SHOPPING CART

close

Ashabah: Pengertian, Bagian Warisan dan Macamnya

الْعَصَبَةُ

Al-‘Ashabah

 

Rasulullah Saw. bersabda, bahwa ilmu faraidh atau ilmu waris merupakan ilmu yang pertama kali dicabut dari umat Islam. Hal ini merupakan sebuah pesan akan pentingnya ilmu faraidh. Maka hendaknya kita mempelajari ilmu ini dengan baik.

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas sebuah tema yang sangat penting dalam ilmu faraidh, yaitu: ashabah. Semoga Allah berkenan membukakan pintu ilmu dan hikmah bagi kita semua.

Baca pula:

Hukum Orangtua Membagi Harta Warisan Sebelum Meninggal

***

A. Pengertian Ashabah

Secara bahasa, ashabah artinya: pembela, penolong dan pelindung bagi keluarga.

Adapun secara istilah, ashabah artinya: laki-laki yang sangat dekat hubungannya dengan si mati, dan tidak diselangi oleh perempuan.

Ashabah itu adalah:

1. Anak laki-laki

2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki, hingga ke bawah

3. Bapak

4. Kakek, hingga ke atas

5. Saudara laki-laki seibu-sebapak

6. Saudara laki-laki sebapak

7. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seibu-sebapak

8. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sebapak

9. Paman dari pihak bapak, yang paman itu merupakan saudara seibu-sebapak dengan bapak

10. Paman dari pihak bapak, yang paman itu merupakan saudara sebapak dengan bapak

11. Saudara sepupu dari bapak, yang merupakan anak dari paman dari pihak bapak, yang paman itu merupakan saudara seibu-sebapak dengan bapak

12. Saudara sepupu dari bapak, yang merupakan anak dari paman dari pihak bapak, yang paman itu merupakan saudara sebapak dengan bapak

13. Orang yang memerdekakan dari perbudakan, baik laki-laki maupun perempuan

14. Ashabah laki-laki yang memerdekakan.

Baca pula:

Kapan Harta Warisan Dibagi: Ketika Si Kaya Selalu Menunda

***

B. Bagian Warisan Ashabah

Dalam ilmu waris, seorang ashabah memperoleh warisan dengan salah satu dari beberapa kemungkinan sebagai berikut:

1. Mewarisi seluruh harta si mati

Hal ini terjadi, apabila si mati tidak meninggalkan ahli waris selain dirinya (si ashabah). Atau ada ahli waris yang lain, namun terhijab oleh dirinya (oleh ashabah bersangkutan).

Contoh kasus 1:

Pak Ahmad meninggal dunia, dan tidak meninggalkan ahli waris, selain seorang anak laki-laki.

Maka seluruh harta peninggalan Pak Ahmad menjadi bagian anak laki-lakinya itu.

Contoh kasus 2:

Pak Ahmad meninggal dunia, dan meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang saudara laki-laki.

Maka seluruh harta peninggalkan Pak Ahmad menjadi bagian anak laki-laki itu. Karena saudara laki-laki Pak Ahmad terhijab oleh anak laki-laki Pak Ahmad.

2. Mewarisi harta si mati bersama ashabah lain yang sederajat dengan dibagi rata

Hal ini terjadi, apabila si mati meninggalkan beberapa ashabah yang sederajat. Misalnya, si mati meninggalkan dua orang anak laki-laki, tanpa ada anak perempuan. Atau si mati meninggalkan dua orang saudara laki-laki.

Contoh kasus 1:

Pak Ahmad meninggal dunia dengan meninggalkan tiga orang anak laki-laki. Istrinya sudah meninggal dunia lima tahun yang lalu. Maka seluruh harta Pak Ahmad diwarisi oleh ketiga anaknya dengan dibagi secara rata.

Contoh kasus 2:

Pak Ahmad meninggal dunia dengan meninggalkan saudara laki-laki sebanyak dua orang. Dia tidak punya istri maupun anak. Maka seluruh hartanya diwarisi kedua orang saudaranya dengan cara dibagi rata.

3. Mendapat dua bagian dibandingkan perempuan yang sederajat dengannya

Hal ini terjadi, apabila si mati meninggalkan ashabah bersama seorang perempuan yang sederajat dengan ashabah tersebut. Misalnya seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Atau seorang bapak dan seorang ibu.

Contoh kasus:

Pak Ahmad meninggal dunia dengan meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, dan tidak meninggalkan ahli waris yang lain. Maka seluruh harta Pak Ahmad menjadi warisan bagi kedua anaknya. Dengan catatan, anak laki-laki memperoleh dua bagian, sedangkan anak perempuan memperoleh satu bagian.

4. Mewarisi sisa harta si mati setelah dibagi untuk ahli waris yang lain

Hal ini terjadi apabila si mati meninggalkan ahli waris selain dirinya yang merupakan dzawil furudh. Maka dia memperoleh sisa warisan si mati setelah dibagi untuk ahli waris yang lain tersebut.

Contoh kasus:

Pak Ahmad meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri dan seorang anak laki-laki. Maka istri Pak Ahmad memperoleh bagian seperdelapan. Sisanya, tujuh per delapan, menjadi bagian anaknya.

5. Batal jadi ashabah

Seorang ashabah batal menjadi ashabah, apabila terdapat ashabah yang lebih dekat kepada si mati. Misalnya, seorang bapak batal menjadi ashabah, apabila ada seorang anak laki-laki.

Baca pula:

Apa Yang Harus Dilakukan Sebelum Harta Waris Dibagi?

***

C. Macam-macam Ashabah

Ashabah itu ada tiga macam, yaitu:

1. Ashabah bin nafsi

Artinya: orang yang menjadi ashabah dengan sendirinya. Inilah ashabah yang sebenarnya. Ashabah yang asli. Adapun ashabah jenis yang lain menjadi ashabah karena bersama ashabah jenis yang asli ini.

Siapa sajakah ashabah yang asli ini, sudah kami sebutkan ada 14 orang di atas.

2. Ashabah bil ghair

Yaitu seorang atau beberapa perempuan yang menjadi ashabah karena ada ahli waris yang sederajat dengannya dan menjadi ashabah.

Jadi sebenarnya mereka ini bukan ashabah. Tapi mereka menjadi ashabah karena ada ahli waris yang sederajat dengannya menjadi ashabah.

Mereka adalah:

a. Anak perempuan

b. Cucu perempuan

c. Saudara perempuan seibu-sebapak

d. Saudara perempuan sebapak.

Bila si mati meninggalkan seorang anak perempuan saja, maka anak perempuan itu memperoleh setengah harta warisan.

Namun bila si mati meninggalkan dua orang anak perempuan atau lebih, maka mereka memperoleh dua per tiga dari harta warisan.

Adapun bila si mati meninggalkan seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki, maka mereka menjadi ashabah. Dengan catatan, anak perempuan memperoleh bagian setengah dari bagian anak laki-laki.

Hal yang sama berlaku bagi cucu perempuan, saudara perempuan seibu-sebapak, dan saudara perempuan sebapak.

4. Ashabah ma’al ghair

Mereka ini sebenarnya bukan ashabah. Tapi bagian mereka menghabiskan sisa yang ada. Sehingga mereka ini menjadi mirip ashabah.

Jadi mereka ini sebenarnya adalah dzawil furudh, tapi menjadi seperti ashabah dalam kondisi khusus.

Mereka adalah:

a. Seorang atau beberapa saudara perempuan seibu-sebapak, bersama seorang anak perempuan atau lebih.

b. Seorang atau beberapa saudara perempuan seibu-sebapak, bersama seorang cucu perempuan atau lebih.

c. Seorang atau beberapa saudara perempuan sebapak, bersama seorang anak perempuan atau lebih.

d. Seorang atau beberapa saudara perempuan sebapak, bersama seorang cucu perempuan atau lebih.

e. Seorang atau beberapa saudara perempuan seibu-sebapak, bersama seorang anak perempuan dan seorang cucu perempuan.

d. Seorang atau beberapa saudara perempuan sebapak, bersama seorang anak perempuan dan seorang cucu perempuan.

Bila si mati meninggalkan seorang anak perempuan dan seorang saudara perempuan seibu-sebapak, maka anak perempuan itu memperoleh separuh harta warisan. Sedangkan saudara perempuan seibu-sebapak itu juga memperoleh separuh.

Baik anak perempuan maupun saudara perempuan seibu-sebapak itu sebenarnya dzawil furudh semua. Namun dalam keadaan ini keduanya seperti menjadi ashabah.

Hal yang sama berlaku untuk ashabah ma’al ghair yang lain.

Baca pula:

Apakah Anak Angkat Berhak Memperoleh Harta Warisan?

***

Penutup

Demikian sedikit penjelasan tentang ashabah ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua.

Bila ada hal-hal yang ingin dibahas lebih lanjut, kami persilakan untuk disampaikan pada kolom komentar.

Allahu a’lam.

_________________

Bacaan Utama

– Buku Al-Fara’id Ilmu Pembagian Waris, A. Hassan.

– Buku Kompilasi Hukum Islam. Sebagai salah satu kitab rujukan para hakim di seluruh Pengadilan Agama di Indonesia.

–Artikel at-Ta’shib fil-Mawarits. Prof. Dr. Mushthafa Muslim.

al-faraidh
Ilmu Pembagian Harta Waris
Tags:

3 thoughts on “Ashabah: Pengertian, Bagian Warisan dan Macamnya

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.