SHOPPING CART

close

Qawa’id Fiqhiyah 14: Yang Tidak Wajib Bisa Menjadi Wajib Jika

مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ

Maa laa ya-tim-mul-waa-ji-bu il-laa bi-hi fa-hu-wa waa-jib.

Sesuatu yang menjadi syarat bagi sebuah kewajiban, maka hukumnya juga menjadi wajib.

 

Maksudnya: sesuatu yang asalnya tidak wajib bisa menjadi wajib, apabila ia menjadi syarat terlaksananya suatu kewajiban.

Contoh:

1. Hukum Sahur

Melaksanakan puasa Ramadhan itu hukumnya wajib. Bila seseorang tidak mampu melaksanakan puasa tanpa sahur, maka dia wajib sahur. Meskipun hukum sahur itu sebenarnya adalah sunnah. Bukan wajib.

Jadi sesuatu yang tidak wajib: sahur. Bisa menjadi wajib. Demi mendukung terlaksananya suatu kewajiban: puasa Ramadhan.

2. Membuat undang-undang

Melaksanakan hukuman qishash itu hukumnya wajib. Karena sudah dinyatakan dalam al-Qur’an, bahwa hukum qishash itu hukumnya wajib.

Namun hukuman qishash itu tidak bisa dilaksanakan tanpa undang-undang. Oleh karena itu, membuat undang-undang yang sesuai syariat adalah wajib. Meskipun tidak ada ayat maupun hadits yang menyatakan bahwa membuat undang-undang itu hukumnya wajib.

Jadi sesuatu yang tidak wajib: membuat undang-undang qishash. Bisa menjadi wajib. Demi mendukung terlaksananya suatu kewajiban: hukuman qishash.

3. Alat belajar

Belajar itu wajib, tetapi belajar tidak bisa dilaksanakan tanpa alat belajar. Seperti: buku, pulpen, pensil, penghapus dan penggaris. Oleh karena itu, memenuhi keperluan alat belajar adalah wajib.

Beli alat tulis: hukumnya tidak wajib. Namun belajar tidak bisa dilaksanakan tanpa alat tulis. Maka beli alat tulis hukumnya adalah wajib. Sebagai sarana untuk melaksanakan kewajiban.

***

Catatan:

Selanjutnya berikut ini beberapa catatan mengenai kaidah fiqih di atas:

1. Lima Hukum Pokok

Berikut sedikit keterangan mengenai beberapa istilah pokok dalam hukum:

Wajib artinya harus dilaksanakan. Bila tidak dilaksanakan, maka berdosa.

Sunnah artinya dianjurkan untuk dilaksanakan. Bila tidak dilaksanakan, tidak berdosa.

Mubah artinya boleh pilih. Terserah kepada kita.

Makruh artinya dianjurkan untuk ditinggalkan. Bila dilaksanakan, tidak berdosa.

Haram artinya harus ditinggalkan. Bila dilaksanakan, maka berdosa.

2. Menggunakan Sarana Yang Halal

Untuk melaksanakan kewajiban itu harus digunakan cara dan sarana yang halal. Tidak boleh menggunakan cara dan sarana yang haram.

Dengan demikian, tujuan tidak bisa menghalalkan segala cara. Semulia apapun sebuah tujuan, yang haram tetaplah haram.

3. Kaitan dengan Kaidah Lain

Kaidah fiqih ini ada kaitannya dengan kaidah lain, yaitu:

لِلْوَسَائِلِ حُكْمُ الْمَقَاصِدِ

Lil-wa-saa-i-li huk-mul-ma-qaa-shid.

Hukum sarana adalah sama dengan hukum tujuan.

***

Penutup

Demikian beberapa catatan dan keterangan mengenai kaidah fiqih ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita bersama.

Allahu a’lam bis-shawab.

___________________

Sumber bacaan:

Artikel:

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

Tags:

4 thoughts on “Qawa’id Fiqhiyah 14: Yang Tidak Wajib Bisa Menjadi Wajib Jika

  • Ija

    Terimakasih, bermanfaat

    • Ahda Bina

      Amin, terima kasih sudah mampir, barakallahu fikum…

  • Arjuna Iqbal Malik Rafsanjani

    Syukran wa jazakallahu khairan Ustadz atas ilmunya.

    • Ahda Bina

      Wa iyyakum. Terima kasih banyak atas supportnya, Ustadz Arjuna.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.