tepat. Sehingga tidak bisa dipahami dengan baik.

c. Satu kitab diterjemahkan banyak orang

Sebuah kitab itu idealnya diterjemahkan oleh satu orang. Bukan dua orang apalagi lebih.

Namun kadang-kadang seorang penerjemah itu mengajak temannya untuk menerjemahkan sebuah kitab. Jadi kitabnya dibagi dua. Biasanya penerjemah utama memperoleh bagian yang awal, dan penerjemah kedua memperoleh bagian yang akhir.

Sebuah kitab diterjemahkan oleh dua orang atau lebih. Karena kitabnya sangat tebal, bahkan berjilid-jilid. Mungkin juga karena tenggat waktu yang terlalu singkat. Sehingga penerjemah merasa kewalahan dan mengajak penerjemah yang lain.

Satu kitab yang diterjemahkan oleh banyak orang itu seringkali membuat hasil terjemahan semakin tidak akurat. Karena masing-masing penerjemah itu memiliki gaya terjemahan yang berbeda-beda. Sehingga membuat pembaca kesulitan memahami hasil terjemahan.

Baca juga:  Nailul Authar: Kitab Hadits-Fiqih Paling Berpengaruh

***

2. Belajar Bahasa Arab Hukumnya Fardhu ‘Ain

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum belajar bahasa Arab, sebagai berikut:

a. Jumhur ulama

Jumhur ulama berpendapat, bahwa belajar bahasa Arab itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Harus ada sebagian kaum muslimin yang memiliki keahlian bahasa Arab dengan baik. Sehingga bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an, bahasa Hadits, dan bahasa keilmuan Islam itu bisa terjaga dengan baik.

b. Madzhab Syafi’i

Sementara itu, Madzhab Syafi’i berpendapat, bahwa belajar bahasa Arab itu hukumnya fardhu ‘ain. Setiap orang Islam wajib belajar bahasa Arab dengan baik. Karena sebagai orang Islam, kita wajib belajar memahami al-Qur’an. Sebagai tanda, bahwa kita bersungguh-sungguh ingin memahami kalam Allah.

Nah, bila ingin pendapat yang lebih hati-hati, sudah sepantasnya kita mengikuti pendapat Madzhab Syafi’i. Bahwa belajar bahasa Arab itu hukumnya adalah fardhu ‘ain. Bila pun kita ingin pendapat yang ringan, fardhu kifayah itu artinya tetap wajib. Namun tidak wajib untuk semua orang. Lalu kenapa kita tidak memilih untuk berperan aktif dalam kewajiban yang fardhu kifayah itu, apabila ada kesempatan?

Di mana ada kemauan di situ pasti ada jalan. Apalagi bila kemauan itu adalah niat yang berdasarkan pada tekad untuk lebih dekat kepada kalam Allah dan sunnah Rasulullah Saw.

***

3. Belajar Bahasa Arab karena Cinta

Biarpun andaikata hukum belajar bahasa Arab itu sekedar Sunnah ataupun mubah sekalipun. Tentunya sebagai orang Islam kita memiliki perasaan khusus kepada bahasa Arab. Karena bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan oleh Allah untuk menurunkan kitab suci-Nya. Bahasa Arab juga merupakan bahasa yang setiap hari digunakan oleh Rasulullah Saw. untuk menyampaikan pesan-pesan beliau kepada kita.

Bahasa Inggris adalah bahasa ilmu pengetahuan. Sungguh aib besar bagi kaum terpelajar yang tidak bisa bahasa Inggris sama sekali. Maka demikian pula halnya sebagai orang Islam. Sungguh merupakan aib besar bagi kita sebagai orang Islam yang serius dengan keislamannya apabila tidak bisa bahasa Arab sama sekali.

Adalah pertimbangan cinta itu melebihi kekuatan hukum. Bila pada alasan yang kedua kita belajar bahasa Arab berdasarkan hukum. Maka pada alasan yang ketiga ini kita belajar bahasa Arab karena cinta. Kita belajar bahasa Arab bukan karena alasan hukum. Di mana hukum itu sifatnya memaksa. Namun kita belajar bahasa Arab itu karena alasan cinta. Di mana cinta itu merupakan salah satu unsur ibadah yang paling utama.

Saya belajar bahasa Arab adalah karena saya cinta bahasa Arab. Karena bahasa Arab merupakan bahasa al-Qur’an, sekaligus bahasa Hadits.

Saya ingin memahami al-Qur’an tanpa terjemahan. Saya ingin memahami Hadits tanpa terjemahan.

Karena menikmati terjemahan itu seperti kita mengetahui lezatnya suatu hidangan dari orang yang pernah makan. Maka saya ingin merasakan sendirinya lezatnya masakan itu. Secara langsung. Bukan dari katanya saja.

Baca juga:  Baca Kitab Online: Kegiatan Setiap Hari Silakan Bergabung

***

4. Muda dan Tua Itu Relatif

Adalah hakekat muda dan tua itu sifatnya relatif. Bagi orang yang diberi jatah usia 70 tahun, maka usia 40 tahun itu belumlah terlalu tua. Masih ada waktu 30 tahun untuk belajar bahasa Arab dengan baik dan serius.

Namun bagi orang yang diberi jatah usia 41 tahun, maka usia 40 tahun itu tentunya sudah sangat tua. Di mana dia waktu yang tersisa baginya tinggal satu tahun saja.

Dan kita tidak pernah tahu berapa tahunkah jatah usia yang Allah sediakan bagi kita. Karena itu, usia bukanlah hambatan untuk terus belajar. Belajar apapun, apalagi belajar bahasa al-Qur’an.

Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yanga belajar dan mengajarkan al-Qur’an. Demikian pesan Rasulullah Saw. Dan bahasa Arab merupakan salah satu alat untuk belajar al-Qur’an secara serius dan mendalam.

Memang benar, bahwa seiring bertambahnya usia, kemampuan untuk belajar bahasa itu semakin turun. Bahasa apa saja. Termasuk bahasa Arab. Namun sebagaimana telah kita bahas sebelumnya. Bahwa alasan utama kita belajar bahasa Arab itu bukanlah pada penguasaannya. Tapi pada tujuannya. Kita belajar bahasa Arab adalah dorongan cinta. Bahwa kita memang punya hobi untuk selalu menambah pemahaman tentang bahasa Arab. Sesedikit apapun itu.

Maka setiap hari. Setiap waktu. Setiap ada kesempatan kita pergunakan waktu untuk belajar bahasa Arab.

Dan tahukah kita, bahwa Imam Syafi’i sendiri. Yang terlahir sebagai orang Arab. Sehari-hari berbicara bahasa Arab. Namun ketika hendak menyusun kitab pertama beliau, yaitu al-Umm. Beliau belajar lagi bahasa Arab secara lebih serius. Selama dua tahun penuh.

Maka, di manakah semangat kita dibandingkan dengan Imam Syafi’i. Beliau yang sudah jago bahasa Arab saja masih merasa perlu dan haus akan pelajaran bahasa Arab. Apalagi kita yang jelas sangat jauh dibandingkan dengan beliau.

***

5. Belajar Itu Ibadah

Yah, benar. Belajar itu merupakan ibadah. Sarana untuk dekat kepada Allah. Dimudahkan masuk surga. Dicintai oleh Allah.

Maka tujuan kita belajar yang utama itu bukanlah pada penguasaan. Bukan pada capaian, jadi tambah seberapa pintar. Namun bagaimana kita berusaha untuk “menyenangkan” Allah. Syukur-syukur bisa membuat Allah terharu.

Oh, ini hamba-Ku sudah berumur 60 tahun. Masih tetap semangat belajar bahasa Arab. Karena dia mengerti, al-Qur’an itu Aku turunkan dengan bahasa Arab. Dia meluangkan waktu untuk belajar bahasa Arab setiap hari. Padahal ilmunya itu bertambah tidak seberapa. Namun dia tetap semangat.

Boleh jadi, karena itulah Allah berkenan untuk membukakan pintu keridhaan dan maghfirah-Nya.

Sama seperti orang yang terus berusaha menghafal al-Qur’an. Bukan karena semata ingin menghafalnya. Namun karena dia ingin mempersembahkan mahkota kepada kedua orangtuanya kelak di Hari Akhir. Sehingga dia pun meninggal dalam semangat dan tekad sebagai penghafal al-Qur’an. Maka tentulah berbeda antara dia dengan orang yang memang tidak pernah berusaha untuk menghafal al-Qur’an. Meskipun misalnya dia meninggal belum khatam hafalannya.

Demikian pula halnya orang yang terus bersemangat belajar bahasa Arab. Hingga ajal menjemputnya. Meninggal dalam proses belajar. Sebuah kematian yang amat mulia. Yang kedudukannya setara dengan orang yang mati syahid dalam jihad fi sabilillah.

***

Penutup

Inilah beberapa alasan, mengapa kita sangat senang membaca kitab-kitab berbahasa Arab. Bahkan kalaupun belum senang, hendaknya kita berusaha untuk selalu gembira dalam membaca huruf-huruf Arab yang biasanya tanpa harakat. Alias kitab gundul. Berat, tapi tetap gembira. Susah, namun tetap senang. Semoga ada manfaatnya.

Allahu a’lam.

______________

Bacaan:

Artikel: Hukmu Ta’allumil-Lughah al-‘Arabiyyah wal-Qiraah.

Tags:

0 thoughts on “Inilah 5 Alasan Mengapa Kita Harus Belajar Baca Kitab

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.