SHOPPING CART

close

Menyampul Buku dan Kitab: Tanda Cinta dan Sayang

Di antara hobi saya sejak kanak-kanak adalah membaca sekaligus mengoleksi buku. Seringkali saya menolak dibelikan jajanan, dan sebagai gantinya Ayah dan Ibu saya membelikan majalah dan buku bacaan. Dan hampir semua buku itu saya kasih sampul plastik.

Hobi itu terus berlanjut sampai saya masuk pondok pesantren di Surakarta, Jawa Tengah. Saya hampir tidak pernah jajan. Uang saku selalu saya tabung, dan alhamdulillah setiap akhir semester saya bisa pergi ke area pertokoan buku Sriwedari untuk memborong sejumlah buku dan kitab referensi, seperti: Bulughul Maram, Ihya’ Ulumuddin, atau Nailul Authar.

Selain mengoleksi, saya juga sangat senang menyampul buku dan kitab. Semua buku dan kitab itu saya sampul dengan sebaik-baiknya. Teman-teman saya di kelas semua kagum dengan buku dan kitab saya yang selalu bersampul dengan rapi.

Waktu kuliah, kedua hobi tersebut tetap berlanjut. Setiap dapat kiriman uang dari orangtua, saya simpan sejumlah uang untuk biaya hidup sekian bulan. Kemudian sisanya langsung saya habiskan di toko buku, sekalian beli sampul plastik.

Diajari Menyampul oleh Mas Darji

Adalah Mas Darji dari Tuban Jawa Timur, teman senior masa kuliah itu yang memiliki hobi sama dengan saya, yaitu: koleksi kitab dan menyampul buku. Seringkali kami bersama-sama berburu kitab di sejumlah toko buku di Kairo. (Sekarang dia sudah jadi seorang kiai di sebuah pesantren besar di Kertosono Nganjuk Jawa Timur.)

Satu saat Mas Darji ini berkunjung ke rumah kontrakan saya di Abdurrasul (sebagian orang Mesir menyebutnya Abdurrabbih), dan melihat-lihat buku dan kitab saya. Saya sudah siap untuk mendapat pujian, tapi ternyata dia malah menertawakan cara saya menyampul buku. Awalnya saya sempat tersinggung. Karena menurut saya, cara saya menyampul itu sudah sangat bagus dan sempurna.

“Hahaha… Jelek sekali cara kamu menyampul buku itu, Da! Sampul plastik apa ini, murahan! Kapan-kapan aku ajari kamu cara menyampul buku yang bagus. Sekalian memilih sampul plastiknya.” Kata Mas Darji.

Meskipun tersenyum tipis, waktu itu sebenarnya saya sangat marah, karena tersinggung berat dengan kata-katanya, tapi saya diam saja. Saya ingin membuktikan kebenaran kata-kata yang dia ucapkan. Coba seperti apa cara menyampul yang mau dia ajarkan itu. Juga plastiknya.

Hingga kemudian tibalah waktu yang saya nantikan itu, dan betul, terbukti bahwa cara saya menyampul itu memang sangat buruk bila dibandingkan dengan cara Mas Darji. Juga plastik sampulnya. Saya baru tahu, ternyata ada plastik berkualitas istimewa untuk menyampul buku-buku dan kitab kesayangan.

Selain menyampul, Mas Darji juga mengajari saya cara menjahit buku yang potensial cepat rusak. Sambil dia menceritakan kisah perjalanan hidupnya yang berliku dan penuh hikmah. Tidak lupa dia juga menyebutkan nama-nama pacarnya dahulu satu per satu, meskipun tidak saya minta.

Baca juga: Pengalaman Baru Saya Belanja Buku Di Khartoum

Mulai Menyampul Seluruh Kitab

Sampai sekarang saya masih punya hobi utama koleksi buku. Namun sudah bertahun-tahun ini tidak sempat menyampulnya. Baru beberapa hari ini saya punya tekad untuk merawat buku-buku itu dengan baik seperti dulu.

Sehingga istri saya pun memberikan komentar, “Wah, rupanya Jenengan sekarang sudah alih profesi jadi tukang sampul buku.” Saya tidak menjawab, karena sebenarnya saya juga merasakan kadar kebenaran dalam kalimat tersebut. Karena selama seminggu ini saya hanya duduk di depan meja, atau wira-wiri ke toko ATK untuk belanja plastik sampul buku.

Suasana Meja Sampul Buku
Suasana meja kerja ketika buku-buku antri minta sampul.

Banyak dari buku-buku dan kitab itu dulu saya sampul dengan kertas koran. Dengan pertimbangan, daripada beli sampul plastik yang mahal, lebih baik uang saya gunakan untuk beli bukunya. Menyampulnya kalau sudah di tanah air saja.

Nah, sekarang saatnya memberikan sampul yang bagus. Mumpung waktu saya cukup luang. Sampul koran bekas pun satu per satu saya lepas, dan bertumpuk di bawah meja.

Koran bekas sampul di bawah meja
Buku dan kitab itu akhirnya berpisah dari kertas koran yang selama delapan belas tahun ini menyelimutinya dengan setia. Selamat tinggal koran kertas…

Tinggal satu lagi yang saya perlukan, yaitu satu atau dua almari buku baru. Masih menunggu persetujuan dari Yang Dipertuan Agung, istri tercinta. Semoga dikabulkan. Amin amin amin…

Dan, tetap semangat…

Tags:

2 thoughts on “Menyampul Buku dan Kitab: Tanda Cinta dan Sayang

  • Newsteen

    baru tahu juga ada plastik berkualitas istimewa

    • Ahda Bina

      Benar, untuk buku hard cover lebih bagus kita pakai sampul plastik yang agak tebal. Sekarang banyak tersedia di toko atk…

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.