SHOPPING CART

close

Pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah No. 1-16

Manhaj Tarjih adalah seperangkat wawasan, sumber, pendekatan dan metode tertentu yang menjadi pegangan dalam kegiatan ketarjihan. Demikian disampaikan Bapak Syamsul Anwar, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Oleh karena itu, Pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah merupakan salah satu perangkat hidup berorganisasi bagi para warga Persyarikatan. Utamanya bagi para ulama dan asatidz yang setiap hari bersinggungan dengan masail ijtihadiyah.

***

Sejarah Perumusan dan Perkembangan Manhaj Tarjih Muhammadiyah

Qaidah Majelis Tarjih hasil Kongres 1928 menjadi landasan pertama bagi perumusan Manhaj Tarjih.

Metode istinbath Majelis Tarjih mulanya mengacu pada rumusan al-Masail al-Khamsah yang lahir tahun 1935.

Lalu dokumen “Boeah Congres 29 Muhammadijah” tahun 1940 memuat beberapa kaidah yang digunakan Majelis Tarjih untuk memahami hadis.

Pembahasan lebih menyeluruh pada Muktamar Khusus Tarjih, mulai tanggal 29 Desember 1954 sampai tanggal 3 Januari 1955, dan ditanfidzkan pada 1964.

Kemudian dirumuskanlah 16 Pokok Manhaj Tarjih pada Muktamar Khusus tahun 1986.

Demikian disampaikan oleh Bapak Asjmuni Abdurrahman dalam Buku Manhaj Tarjih Muhammadiyah.

Pada kesempatan kali ini kami akan share 16 (enam belas) Pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah yang menjadi pedoman bagi Majelis Tarjih dalam merumuskan putusan-putusannya.

***

1. Dasar Utama: Al-Qur’an dan As-Sunnah

Di dalam beristidlal, dasar utamanya adalah al-Qur’an dan as-Sunnah ash-Shahihah. Ijtihad dan istinbath atas dasar ‘illah terhadap hal-hal yang tidak terdapat di dalam nash, dapat dilakukan. Sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbudi, dan memang merupakan hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dengan perkataan lain, Majelis Tarjih menerima ijtihad, termasuk qiyas, sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nash-nya secara langsung.

***

2. Musyawarah dan Ijtihad Jama’i

Dalam memutuskan suatu keputusan, dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam menetapkan masalah ijtihad digunakan sistem ijtihad jama’i. Dengan demikian pendapat perorangan dari majelis tidak dapat dipandang kuat.

***

3. Kedudukan Madzhab Fiqih

Tidak mengikatkan diri pada suatu madzhab, tetapi pendapat-pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum. Sepanjang sesuai dengan jiwa al-Qur’an dan as-Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat.

***

4. Terbuka dan Toleran

Berprinsip terbuka dan toleran, dan tidak beranggapan bahwa hanya Majelis Tarjih yang paling benar. Keputusan diambil atas dasar landasan dalil-dalil yang dipandang lebih kuat. Dan koreksi dari siapapun akan diterima sepanjang dapat memberikan dalil-dalil yang lain yang lebih kuat. Dengan demikian, Majelis Tarjih akan mempertimbangkan untuk mengubah keputusan yang telah ditetapkan.

***

5. Dalil Masalah Aqidah

Di dalam masalah aqidah (tauhid), hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir.

Baca juga:  Usulan Perubahan Pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah

***

6. Konsep Ijma’

Tidak menolak ijma’ sahabat, sebagai dasar suatu keputusan.

***

7. Ta’arudh Adillah

Terhadap dalil-dalil yang nampak mengandung ta’arudh dipergunakan cara: al-jam’u wa’l-tawfiq. Dan kalau tidak dapat, baru dilakukan tarjih.

***

8. Sadd Dzari’ah

Menggunakan asas sadd-u’l-dzara’i untuk menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah.

***

9. Maqashid Syari’ah

Menta’lil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah sepanjang sesuai dengan tujuan syari’ah. Adapun qaidah: al-hukmu yaduru ma’a illatihi wujudan wa’adaman dalam hal-hal tertentu dapat berlaku.

***

10. Komprehensif dan Utuh

Penggunaan dalil-dalil untuk menetapkan sesuatu hukum dilakukan dengan cara komprehensif, utuh dan bulat. Tidak terpisah.

***

11. Konsep ‘Am dan Khash

Dalil-dalil umum al-Qur’an dapat ditakhshis dengan hadits ahad, kecuali dalam bidang aqidah.

***

12. Prinsip Taysir

Dalam mengamalkan agama Islam, menggunakan prinsip al-taysir

***

13. Penggunaan Akal dalam Bidang Ibadah

Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuannya dari al-Qur’an dan as-Sunnah, pemahamannya dapat menggunakan akal, sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya. Meskipun harus diakui bahwa akal bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash daripada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan situasi dan kondisi.

***

14. Penggunaan Akal dalam Masalah Duniawi

Dalam hal-hal yang termasuk al-umuru dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi, penggunaan akal sangat diperlukan, demi kemaslahatan umat.

***

15. Pemahaman Shahabat dalam Nash Musytarak

Untuk memahami nash yang musytarak, faham sahabat dapat diterima.

***

16. Mendahulukan Makna Zahir

Dalam memahami nash, makna dhahir didahulukan dari ta’wil dalam bidang aqidah. Dan takwil sahabat dalam hal itu tidak harus diterima.

***

Penutup

Sebagai tambahan informasi. Bahwa Musyawarah Nasional Tarjih tahun 2000 di Jakarta. Menghasilkan penyempurnaan tentang rumusan berijtihad di Muhammadiyah. Yaitu menggunakan pendekatan bayani, burhani, dan irfani.

Inilah Pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Bila ada tanggapan dari para pembaca, kami persilakan untuk disampaikan pada kolom komentar. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih.

Demikian. Allahu a’lam.

________________

Bacaan:

– Artikel:

Manhaj Tarjih (1)

– Artikel:

Manhaj Tarjih Muhammadiyah

Tags:

0 thoughts on “Pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah No. 1-16

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.