SHOPPING CART

close

Fathanah: Pengertian dan Urgensinya dalam al-Qur’an-Hadits

1. Pengertian Fathanah

Fathanah artinya cerdas. Yaitu mampu menangkap maksud sesuatu yang datang padanya dengan tepat.

Setiap nabi pasti memiliki sifat fathanah. Para nabi adalah manusia-manusia terbaik di zamannya masing-masing, termasuk dalam hal fathanah. Mereka adalah orang-orang yang bersifat fathanah dalam arti orang yang benar-benar cerdas.

Lawan dari fathanah adalah ghabawah, yaitu bodoh atau dungu.

Baca Juga: 

Amanah: Pengertian dan Fadhilah dalam al-Qur’an dan Hadits

***

2. Urgensi Sifat Fathanah

Mustahil ada nabi yang bersifat ghabawah. Nabi yang bersifat ghabawah tidak akan mampu melaksanakan tugas kenabian yang begitu berat. Seorang nabi yang bersifat ghabawah tidak akan mampu melawan argumen musuh-musuh dakwah yang licik dan culas.

Nabi yang bersifat ghabawah tidak akan mampu menyusun strategi yang jitu untuk memenangkan agenda-agenda dakwah. Dan memang dalam sejarah tidak ada seorang pun nabi yang bersifat ghabawah. Menjadi pegawai perusahaan saja harus lulus tes kecerdasan, apalagi menjadi “pegawai Allah”.

Fathanah merupakan salah satu sifat yang diperintahkan oleh agama Islam. Banyak ayat al-Qur’an yang secara tegas mengecam orang-orang yang tidak menggunakan akalnya dengan baik. Demikian pula dalam berbagai kesempatan Nabi Muhammad Saw. memberikan motivasi kepada para shahabat untuk memberikan hasil karya pikirnya yang terbaik.

Baca Juga: 

Bukti Sifat Fathanah Nabi Ibrahim vs Raja Namruz

***

3. Keutamaan Sifat Fathanah dalam al-Qur’an

Di antara bentuk nyata perhatian al-Qur’an kepada sifat fathanah, adalah ketika al-Qur’an mengharamkan minuman keras (khamer). Al-Qur’an melarang keras umat yang beriman mendekati minuman keras. Yang demikian itu karena khamer menghalangi manusia untuk berpikir dengan jernih. Ketika akal buntu, manusia akan mudah melakukan berbagai kesalahan.

Larangan minum khamer

Allah Swt. berfirman:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ، فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

Sesungguhnya syaitan itu hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamer dan judi. Mereka hendak menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka berhentilah kamu (meminum khamer dan berjudi). (al-Maidah: 91)

Perintah menggunakan akal

Selanjutnya dalam berbagai kesempatan, Allah Swt. memberikan peringatan kepada umat manusia untuk menggunakan akal dengan sebaik-baiknya. Allah Swt. berfirman:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ، وَلَلدَّارُ الْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ، أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu menggunakan akalmu? (al-An’am)

وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ، وَلَهُ اخْتِلَافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Dan Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan. Dan Dia-lah yang mengatur pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak menggunakan akalmu? (al-Mu’minun: 80)

Himbauan berpikir

اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا، قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran Kami, supaya kamu menggunakan akalmu. (al-Hadid: 17)

لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآَنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ، وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ  

Bila sekiranya Kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia, supaya mereka menggunakan pikiran mereka. (al-Hasyr: 21)

Dalam setiap ayat di atas, Allah Swt. memberikan peringatan kepada kita semua untuk menggunakan akal dengan sebaik-baiknya sebagai sarana untuk menerima hidayah, dan bukan sebaliknya, yaitu menolak hidayah. Orang yang menggunakan akalnya dengan benar, maka dia pasti taat kepada aturan-aturan Islam. Adapun orang yang tidak patuh kepada aturan-aturan Islam merupakan contoh nyata sebagai orang yang tidak menggunakan akalnya dengan baik, berapa pun nilai kecerdasan otaknya (IQ).

Baca Juga:

Bukti Sifat Fathanah Nabi Ibrahim vs Raja Namrud (2)

***

4. Keutamaan Sifat Fathanah dalam Sabda Nabi Muhammad Saw.

Dalam berbagai kesempatan, Nabi Muhammad Saw. memotivasi para shahabat untuk bersifat fathanah. Beliau memberikan kesempatan kepada shahabat untuk berpikir secara cerdas.

Perang Ahzab atau Khandaq

Di antara kesempatan itu adalah ketika umat Islam baru saja selamat dari Perang Ahzab yang juga disebut Perang Khandaq. Dalam Perang Ahzab ini, kelompok Yahudi Bani Quraizhah yang seharusnya memberikan bantuan kepada umat Islam, malah turut mengepung umat Islam. Padahal mereka masih terikat perjanjian dengan umat Islam melalui Piagam Madinah.

Peristiwa Yahudi Bani Quraizhah

Mengingat kejahatan Yahudi Bani Quraizhah ini, tepat setelah orang-orang kafir menghentikan pengepungan dan meninggalkan Madinah, Nabi Muhammad Saw. memberikan perintah kepada pasukan Islam untuk bergerak menuju kampung Yahudi Bani Quraizah. Pada waktu itu beliau berpesan kepada pasukan Islam untuk tidak shalat Ashar, kecuali mereka sudah sampai di kampung Yahudi Bani Quraizhah. Tapi nampaknya sebagian pasukan Islam itu ada yang belum sampai di kampung Yahudi Bani Quraizhah, padahal waktu Ashar sudah tiba.

Pada waktu itulah terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. Ada yang memahami pesan Nabi Muhammad Saw. secara tekstual (apa adanya), dan ada yang memahaminya secara kontekstual. Akhirnya, sebagian di antara mereka shalat Ashar di jalan, dan sebagian shalat di kampung Yahudi Bani Quraizhah.

Ketika hal itu kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw., ternyata beliau tidak membenarkan maupun menyalahkan salah satu pendapat. Beliau hanya diam.

Teks Hadits

Berikut ini teks haditsnya:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنَ الأَحْزَابِ: لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلاَّ فِى بَنِى قُرَيْظَةَ. فَأَدْرَكَ بَعْضُهُمُ الْعَصْرَ فِى الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لاَ نُصَلِّى حَتَّى نَأْتِيَهَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ نُصَلِّى لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ. فَذُكِرَ لِلنَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata:

Usai Perang Ahzab, Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Hendaknya tidak ada seorang pun shalat Ashar melainkan di Bani Quraidhah.”

Di tengah jalan, sebagian dari mereka mendapati waktu Ashr. Sebagian di antara mereka berkata, “Kami tidak shalat kecuali telah tiba di sana.”

Sebagian lagi berkata, “Kami akan shalat, karena beliau tidak bermaksud melarang kita shalat.”

Lalu hal itu disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw.. Ternyata beliau tidak mencela salah satu di antara mereka.

(HR. Bukhari dan Muslim)

Pendapat para ulama

Para ulama bersepakat, bahwa seandainya Nabi Muhammad Saw. menunjuk pendapat yang lebih benar, pastilah beliau memilih pendapat yang shalat di jalan. Namun di sini Nabi Muhammad Saw. hendak memberikan kesempatan kepada para shahabat untuk menggunakan akalnya dengan baik.

Beliau tidak hendak mengintervensi kebebasan berpendapat, asalkan perbedaan pendapat itu tidak sampai menimbulkan kemungkaran dan perpecahan. Beliau memotivasi umatnya untuk bersifat fathanah.

Baca Juga:  Apakah Ada Seorang Nabi Yang Bodoh Alias Dungu?

***

5. Buruk dan Bahayanya Sifat Bodoh

Sifat bodoh merupakan sifat yang amat tercela. Dengan demikian, orang yang bodoh bukanlah orang yang terpuji.

Nabi murka karena sifat bodoh

Karena demikian buruknya sifat bodoh ini, Nabi Muhammad Saw. pernah murka, karena ketidaktahuan para shahabat, akhirnya mereka membuat celaka kawan sendiri.

Marilah kita simak bersama kisah berikut ini:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ، فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِى رَأْسِهِ، ثُمَّ احْتَلَمَ. فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ: هَلْ تَجِدُونَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ؟ فَقَالُوا: مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً، وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ. فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ. فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ: قَتَلُوهُ، قَتَلَهُمُ اللَّهُ، أَلاَّ سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا، فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالُ، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ – شَكَّ مُوسَى – عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً، ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا، وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ

Dari Jabir, dia berkata: Adalah kami sedang dalam safar (perjalanan jauh), lalu ada seorang di antara kami yang tertimpa batu, sehingga kepalanya terluka parah. Kemudian orang itu berada dalam keadaan junub.

Dia pun bertanya kepada kawan-kawannya, “Apakah menurut kalian aku boleh mengambil rukhshah (keringanan) dengan bertayamum (sebagai pengganti mandi)?”

Mereka menjawab, “Menurut kami, engkau tidak boleh mengambil rukhshah, karena engkau bisa mendapatkan air.” Lalu orang itu mandi, dan tewas seketika. Setelah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw., beliau memperoleh berita tersebut.

Beliau bersabda, “Mereka telah membunuhnya. Celakalah mereka. Mengapa mereka tidak bertanya, apabila mereka tidak mengetahui? Obat dari kebodohan itu adalah dengan bertanya. Sebenarnya orang yang terluka itu cukup bertayamum saja, dan membalut lukanya dengan sobekan kain, kemudian dia mengusapnya, lalu membasuh seluruh bagian tubuhnya.”

(HR. Abu Dawud)

Orang kafir adalah bodoh

Tidak heran, kita pun mendapati begitu banyak ayat al-Qur’an yang mencela orang-orang kafir. Karena sebenarnya mereka adalah orang-orang yang bodoh. Bahkan lebih bodoh daripada hewan ternak. Allah berfirman:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ، لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا، أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai akal, tetapi tidak mereka gunakan untuk memahami. Mereka mempunyai mata, tetapi tidak mereka gunakan untuk melihat. Dan mereka memiliki telinga, tetapi tidak mereka gunakan untuk mendengarkan. Mereka seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.

(al-A’raf: 179)

Orang munafik tidak bisa berpikir

Demikian pula halnya dengan orang-orang munafik. Allah menyebut mereka sebagai orang-orang yang tidak bisa memahami, bahkan tidak bisa berpikir. Allah berfirman:

لَأَنْتُمْ أَشَدُّ رَهْبَةً فِي صُدُورِهِمْ مِنَ اللَّهِ، ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ. لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ، بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ، تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى، ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ

Sesungguhnya dalam hati mereka, kamu (kaum muslimin) lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak paham. Mereka tidak akan memerangi kamu secara bersama-sama, kecuali di negeri-negeri yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat. Kamu kita mereka itu bersatu, padahal hati mereka terpecah belah. Yang demikian itu karena mereka adalah orang-orang yang tidak berpikir.

(al-Hasyr: 13-14)

Buruknya teman yang bodoh

Untuk menggambarkan bagaimana mulianya sifat fathanah dan buruknya sifat bodoh atau jahil itu, dalam pepatah Arab kita menemukan ungkapan, bahwa musuh yang pandai itu lebih baik daripada kawan yang bodoh. Pepatah Arab itu menyebutkan:

الْعَدُوُّ الْعَاقِلُ خَيْرٌ مِنَ الْصَّدِيْقِ الْجَاهِلِ

Musuh yang pandai itu lebih baik daripada kawan yang bodoh.

Dalam redaksi yang lain, tapi maksudnya kurang lebih sama, disebutkan:

الْعَدُوُّ الْعَاقِلُ خَيْرٌ مِنَ الْصَّدِيْقِ الْأَحْمَقِ

Musuh yang pandai itu lebih baik daripada kawan yang tolol.

Musuh yang pandai itu akan memotivasi kita untuk terus belajar, supaya kita bisa mengalahkannya. Sementara kawan yang bodoh itu seringkali melakukan tindakan yang justru membahayakan kawannya sendiri, dikarenakan kebodohannya.

_____________

Sumber dan Bacaan: 

– Buku ar-Rusul war-Risalat‘, Syeikh Umar Sulaiman al-Asyqat.

– Artikel Shifat al-Anbiya’ war RusulSyeikh Batul ad-Daghim. mawdoo3.com

– Buku Dahsyatnya 4 Sifat NabiAhda Bina A. Lc. 

Tags:

One thought on “Fathanah: Pengertian dan Urgensinya dalam al-Qur’an-Hadits

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.